30.1 C
Jakarta

Virus Corona dan Negosiasi Takdir Manusia

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanVirus Corona dan Negosiasi Takdir Manusia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Indonesia, seperti yang kita tahu, adalah negara religious. Religiusitas ini selalu mengantarkan warganya bersikap fatalistik begitu dihadapkan dengan suatu apapun. Percayalah semua sudah ada yang ngatur. Yang penting mah udah berusaha, semuanya hanya Tuhan yang bisa menentukan. Tuhan tidak bakal memberikan ujian melebihi dari kemampuan hamba-Nya. Kurang lebih begini desas-desus mereka.

Kini Indonesia sedang terjerat musibah wabah Virus Corona atau yang lebih akrab disebut dengan Covid 19. Presiden Jokowi menyarankan kepada seluruh masyarakat untuk beraktivitas di rumah, sehingga kemudian viral hashtag #dirumahaja. Himbauan ini kadang masih dipandang sebelah mata, sampai timbul kesan di benak masyarakat, pemerintah membatasi kerja seseorang yang terbiasa menghabiskan waktunya di luar rumah. Untuk membenarkan sikapnya, orang yang bersangkutan berargumen dengan nada fatalis: Corona itu kan makhluk Allah. Kita punya Allah yang Maha Segalanya. Takdir kita ada di Tangan-Nya.

Mengingat soal takdir, seakan diajak berdebat panjang dengan jutaan orang yang memiliki cara pandang yang berbeda. Berdiskusi soal takdir memang tidak semudah dibayangkan. Selalu dihadapkan dengan ego masing-masing. Sehingga, dihasilkan sebuah kesimpulan: Takdir memiliki kebenaran yang relatif. Pada masa dahulu, takdir pernah diperselisihkan di tengah-tengah kelompok Jabariyah dan Qadariyah. Bagi Jabariyah, takdir adalah hak prerogatif Tuhan, sedang manusia tidak memiliki peran sedikitpun. Berbeda, takdir, bagi Qadariyah, ada pada tangan manusia, sedang Tuhan hanya merestuinya.

Masih soal takdir. Pada masa Rasulullah Saw. datang seorang lelaki bertemu beliau. Si lelaki melepas kudanya di luar. Rasul bertanya: Mana kudamu? Si lelaki itu menjawab: Kuda saya ada di luar. Rasul menanyakan lagi: Sudah diikat? Mendengar jawaban kuda itu belum diikat, beliau meminta kuda itu diikat. Karena, sikap bertawakal atau bernegosiasi dengan takdir adalah dengan menghadirkan ikhtiar sebaik mungkin, baru bertawakal atau menyerahkan takdirnya kepada Sang Pencipta.

BACA JUGA  Perbedaan Muhammadiyah dengan NU dalam Penetapan Awal dan Akhir Ramadhan, Mana yang Benar?

Pesan Nabi Muhammad Saw. tentang bernegosiasi dengan takdir sesungguhnya masih sangat relevan bila dihadapkan dengan situasi genting akhir-akhir ini di Indonesia, bahkan di penjuru dunia, karena serangan Virus Corona yang telah melumat ratusan korban. Ikhtiar yang seharusnya dilakukan oleh kita adalah menenangkan jiwa, tidak panik, dan tetap waspada. Lebih dari itu, kita hendaknya menjaga kesehatan dengan cuci tangan, tidak banyak berinteraksi dengan kerumunan orang, dan sering-sering olahraga. Semua ikhtiar ini dapat memberikan efek kesehatan, baik lahir maupun batin. Kesehatan adalah investasi yang tiada bandingannya. Sehingga, pesan seorang dokter: Mencegah lebih baik daripada mengobati.

Setelah ikhtiar sudah dilakukan secara maksimal, kita baru bertawakal, menyerahkan diri kita kepada Sang Pencipta yang kuasa mengatur segala perjalanan hidup manusia. La haula wala quwwata illa bil-Lahi al-Alyy al-Azhim. Tiada daya dan kekuatan melainkan hanya dengan kuasa Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Kita ini makhluk yang lemah, yang hanya mampu berikhtiar, tapi tidak mampu menentukan nasib dari ikhtiar itu. Kita ini hanyalah makhluk yang kecil, malah lebih kecil dari planet bumi yang kecil ini. Subhanallah!

Selalu hadirkan Tuhan dalam setiap perjalanan hidup. Sehingga, setiap persoalan yang kurang menyenangkan dapat kita respons dengan fun, menyenangkan. Karenanya, kita tetap tenang, tapi tetap waspada. Di tengah peliknya serangan Virus Corona, selalu tanamkan dalam benak kita, setelah kita berusaha, sebuah pesan dari kalimat: La mani’a lima a’thaytha wala mu’thiya lima mana’ta. Tiada seorangpun yang dapat mencegah bila Kamu berkehendak mengabulkan sesuatu. Sebaliknya, tiada seorangpun yang dapat mengabulkan sesuatu bila Kamu berkehendak menolaknya.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru