32.7 C
Jakarta

Toleransi Dewa 19 untuk Korban Covid 19

Artikel Trending

Milenial IslamToleransi Dewa 19 untuk Korban Covid 19
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Siapa di antara kita yang tidak kenal nama Dewa 19, sebuah nama grup band tenar di taraf nasional hingga internasional. Karya-karyanya telah mampu memikat belahan jiwa para penonton hingga membuat mereka terasa senang dan bahagia. Namun, pasca kemunculan Covid 19 ibarat konser musibah yang menteror psikologi masyarakat dunia.

Toleransi Dewa 19 telah merangkai beragam makna di balik fakta dan peristiwa. Dari sebagian masyarakat kian banyak yang menjadi korban hingga meninggal dunia, intoleransi sosial semakin meningkat pasca masyarakat menolak pemakaman segelintir korban yang terpapar virus corona.

Teologi toleransi tidak hanya mengungkap satu fenomena, yaitu kerukunan dalam keberagaman. Melainkan toleransi adalah bagaimana kita mengamalkan substansi agama yang mengajak pada simbol kedamaian, bahkan tidak hanya itu saja. Toleransi mengurai bagaimana kita menghormati manusia.

Dimanakah kemanusiaan kita pada korban Covid 19? Dan kenapa kita harus menolak untuk menguburkannya? Fenomena ini bersentuhan dengan perilaku kemanusiaan (humanity) sesama umat beragama (ukhwah ad- diniyah), agar sebagai makhluk Tuhan menghormati dan memulyakan manusia.

Pada kenyataannya, di tengah pluralitas agama (pluralism) masyarakat tidak sadar bahwa telah ada masalah dengan diri kita. Haruskah kita berdiam diri hinga banyak timbul masalah? Pertanyaan ini telah memberi respon positif pada masyarakat yang tetap menolak korban Covid 19 (intoleransi).

Sungguh masih ada di antara kita yang kurang memahami secara mendasar bagaimana konsep moderasi beragama (al-din al-wasathiyah) itu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa keimanan kita telah membuat belahan jiwa tertutup rapi tanpa harus sadar, peduli, dan bersikap toleransi.

Ketika konflik sosial dan agama itu masif intoleransi dan rasa kemanusiaan telah hilang. Lalu, yang muncul hanya rasa benci dan emosi membuat kita tidak bersikap manusiawi. Narasi ini tentu berangkat dari rasa peduli dan toleransi melihat segelintir masyarakat menolak pemakaman korban Covid 19.

Dewa 19 dan Spirit Toleransi

Selasa, 21 Juni 2007 di Bali. Dewa 19 telah mengisi acara Konferensi Toleransi Beragama Internasional dengan lagu membawakan lagunya “Satu” dan “Laskar Cinta” (Warrior of Lave) yang dinyanyikan oleh dua personelnya. Ia adalah Ahmad Dhani dan Once tampil secara bergemilang.

Kala itu, mereka (Dewa 19) telah diundang LSM Amerika. Dalam perhelatan itu hadir kiai Abdurrahmah Wahid atau Gusdur dari Nahdlatul Ulama, dan buya Syafii Maarif dari Muhammadiyah. Lebih dari itu, mendapat penghargaan dari LSM keagamaan Amerika karena membumikan toleransi dan kedamaian.

Dilansir channel youtube Danny Gaida Tera Elgar, Ahmad Dhani mengatakan. “Undangan itu ada hubungan dengan toleransi agama di tubuh Dewa 19. Mungkin Dewa 19 dianggap yang stand for tolerance and pluralism. Artinya, lagu ini memang sengaja diciptakan untuk melawan pemikiran-pemikiran radikal, ekstremisme kekerasan, bahkan ia tegas melawan terorisme tidak harus dengan senjata, tetapi bisa dengan musik dan budaya. Dan itu bukan dunia politik, tetapi dunia kemanusiaan. Karena itu, terorisme sebenarnya bukan masalah politik, tetapi masalah kemanusiaan.

Urgensi toleransi di tengah kehidupan umat beragama membuat peserta konferensi dari USA, Abraham Cooper, mengatakan. “Kita berharap bahwa Dhani dan teman-temannya mempunyai kesempatan untuk menjadi contoh bagi perjuangan hak asasi manusia di Indonesia dan bagi anak-anak muda di Amerika.”

BACA JUGA  Stop Polarisasi! Rakyat Indonesia Mesti Bersatu

Gusdur pun ikut andil memuji Ahmad Dhani sebagai leader grup Dewa 19, bahkan ia menulis sebuah artikel di kolom The Washington Post judulnya “In Indonesia, Songs Againts Terrorism” karya ini yang memperjelas bahwa melalui pentolan grup musik Dewa, sebagai orang yang turut berperan dalam meredam aksi terorisme.[sumber: detikhot 17/10/05]

Dalam situasi darurat Covid 19, inilah kita mendapat momentum hikmah di balik musibah. Sedangkan Dewa 19 telah memberikan nilai-nilai positif terhadap kemajuan agama, bangsa, dan negara. Dalam konteks menjaga ruang toleransi, kerukunan, keberagaman, kemajemukan, dan kebhinekaan.

Tragedi kekerasan atas nama agama tidak hanya terjadi dalam Islam saja, tetapi agama lain. Oleh karena itu, menurut penulis semua agama esensinya mengajarkan pentingnya akan nilai-nilai toleransi dan kemanusiaan. Dua rantai ini telah merubah cara pandang kita pada agama yang inklusif.

Moderasi beragama tentu menempatkan kemanusiaan di atas toleransi dan kedamaian. Agama tanpa narasi damai memicu aksi kekerasan, sedangkan kekerasan hanyalah menjadi faktor awal terjadinya korban kemanusiaan. Sejatinya, agama adalah pengamalan moral dan etika itu sendiri.

Dunia Damai

Deklarasi Dewa 19 merangkum beragam hikmah dalam kehidupan umat beragama. Sebab itu menumbuhkan semangat toleransi dan mengajak kita untuk melawan aksi radikal, dan terorisme. Dunia damai tentu membuat kehidupan keberagaman kembali merajut harmoni sosial dan menjadi solusi semua agama.

Melawan aksi terorisme adalah sama halnya kita berjihad atas nama agama demi keselamatan kemanusiaan. Pun Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tidak mengajarkan umatnya bertindak kekerasan dengan menggunakan dalil-dalil agama itu sendiri. Justru hal ini melawan perintah Tuhan.

Firman Tuhan dalam QS. al-Hujurat: 13. Artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Dalam konteks keberagaman Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia patut memberikan contoh atau teladan toleransi agama pada dunia. Dunia yang serba konflik, layaknya agama menjadi produk perdamaian guna menutup ancaman aksi radikal, intoleran, dan terorisme.

Kementerian Agama melalui pedoman buku moderasi beragamanya telah merumuskan tentang indikator moderasi beragama yang akan digunakan. Pertama, komitmen kebangsaan (wathaniyah). Kedua, toleransi (tasamuh). Ketiga, anti­kekerasan. Keempat, akomodatif terhadap kebudayaan lokal.[hal. 43]

Dewa 19 merupakan grup yang mampu membuat masyarakat sadar akan toleransi dan kemanusiaan di tengah pandemi Covid 19. Sehingga musibah ini secara sosial melerai konflik sosial dan agama. Paling tidak, kita perlu banyak mengambil pelajaran penting (hikmah) di balik fenomena corona.

Pada akhirnya, Covid 19 telah mengajarkan kita hidup sehat dan saling menebar manfaat. Begitu juga Dewa 19 dengan lagu “Laskar Cinta” membuat kita semua tertuntut mengamalkan hadis “Sebaik-baik manusia adalah paling bermanfaat bagi manusia.”(HR. Ahmad, at-Thabrani, ad-Daruqutni)

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru