29.1 C
Jakarta

Ustaz Supriono Hadi: Sang Ideolog Khilafatul Muslimin yang Memframing Membenci Islam

Artikel Trending

Milenial IslamUstaz Supriono Hadi: Sang Ideolog Khilafatul Muslimin yang Memframing Membenci Islam
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Kita tahu bahwa Khilafatul Muslimin mempunyai visi misi yang bombastis. Ingin mengganti Pancasila dengan muslihat dan alasan-alasan yang halus, longgar, santai, dan masuk akal. Dengan begitu, mereka ingin mengambil kepercayaan masyarakat untuk masuk dalam perangkapnya.

Khilafatul Muslimin mengklaim tidak ingin mengganti Pancasila dan NKRI. Menurut mereka, keberadaan mereka tidak berbahaya. Bagi mereka, Khilafatul Muslimin dibentuk dengan tujuan sebagai sistem atau wadah tempat berkumpulnya atau bersatunya umat Islam. Mereka mengklaim tidak menuntut pengambilalihan kekuasaan, karena punya wilayah sendiri, dan harus ditegakkannya syariat sempurna. Namun demikian, semua itu tidak masuk akal, jika kita lihat siapa pendirinya dan siapa yang ada di baliknya.

Supriono Hadi Sang Ideolog Khilafatul Muslimin

Dialah Abdul Qadir Hasan Baraja, eks napiter teroris kelas kakap, salah satu teman dekat Abu Bakar Ba’asyir, pengasuh pondok Ngeruki, Sukoharjo. Abdul Qadir Hasan Baraja kini disebut sebagai Kholifah atau Amirul Mukmin alias Pimpinan Pusat Khilafatul Muslimin Internasional, untuk seluruh dunia ada di Lampung. Kekuasaan dan perintah penuh ada di tangan Baraja.

Sementara bawah Kholifah/Amirul Mukmin, ada namanya Amir Daulah Sumatra: Ustaz Supriono Hadi yang wilayahnya meliputi Lampung sampai Aceh. Supriono Hadi ini memiliki keistemewaan di dalam kelompok Khilafatul Muslimin. Supriono Hadi salah satu orang yang sangat tangguh dalam mengatur taktik dan strategi pergerakan. Dia juga orang yang merupakan ideolog Khilafatul Muslimin.

Salah satu produk pemikiran Supriono Hadi adalah taktik “tidak untuk mengganti negara Indonesia. Khilafatul Muslimin tidak menuntut perubahan sistem dan mengambil alih negara”. Di tangan Supriono, muncul tawaran bahwa Khilafatul Muslimin sebatas organisasi untuk wadah persatuan umat Islam di seluruh dunia. Supriono menyebut Khilafah adalah sistem sebagaimana Nabi Muhammad muncul sendirian, tanpa ada kekuasaan, dan tidak punya keinginan harus merampas negara, merongrong negara.

Alasan Riil Penolakan Pada Khilafatul Muslimin

Namun, segala isu yang ditangkis dan ditawarkan Supriono, di mata masyarakat, menjadi hal yang sia-sia. Ini karena, mereka telah mendakwah diri menjadi juru kunci penyelamat umat dan masalah-masalah yang terjadi di dunia. Menurut mereka, jika dunia ingin  selamat, dunia harus ikut dan masuk pada Khilafatul Muslimin. Dan tidak boleh menolaknya.

Namun masyarakat tetap menolak. Karena masyarakat menganggap Khilafatul Muslimin hanyalah kedok organisasi keagamaan yang tidak cocok bagi masyarakat Indonesia. Baik dari ideologinya, maupun dari segi program, misi-visi, dan segala keinginan mereka. Masyarakat melihat, dari gerakan dan hal-hal yang diproduksi bertentangan dengan nilai masyarakat yang telah terjalani beradab-abad silam. Mereka menawarkan cara keagamaan transnasional. Bahkan mereka kerjaannya hanya menjelekkan organisasi keagamaan yang lain dan pemerintah. Oleh sebab itu, masyarakat menolak keberadaannya.

Taktik Supriono Hadi yang Sia-sia

Karena masyarakat menolak, maka Supriono, menganggap orang Indonesia penuh dengan fanatisme, berjiwa emosional dan cenderung membawa segalanya ke garis ekstrem. Bagi Supriono, mereka harus belajar memahami segala sesuatu dengan “akal sehat” dan penglihatan yang imbang. Bagi dia pula, di saat fanatisme meninggi karena ragam faktor, termasuk faktor politik, akal cenderung dikecilkan bahkan dikucilkan. Akibatnya penglihatan menjadi sempit, bahkan kabur melihat kebenaran. Karena itu pula orang akan membenci khilafah.

Padahal, bagi Supriono, khilafah adalah hal yang baik. Dan itu sudah digariskan ada di dunia. Bahkan disebut di dalam Al-Quran. Maka demikian, klaim Supriono, pada umumnya umat menerim khilafah, namun hanya takut kepada negara. Sehingga, mereka, memahaminya bahwa khilafah adalah sebuah negara. Maka dengan demikian akan menyebabkan penyempitan terhadap makna khilafah itu sendiri, karena khilafah itu adalah fil ardh.

BACA JUGA  Khilafah di Indonesia: Antara Ghirah Keislaman dan Kecemasan Berbangsa-Bernegara

Kemudian untuk membantah di atas, Supriono, memakai ayat (QS 2:30): “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS 2:30).

Bagi Supriono, ayat tersebut menjelaskan tentang tujuan utama penciptaan manusia yang pertama adalah menjadi khalifah di muka bumi dan akan mempertanggungjawabkan tugas kekhalifahannya itu di hadapan Allah. Menurutnya, Islam memandang manusia sebagai makhluk yang mulia dan bermartabat, diberi tanggung-jawab untuk mengelola kehidupan di muka bumi atau dalam istilah Al-Quran disebut khalifah fil ardh. Tugas utama sebagai khalifah adalah mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kedamaian bagi semua makhluk di alam semesta (rahmatan lil alamiin).

Tujuan kedua, menurutnya, adalah manusia diwajibkan untuk beribadah dengan menyebut ayat (QS 51:56). Supriono, mengartikan bahwa beribadah adalah bersalat dan lain-lain yang sifatnya adalah tentang furuiyah. Suatu penafsiran yang simplistik dan tekstual. Namun, untuk menarik pada khilafah, Supriono, berlandasan ayat di atas menyebut bahwa, manusia dikatakan beribadah kepada Allah apabila berusaha mewujudkan kekhalifahannya di muka bumi ini. Sebaliknya, apabila manusia itu menghalangi, menolak atau tidak menegakkan kekhalifahan Allah SWT di muka bumi ini, manusia tersebut menjadi bermaksiat atau durhaka kepada Allah, SWT.

Framing Membenci Islam

Menurut Supriono, jika ada klaim tentang khilafah masih dialamatkan kepada arti yang lain, itu sebab dari kebencian terhadap Islam. Menurut Supriono, itulah pintarnya musuh-musuh islam mencekoki umat islam dengan pemahaman-pemahaman bahwa khilafah adalah ajaran yang bakal menghancurkan negara. Bagi Supriono, ber-khilafah itu dalam rangka untuk beribadah sebagai kewajiban yang memiliki sebuah konsekuensi yaitu harus dilaksanakan oleh orang-orang beriman dan jika tidak akan bernilai dosa di hadapan Allah SWT.

Maka jika ada yang tidak menjalankan perintah di atas, yaitu mendidikan khilafah, dan menjadi orang beribadah-bertakwa, maka ia akan masuk pada golongan yang membenci khilafah. Menurutnya, konsekuensi orang beribadah adalah mendirikan khilafah, bukan menolaknya. Orang beriman-bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa adalah orang yang berserah diri kepada Allah SWT, seperti ayat (QS 3:102).

Dilihat dari penjelasan ini saja, betapa pintarnya Supriono, dalam memberikan alasan-alasan masuk akal mengenai khilafah. Supriono, sama dengan Aman Abdurrahman, menjadi ideolog yang memberikan pikiran-pikiran yang dibutuhkan oleh komunitas dan pengikutnya dalam suasana genting. Tapi pikiran Supriono, hanya diterima oleh orang yang buta huruf terhadap sejarah Islam, keagamaan, dan politisasi keagamaan di Indonesia. Untuk mereka Supriono adalah ilmuan tapi sekaligus menjadi orang yang bahaya. Kini Supriono Hadi adalah Amir Daulah sang ideolog Khilafatul Muslimin berbahaya.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru