32.9 C
Jakarta

Waspada Terorisme Menjelang Idul Fitri

Artikel Trending

Milenial IslamWaspada Terorisme Menjelang Idul Fitri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tren terorisme tampak fluktuatif sepanjang puasa ramadhan hingga menjelang agenda hari raya Idul Fitri, walau sebelumnya aparat keamanan sering menangkap terduga teroris. Tidak ada satu pun aksi kekerasan yang muncul di Indonesia. Kecuali, aksi teror kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Setelah terorisme, indikator radikalisme menunjukkan tren positif. Di mana hal itu lewat kultum ramadhan di dunia nyata maupun dunia maya. Adalah paham yang mulanya muncul dari ketidaksukaan, dan kebencian kita pada pemerintah. Akhirnya, mendorong gerakannya ke arah intoleransi, dan ekstremisme.

Arah gerakan dakwah kelompok ekstrem-radikal potensial menempatkan ideologi agama di atas ideologi negara, sehingga yang muncul aksi terorisme. Terorisme adalah tindak kekerasan dan kejahatan yang ditimbulkan atas dasar sempitnya pemahaman tentang tek-teks keagamaan.

Kebencian yang tertanam dalam lubuk pemikirannya telah memicu api balas dendam pada pemerintah. Maka setiap tindak kekerasan ia benarkan, bahkan aksinya dianggap jihad menegakkan ajaran agama dengan memberontak negara. Ternyata agama cukup laku di kalangan teroris.

Term terorisme yang berkedok agama memang apa pun alasan kita, hal itu tak dapat dinafikan. Mustahil jikalau derap langkah teroris melakukan aksi kekerasan hanya karena motifnya ekonomi, dan api balas dendam. Tentu ada motif lain yang potensinya amat tinggi. Yaitu, ideologi agama.

Tengok saja di bulan puasa ramadhan, realitas teror pun bisa terjadi kapan saja tanpa mengenal tempat dan waktu. Sebagaimana dilansir medcom.id Datesemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap MR, 45, seorang terduga teroris di Ciawi, Tasikmalaya. Penangkapan pun berlansung.

Kita tidaklah heran ketika teologi kekerasan atas nama agama mendorong siapa pun seseorang untuk berjihad dengan menjadi penjahat. Dalam konteks ini, jihad merupakan ajaran Islam yang dianggap kalangan itu menjadi penetrasi seseorang terjebak atas paham-paham intoleran, ekstrem, dan radikal.

Dalam petikan wawancara penulis dengan mantan pimpinan Jamaah Islamiya Nasir Abbas, mengatakan. “Penyelundupan dan penyamaran jama tabligh ke Timur-Tengah terkadang disertai niat jahad dan dicekoki paham radikalisme-terorisme. Bahkan mereka itu dilatih perang dan bagaimana cara menggunakan senjata.”

Waspada Potensi Terorisme

Dilansir mediaindonesia.com Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar, menuturkan. “Untuk mencegah adanya teror di Idul Fitri, BNPT terus lakukan penyidikan dan menindak-lanjuti fakta terkait jaringan terorisme di Indonesia selama tiga bulan terakhir.”

Ramadhan tidak menyurutkan semangat Boy Refli untuk menelusuri jejak digital jaringan kelompok terorisme melalui alat negara. Yaitu, intelijen. Mengapa harus pendekatan intelijen? Karena itu, instrumen politik negara dalam rangka menjaga sistem keamanan dan pertahanan dari segala ancaman.

BNPT telah dinahkodai pemimpin baru, tentu perlu merumuskan misi baru dan tantangan kedepan dalam menangkal bahaya radikalisme dan terorisme. Apalagi paham dan aksinya pun kerapkali terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, Densus saja cukup reaktif dan cepat menangani masalah ini.

BACA JUGA  Ustaz Felix: Simbol Murtad Massal Aktivis Khilafah Menjelang Pemilu 2024

Menurut hemat penulis, potensi terorisme dapat kita cermati wacana ideologi transnasional dan paham radikalisme di tengah Pandemi Covid-19. Seperti militan Hizbut Tahrir yang kini masih bertahan dan eksis di dunia maya, ideologi khilafahnya. Mereka pasarkan di situs media online dan kanal youtube.

Narasi negatif yang muncul melalui ceramah-ceramah online yang memprovokasi umat Islam untuk menegakkan negara Islam Indonesia. Inspirasi mereka ke Timur-Tengah telah gagal paham tentang konteks sejarah UUD 1945 dan pembentukan Pancasila sebagai ideologi negara.

Konsep bernegara Islam dapat memupuk paham radikal-teroristik, hal ini bukan karena mempersoalan ajaran Islam tersebut. Akan tetapi, politisasi dalil-dalil khilafah, dan menggadaikan agama pada ranah politik. Sehingga potensial ideologi transnasional (radicalism, terrorism) bisa muncul secara tiba-tiba.

Terorisme seakan-akan mengalami tranformasi baik dari sisi gerakan maupun tindakan, jika sebelumnya kekerasan berlangsung terjadi. Kini, melalui gagasan-gagasan terkait jihad, dan radikalisasi agama lewat pengaruh digital. Baik itu, panggung media sosial maupun media massa itu sendiri.

Menghadapi potensi terorisme di hari raya Idul Fitri tidaklah cukup dengan apa yang diupayakan BNPT yaitu deradikalisasi. Namun, perlu mengupayakan penguatan nilai-nilai kebenaran agama dan sosialisasi literasi kebangsaan. Agar dapat memperkuat wawasan setiap umat beragama.

Temuan tentang relasi dan transformasi organisasi radikal dan organisasi terorisme pada realitas ini dapat memperkuat argumen pentingnya penanganan dan penegahan organisasi-organisasi radikal-teroristik, yang potensial mengancam segi-segi fundamental kebangsaan Indonesia.[hal. 3]

Menuju Tantangan

Tantangan kita kali ini adalah bagaimana jaringan kelompok radikalisme-terorisme mampu ditangkal sebelum aksinya betul-betul terjadi, sebab di hari raya Idul Fitri tentu perlu peran banyak pihak demi terciptanya keamanan. Dan pada momen itu umat Islam dalam merayakan hari besarnya.

Pencegahan terorisme harus menjadi fokus perhatian pemerintah dan aparat kepolisian selain wabah Pandemi Covid-19. Karena itu, efek aksi terorisme bukan hanya merusak tatanan bangunan dan kemanusiaan. Melainkan menjadi cermin negatif terhadap simbol agama itu sendiri.

Untuk menangkal bahaya radikalisme dan terorisme tidak cukup hanya melalui pendekatan preventif, represif dan edukatif saja. Dengan demikian, perlu pendekatan tiga fungsi tersebut di tingkat lokal hingga nasional baik bekerjasama dengan koalisi masyarakat sipil, ormas, dan institusi lainnya.

Di sinilah, pencegahan terorisme yang motifnya agama harus melibatkan peran ormas keagamaan dari pelbagai elemen. Entah dari kalangan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buda, dan Kong Hu Cu. Strategi lintas keyakinan ini dapat diyakini bahwa apa yang kita rancang akan memberi kepastian.

Idul Fitri merupakan momen besar umat Islam yang tentu menjadi penguatan terhadap nilai-nilai toleransi dan Islam rahmatan lil ‘alamin, serta sosialisasi literasi kebangsaan dengan kalangan akademisi melalui kuliah online. Pendekatan digital seperti demikian diharapkan mampu melebur ideologi transnasional dan paham-paham ekstrem yang mengancam NKRI.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru