29.1 C
Jakarta

Waspada! Remaja Terpapar Radikalisme dari Majelis Taklim di Sekolah

Artikel Trending

KhazanahPerspektifWaspada! Remaja Terpapar Radikalisme dari Majelis Taklim di Sekolah
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Secara bahasa radikalisme berasal dari kata radix yang memiliki arti yaitu akar. Radikalisme merupakan sebuah sikap seseorang yang menginginkan perubahan terhadap sesuatu dengan cara menghancurkan yang telah ada dan mengganti dengan sesuatu perubahan yang baru, yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Cara yang digunakan biasanya dengan membalikkan nilai-nilai secara cepat dengan kekerasan dan tindakan ekstrem atau tindakan yang merusak (Amien Rais, 1996:17).

Radikalisme akan terus tumbuh subur apabila akarnya masih tertanam, maka dari itu pentingnya setiap insan memahami makna dan ciri-ciri kelompok radikal supaya tidak mudah terdoktrin untuk bergabung yang mengakibatkan akar tersebut semakin kuat dan radikalisme akan tumbuh subur. Faktor yang mengakibatkan munculnya sifat atau paham radikal antara lain kurangnya pengetahuan mengenai Islam.

Orang yang tidak punya fondasi dan pengetahuan yang kuat tentang Islam akan sangat mudah untuk percaya tentang pemurnian Islam, dan isu-isu lainnya sehingga sangat mudah untuk ia mau bergabung dalam kelompok radikal. Doktrin mengenai tauhid, ahli bid’ah, kafir dan thaghut mewarnai ucapan mereka.

Kaum radikal memahami hadis dan ayat Alquran secara tekstual, dengan artian mereka tidak pernah mencerna dengan matang maksud dari sebuah hadis dan ayat tersebut. Sumber hukum yang mereka gunakan hanya hadis dan Alquran, tanpa menggunakan qiyas dan ijma’. Kaum ini biasanya bersikap keras, menganggap sesuatu yang berbeda dengan dirinya adalah salah, kafir dan harus diperangi.

Kriteria Islam radikal menurut Karen Armstrong dalam buku Perang Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk adalah sebagai berikut pertama, kelompok yang memiliki keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung.

Kedua, di dalam kegiatannya mereka sering menggunakan aksi-aksi keras, dengan tidak menutup kemungkinan kasar terhadap kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan keyakinan mereka. Ketiga secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok radikal memiliki ikatan yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang khas.

Keempat, kelompok Islam radikal ini seringkali bergerak secara gerilya alias sembunyi-sembunyi, meskipun ada yang bergerak secara terang-terangan.

Majelis Taklim dalam Pendidikan

Majelis Taklim merupakan sebuah perkumpulan orang-orang yang menuntut Ilmu, khususnya pengetahuan agama. Majelis Taklim dalam lembaga pendidikan dibentuk untuk mewadahi para siswa untuk belajar agama bukan hanya di ruang kelas, kegiatan setiap majelis taklim di sekolah beragam.

Di antaranya ialah ngaji kitab kuning, rebana, mengkaji kitab mengenai haid, melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan hari besar keagamaan di sekolah. Dapat dikatakan bahwa majelis taklim hadir di setiap sekolahan untuk membantu pengurus OSIS untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan.

Sebagai orang tua pasti akan bangga ketika melihat buah hati mereka tumbuh dewasa dan matang pemikirannya, dalam beberapa ranah entah dalam ranah ilmu pengetahuan maupun agama. Tapi taukah orang tua apa saja kegiatan anak-anak mereka saat di sekolah? Ini adalah kewajiban orang tua untuk terus memantau dan mengawasi kegiatan putra-putri mereka.

Setelah anak tumbuh dewasa anak bisa menentukan hal yang baik dan buruk untuk dirinya, namun karena jiwa ingin tahunya yang amat kuat dan manajemen emosi yang belum terlaksana secara maksimal anak-anak akan mudah untuk mempercayai sesuatu baru yang mereka anggap benar. Salah satunya mengenai pemurnian islam.

BACA JUGA  Melawan Wahabisme, Paham Islam yang Merusak Kemanusiaan

Kekhawatiran ini dipicu dari beberapa majelis taklim di sebuah sekolah yang disinyalir memegang paham radikal. Tidak adanya campur tangan dari guru sebagai pembina membuat majelis taklim ini berdiri sendiri.

Dari pengakuan salah seorang anggota  majelis taklim ini, mereka akan melaksanakan kajian dengan ustaz virtual yaitu belajar dengan YouTube dan video. Menjadikan kiblat pengetahuan pada sebuah media. Hal ini dirasa kurang pantas apabila diterapkan dalam sebuah majelis taklim.

Menurut Tutty Alawiyah dalam buku Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, fungsi dari Majelis Taklim adalah tempat belajar mengajar dan lembaga pendidikan dan keterampilan. Ketiga, wadah  berkegiatan dan beraktivitas. Keempat, pusat pembinaan dan pengembangan. Kelima, jaringan komunikasi, ukhuwah dan silaturahim.

Dakwah dan Sosial Media

Sudah menjadi keharusan bahwa sebuah majelis taklim memiliki penanggung jawab dan juga seorang guru. Guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas. Bukan bersumber dan menjadikan media sosial seperti YouTube dan Instagram sebagai acuan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran yang menyangkut dengan keagamaan.

Apabila pembelajaran dilaksanakan hanya secara online seperti menonton video kajian dan membaca brosur atau pamflet di sosial media, terkadang seseorang akan menelan mentah-mentah tanpa mengkaji terlebih dahulu. Maka dari itu maraknya isu-isu radikalisme yang semakin mudah mendoktrin para jamaah melalui sebaran di berbagai sosial media.

Sebuah pamflet dalam Instagram bertuliskan “masih mau pegang yang bukan mahram? Rasulullah saw. bersabda, “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20:211).

Saya menangkap layar pamflet tersebut lalu mengirimkan ke guru saya dan menanyakan kebenaran hadis tersebut. Dengan moderat beliau menjawab: “Benar jika ditanggapi dengan luwes, karena beliau tidak akan setuju apabila ajaran Nabi jadi terkesan semenakutkan itu.”

Nabi Muhammad SAW menyebarkan Islam dengan penuh cinta dan kasih sayang, beberapa oknum yang membuat ajaran Nabi seolah mendiskriminasi dan menakutkan. Di sela perbincangan kami sang guru memberikan wejangan bahwa “Jangan belajar agama, apalagi yang berkaitan dengan ilmu ahwal melalui internet, carilah seorang guru dan langsung bertatap muka, saling bertukar keteladanan.

Yang jelas urusan agama bukan hanya soal otak dan pengetahuan. Semua itu hanya alat, yang terpenting adalah perilaku yang membentuk akhlak. Artinya tidak ada perang belajar agama lewat buku, internet maupun sosial media lainnya karena itu semua hanya alat. Sejatinya ilmu agama harus berguru langsung”.

Maka harus diwaspadai untuk para orang tua untuk terus memantau kegiatan anak-anak mereka termasuk organisasi yang mereka ikuti. Sebagai seorang pelajar yang kaya akan khazanah keilmuan, juga harus waspada apabila dalam sebuah organisasi yang diikuti terdapat hal yang dikiranya melenceng atau tidak sesuai hati nurani akan berbicara.

Maka, lebih baik meninggalkan organisasi tersebut sebelum terseret jauh ke dalam kebingungan dan indoktrinasi radikalisme. Untuk pihak sekolah harus mengutus salah seorang guru untuk mengawasi dan menjadi pembina sebuah majelis taklim, supaya akar-akar radikalisme tidak masuk kepada siswa-siswi melalui jalur suci yakni majelis taklim di sekolah. Waspadalah!

Anisa Rachma Agustina
Anisa Rachma Agustina
Mahasiswa Prodi PAI, Penggiat Literasi Pena Aswaja INISNU Temanggung.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru