32.1 C
Jakarta

Tugas Suci Membumikan Moderasi Beragama dan Memberedel Ekstremisme

Artikel Trending

KhazanahPerspektifTugas Suci Membumikan Moderasi Beragama dan Memberedel Ekstremisme
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Beberapa tahun terakhir, muncul berbagai pandangan-pandangan dan gerakan politik Islam yang cenderung ekstrem atau berlebihan, seperti ISIS, Jamaah Islamiyah, Hamas, serta Taliban yang baru-baru ini muncul kembali di Afghanistan. Gerakan politik Islam tersebut memandang bahwa sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis maka tidak sah. Moderasi beragama bahkan dianggap lembek dan menyimpang.

Selain itu, kita juga menyaksikan bahwa di Indonesia banyak orang yang beranggapan mengenai tradisi tertentu yang dianggap bid’ah, musik dianggap sebagai kemusyrikan, bahkan seseorang dengan mudahnya mengafirkan orang lain. Terciptanya pemikiran ekstrem tersebut dikarenakan wawasan yang sempit dan pemahaman yang kurang dalam.

Dunia online memunculkan banyak informasi serta pengetahuan. Akan tetapi, kondisi internet di Indonesia bagaikan sungai yang mengandung limbah beracun, karena di dalamnya mengandung berbagai pandangan-pandangan yang ekstrem.

Oleh karena itu, kita harus mampu menggunakan internet dengan sebijak-bijaknya. Kita  meyakini bahwa agama Islam sebagai agama yang baik, namun ada banyak pandangan-pandangan yang outputnya memandang agama Islam sebagai agama yang ekstrem.

Dalam konteks membumikan moderasi beragama, harus menggunakan berbagai macam pendekatan. Moderasi secara umum artinya moderat, yang merupakan lawan dari ekstrem, atau berlebihan dalam menyikapi perbedaan dan keragaman.

Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah yang tercantum dalam QS. Al  Baqarah [2] : 143. Kata al-wasath bermakana terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis juga disebutkan bahwa sebaik-baik persoalan adalah yang berada di tengah-tengah.

Umat Islam seharusnya bersikap moderat, karena karakteristik umat Islam adalah Ummatan Wasathan dengan artinya pertengahan. Sikap wasath diperoleh karena ajaran yang dianutnya bercirikan wasathiyah.

Saat ini, karakteristik dasar ajaran Islam moderat tertutupi oleh ulah sebagian kalangan umatnya yang bersikap radikal atau liberal. Fanatisme dan ekstremisme merupakan faktor yang membuat Islam jauh dari ajaran wasathiyah.

Tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholish Madjid (Cak  Nur), Muhammad Quraish Shihab, Syafii Ma’arif, dan Azyumardi Azra termasuk cendekiawan muslim juga sering mengampanyekan moderasi beragama.

Sebab, moderasi beragama merupakan solusi atau jalan tengah bagi ekstremitas kiri dan kanan. Dalam berbagai kesempatan, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menyampaikan bahwa  hakikat semua agama adalah mengajarkan moderatisme, bukan ekstremisme.

BACA JUGA  Pancasila dan Bela Palestina: Menangkal Propaganda Khilafah di Indonesia

Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk bertindak di luar batas (ekstrem). Maka dari itu, moderasi beragama merupakan solusi terbaik untuk memperkokoh persatuan bangsa Indonesia yang memiliki berbagai macam keberagaman.

Moderasi beragama pada dasarnya tidak terlepas dari akidah Ahlusunnah waljama’ah (Aswaja) yang dapat digolongkan paham moderat. Perkataan Ahlusunnah waljama’ah dapat diartikan sebagai “para pengikut tradisi Nabi Muhammad dan ijmak (kesepakatan) ulama”.

Sementara itu, watak moderat (tawassuth) merupakan ciri Ahlussunah waljamaah yang paling menonjol, di samping juga i’tidal (bersikap adil), tawazun (bersikap seimbang), dan tasamuh (bersikap toleran), sehingga ia menolak segala bentuk tindakan dan pemikiran yag ekstrem (tatharruf) yang dapat melahirkan penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran Islam.

Dalam pemikiran keagamaan, juga dikembangkan keseimbangan (jalan tengah) antara penggunaan wahyu (naqliyah) dan rasio (aqliyah) sehingga dimungkinkan dapat terjadi akomodatif terhadap perubahan- perubahan di masyarakat sepanjang tidak melawan doktrin-doktrin yang dogmatis.

Mempraktikkan moderasi beragama dalam kehidupan bermasyarakat masih menghadapi banyak tantangan, baik internal maupun eksternal. Secara eksternal, tantangan implementasi moderasi beragama datang dari kelompok-kelompok yang tidak menginginkan bangsa Indonesia damai dan tumbuh besar.

Oleh karena itu, gerakan membumikan moderasi beragama di Indonesia selalu dihalangi dengan berbagai cara, termasuk dengan menyuburkan benih-benih isu sara dan sektarian. Sementara di antara tantangan internal adalah adanya
penafsiran yang keliru atas teks-teks agama oleh sebagian pengikutnya.

Contoh nyata dari kekeliruan itu adalah penafsiran ayat-ayat jihad yang
dipahami oleh sebagian kelompok ekstremis muslim hanya sebatas perang
fisik terhadap pemeluk agama lain atau bahkan terhadap kelompok yang
tidak sependapat dengan mazhabnya.

Moderasi didapatkan dengan sikap keterbukaan, artinya terbuka dan tidak hanya mendapatkan dari agama itu sendiri. Indikator kunci moderasi yaitu sikap komitmen bernegara yang artinya kesetiaan pada ideologi negara, lalu sikap toleransi pada sosial, politik, maupun agama dan sikap anti radikalisme, yakni dukungan anti-kekerasan.

Hikmah Nursidik
Hikmah Nursidik
Penulis lepas seputar keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru