26.5 C
Jakarta

Urgensi Menyelamatkan Lembaga Pendidikan dari Ideologi Khilafah

Artikel Trending

KhazanahOpiniUrgensi Menyelamatkan Lembaga Pendidikan dari Ideologi Khilafah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Beberapa waktu yang lalu, sempat geger dan santer diwartakan publik terkait dengan himbauan Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung (selanjutnya Babel) kepada sekolah SMA/SMK sederajat di wilayahnya untuk membaca dan merangkum isi buku “Muhammad Al-Fatih 1435”, karya Felix Siauw. Hal ini merupakan suatu penanda bahwa ideologi khilafah sudah masuk di relung hati sebagian pejabat struktural pendidikan kita.

Padahal sudah jamak diketahui bahwa Felix Siauw merupakan aktivis tulen HTI dan karya bukunya ini substansinya pasti  bertentangan dengan ideologi pancasila. Karya monumentalnya Felix ini tidak berisi penumbuhan semangat perjuangan Muhammad Al-Fatih sebagai konsepsi ajaran khilafah ala minhaj an-nubuwwah sebagaimana kita pahami dalam ajaran ahlussunnah Wal Jamaah. Karena sosok Sultan Mehmed II sendiri dalam sejarahnya merupakan sang penakluk Konstantinopel, kota yang dalam sejarahnya sangat sukar ditaklukkan. Felix Siauw dalam bukunya ini ingin memaparkan ilusi romantisme khilafah di masa lalu.

Sementara khilafah sendiri secara de jure merupakan ideologi terlarang di Indonesia. Tetapi, sebagai sebuah ideologi, khilafah akan senantiasa hidup dalam laci pemikiran masyarakat Indonesia. Khilafah faktanya di dunia nyata hampir sukar terlihat, tetapi di dunia maya konten mereka sangat mengakar bahkan khilafahers menguasai media sosial kita.

Hampir setiap hari mereka membanjiri media sosial dengan konten-kontennya, bahkan belakangan ini sering menjadi trending topics di kanal Twitter. Setidaknya tagar-tagar mereka masuk di 7 besar trending, seperti seperti #KhilafahMenyetahterakanRakyat, #rindusyariah, #khilafahajaranislam, #khilafahdinusantara dan #khilafahmuliakanperempuan dan sebagainya.

Arus Deras Ideologi Khilafah

Para aktivis khilafah saat ini bisa dikatakan telah menguasai dan terus membanjiri dunia maya dengan konten narasinya. Narasi dakwah islam yang dikonsumsi oleh kalangan milenial juga banyak yang berasal dari kelompok mereka. Jika kita mencoba search di internet, konten mereka kebanyakan nangkring di halaman pertama mesin pencarian, sehingga itulah yang kemudian menjadi asupan keagamaan islam kalangan anak muda.

Dalam konteks ini, telah banyak siswa yang terpapar khilafah tahririyah sejak Sekolah Menengah. Sebagian besar siswa-siswa yang masuk ke perguruan tinggi sudah dicekoki doktrin khilafah oleh kelompok HTI sejak dari jenjang SMP sampai SMA, melalui organisasi Rohis di Sekolah atau dengan halaqoh-halaqoh yang sifatnya non-formal. Ketika masuk perguruan tinggi, para mahasiswa baru ini sudah begitu yakin dengan doktrin khilafah tahririyah yang sudah tertanam dalam keyakinan mereka, sehingga membutuhkan sinergitas civitas kampus untuk melakukan deradikaliasi kepada mereka.

BACA JUGA  Pilpres 2024; Ulama Sebagai Komoditas Politik Semata?

Apalagi saat ini hampir di semua kampus baik Perguruan Tinggi Negeri/Swasta atau bahkan PTKIN terdapat organisasi radikal seperti Lembaga Dakwah Kampus yang menjadi media persemaian ideologi radikal seperti khilafah di kampus. Meskipun demikian menurut Zaprulkan (2020), sebagian besar dosen tidak peduli dengan para mahasiswanya. Mau terpapar khilafah tahririyah atau tidak, mereka tidak peduli. Jadi cuma segelintir dosen yang peduli dengan mahasiswa yang sudah terpapar khilafah tahririyah dan mengupayakan deradikalisasi. Karena itu, cukup sulit menyadarkan mereka untuk mengubah mindsetnya.

Cukup banyak Lembaga birokratis kita saat ini yang terpapar ideologi khilafah, terutama lembaga pendidikan di Indonesia. Dinas Pendidikan Provinsi Babel ini hanya secuil dari angka keterpaparan birokrasi yang sebenarnya terjadi di Indonesia, di tengah masih banyak lembaga yang belum menunjukkan eksistensi keterpaparannya. Setidaknya hal ini menunjukkan adanya fenomena gunung es dari banyaknya birokrasi Indonesia yang terpapar khilafahisme.

Untuk itu, perlunya meretas keterpaparan lembaga/birokrasi khususnya lembaga pendidikan kita dari virus khilafah. Salah satunya dengan sinergitas antara Kementrian Pendidikan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Ketiga Kementrian tersebut perlu mengeluarkan kebijakan yang terarah dan terpadu untuk mereduksi keterpaparan lembaga birokratis di bawah kementriannya, karena khilafah merupakan ideologi yang bertentangan dengan Undang Undang dan sejak tahun 2017 telah menjadi ideologi/paham terlarang di Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini jangan hanya berwacana, tetapi harus bertindak tegas. Sebab kalau pemerintah bersikap tanggung atau setengah hati, bisa jadi HTI akan semakin leluasa dan merajalela. HTI justru akan semakin berkembang dengan pesat di Indonesia. Apalagi mereka sudah berhasil masuk melalui gerbang yang strategis, yakni melalui lembaga pendidikan.

Akhirnya, lembaga pendidikan harus bersih dari ideologi khilafah, baik dari pejabat struktural, para Guru, siswa, Dosen dan Mahasiswa. Karena pendidikan adalah corong mencetak kader penerus bangsa. Peristiwa di lembaga pemerintahan Provinsi Babel tersebut menjadi alarm berharga bagi kita untuk terus waspada dalam menghadapi khilafahisme yang hingga hari ini semakin melebarkan sayapnya untuk mendapatkan simpati masyarakat di Indonesia.

Ferdiansyah
Ferdiansyah
Peneliti The Al-Falah Institute Yogyakarta, IG: @ferdiansahjy

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru