27.3 C
Jakarta

Terorisme Tiada Akhir, Mengapa?

Artikel Trending

EditorialIndonesiaTerorisme Tiada Akhir, Mengapa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Aksi terorisme kembali terjadi. Pada Senin (1/6) lalu, yang bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila, terjadi penyerangan Markas Kepolisian Sektor Daha Selatan, Kalimantan Selatan. Polisi berhasil menemukan barang bukti, bahwa ternyata pelakunya ada kaitannya dengan teroris transnasional: Islamic State Irak-Suriah (ISIS).

“Kami menemukan barang bukti yakni sepeda motor, dokumen beridentitas ISIS seperti syal dan ID card, serta selembar surat wasiat bertulis tangan dan Al-Qur’an kecil yang disimpan di tas pinggang pelaku,” terang Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Komisaris Besar Mochamad Rifa’i, seperti dilansir Tempo.

JAT, ISIS, adalah aktor aksi-aksi terorisme di negeri ini. Mereka menebar teror di mana-mana dan berbagai motif. Di Poso terutama, bahkan mereka menguasai medan. Aksi mereka beberapa waktu lalu, menembak seorang polisi, cukup memberi tahu masyarakat bahwa terorisme di negeri ini masih jauh dari kata musnah. Mereka masih mendominasi di setiap aksinya.

Persoalan kenapa terorisme terkesan tidak memiliki ujung penyelesaian, dan apa kebijakan yang dapat enghentikan seluruh pergerakan mereka, belum ada yang bisa memecahkannya. Selama dua dekade terakhir, sudah tak terhitung julah teror terjadi. Padahal jika bicara tentang kebijakan responsif pemerintah tidak kalah represif. Tetapi kenapa terorisme tak jua musnah?

Ke depan, semakin majunya teknologi, aksi teror semakin beragam, sehingga semakin tambah sulit mengatasinya. Padahal di saat yang sama, eksistensi NKRI harus dipertahankan sekokoh-kokohnya. Pemerintah tidak bisa stagnan dari segi kebijakan. Atau jika tetap demikian, titik terang penanganan terorisme semakin kabur, dan terorisme tidak akan pernah ada akhirnya.

Terorisme: Proses dan Produk

Terorisme adalah persoalan yang kompleks, dan kompleksitas tersebut menambah kadar rumit penanggulangan terorisme itu sendiri. Sungguhpun demikian, ia tidak terjadi begitu saja. Pelaku teror sudah mengalami segmentasi yang panjang, hingga akhirnya ia menjadi teroris. Dalam hal ini perlu digarisbawah, antara terorisme sebagai proses, atau sebagai produk.

Terorisme sebagai proses adalah kegiatan indoktrinasi, yang dilakukan oleh orang-orang berpandangan radikal-ekstrem. Proses tersebut juga memakan waktu yang tidak sebentar dan perangkat yang tidak sedikit. YouTube, website, atau indoktrinasi langsung secara verbal adalah perangkat yang digunakan dalam menanamkan mindset radikal, merusak pikirannya.

Aktor indoktriner berasal dari generasi yang terlebih dahulu terjerumus radikalisme, lalu menjadi agenda rutin yang dilakukan secara turun-temurun antargenerasi. Proses kaderisasi teroris ini tidak sekadar bergerak lokal, bahkan difasilitasi oleh organisasi transnasional. Banyak anak negeri yang berlatih ke Afganistan dan Suriah, tak lain adalah bagian proses itu sendiri.

Sementara itu, terorisme sebagai produk adalah klimaks, yang mengaktori aksi-aksi teror di berbagai tempat. Terorisme dalam hal ini sudah tidak lagi berupa doktrin, melainkan produk doktrin, yang mengejawantah dalam perilaku-perilaku teroris yang bersangkutan. Intimidasi, persekusi, dan aksi amoral lainnya seakan menjadi halal, karena produk terorisme yang merusak otaknya.

Antara sebagai proses dan sebagai produk, terjadi kesinambungan. Mereka yang sudah jadi produk terorisme akan melakukan indoktrinasi ke yang lain, menularkan korsleting otaknya sehingga memengaruhi orang lain untuk melakukan aksi yang sama. Ini semua berjalan secara terus-menerus bahkan mengalami eskalasi kuantitas.

Pada saat yang sama, pemerintah merespons terorisme tidak dengan kebijakan jitu yang dapat membunuh mereka ke akar-akarnya. Kadang kebijakan pemerintah represif, kadang lembek. Alasannya mungkin karena masih banyak urusan lain selain terorisme, yang juga memerlukan perhatian. Tetapi, bukankah alasan tersebut semakin menambah optimisme teroris?

Pasang-surut penanggulangan terorisme menjadi persoalan lain mengapa terorisme tidak pernah berakhir menggerogoti Indonesia. Satu kebijakan dibuat untuk membungkam mereka, pemerintah kemudian merasa menang. Pada saat kondisi kelengahan pemerintah, teroris beraksi kembali.

Pasang-Surut Penanggulangan

Mengapa kemudian menjadi sukar sekali memberantasnya, kembali lagi pada komitmen pemerintah dalam menanggulanginya. Pemerintah memang sudah melibatkan TNI dalam memberantas terorisme, tetapi kinerja militer hanya mengandalkan senjata. Perihal taktik, mereka tidak ahli, sehingga mindset teror tidak mereka pecahkan, kecuali dengan membunuh teroris itu sendiri.

Padahal, kawan si teroris jelas tidak akan tinggal diam. Mereka akan balas dendam atas kematian rekannya. Hingga di sini mudah dipahami kenapa aksi mereka terjadi secara berurutan, karena aksi yang dilakukan merupakan hasil dendam kesumat. Umumnya, korban mereka adalah polisi, karena tujuan mereka adalah menakuti, baik itu berhasil maupun tidak.

Efektivitas kebijakan pemerintah hari ini perihal terorisme masih di awang-awang, belum terlihat secara konkret. Para pelaku teror masih berkeliaran di berbagai tempat, meski di Jawa sendiri kadarnya sudah kecil sekali. Rata-rata aksi terorisme terjadi di luar Jawa, barangkali karena komitmen pemerintah di luar Jawa minim, lalu dimanfaatkan para teroris.

Penanggulangan terorisme harus ke akar-akarnya, mencapai penghangusan doktrin yang melatarbelakanginya. Edisi sebelumnya sudah mengulas hal tersebut secara rinci. Mindset radikal harus diberantas terlebih dahulu. Sementara itu, militer membantu menanggulanginya secara tindakan, sehingga pemberantasan terorisme menjadi sesuatu yang utuh.

Berbagai langkah sudah dibahas, berbagai taktik sudah diterapkan. Jika persentase terorisme tidak mengalami penurunan angka, dan tetap menghantui negeri, maka perlu disoal kembali tentang hal-hal yang telah diulas di atas. Sekali lagi, terorisme adalah persoalan yang kompleks, yang hanya bisa ditanggulangi dengan taktik yang kompleks pula.

Jadi, kenapa terorisme di negeri ini tidak lekas-lekas berakhir? Mungkin penanggulangannya belum pada taktis yang komprehensif.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru