26.1 C
Jakarta

Terorisme di Era Modern: Kondisi Islamophobia Melawan Hegemoni Barat

Artikel Trending

KhazanahPerspektifTerorisme di Era Modern: Kondisi Islamophobia Melawan Hegemoni Barat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sejak runtuhnya menara WTC, kiblat kekerasan dan terorisme terus dihadapkan pada Islam. Tragedi yang menelan 6.000 korban, membuat Amerika dan Eropa melakukan perlawanan pada aksi kekerasan dan terorisme. Segala bentuk politik Islam dicurigai sebagai bentuk kekerasan. Kini, setelah beberapa tahun terlewat, nampaknya budaya Islamophobia masih kental di masyarakat. Islamophobia terus memberikan warna dan menjadi penanda kehidupan muslim di seluruh dunia.

Sebenarnya sebelum aksi itu terjadi, Barat telah meluncurkan berbagai bentuk kekerasan yang mengundang reaksi umat Islam. Tindakan terorisme tidak mungkin terjadi bila tidak ada pihak yang melakukan pemancingan. Inti dari tindakan terorisme adalah balas dendam, dimana kebanyakan dari pelaku teror merupakan korban ketertindasan.

Dahulu Indonesia dijajah oleh gelombang imperalisme. Hampir seluruh pasar dan semua jenis perdagangan dikendalikan oleh mereka. Bahkan mereka tak lupa mencampuri agama Islam dengan agama yang mereka anut. Sayangnya, pada masa itu belum ada media yang bisa mempublikasi aksi kekerasan yang mereka lakukan. Sehingga, publik tidak tercerahkan oleh kenyataan praktik teror yang dilakukan oleh Barat.

Terorisme Akar Kekerasan

Tidak ada bukti otentik bahwa terorisme lahir dan dibesarkan di belahan dunia Timur. Malahan bukti mengarah pada penyebaran kekerasan yang dilakukan oleh Barat sehingga mengilhami belahan dunia Timur dalam kegelapan kekerasan. Kekerasan di belahan dunia Timur baru terjadi pada abad ke 20. Kekerasan yang sering didalihkan anak dari dunia Timur hanyalah sebagai senjata politik. Dunia Barat lah yang seharusnya bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi. Akan tetapi, lagi-lagi media tidak menyorotinya.

Tentu kita ingat dengan Bom Atom yang meledak di Hirosima dan Nagasaki saat terjadi Perang Dunia ke 2. Hal tersebut terjadi sekitar bulan Agustus tahun 1945. Dalang utama dalam kasus peledakan itu adalah Amerika Serikat. Momen itu menjadi sejarah kelam terciptanya senjata mematikan yang mampu membunuh sekitar 246.000 penduduk.

Begitu pula kekerasan yang terus terjadi di Palestina. Penyumbang dana terbesar adalah dari Amerika Serikat sendiri. Sebenarnya ada banyak kasus, dimana Barat memiliki kontribusi besar dalam hal kekerasan. Mereka menjadi bayang-bayang yang bisa mengendalikan melalui pendanaan dan sumbangan dunia militer yang sudah dilatih peperangan. Dengan adanya kasus-kasus tersebut, sesungguhnya dunia Barat lah yang memicu terjadinya peristiwa terorisme di seluruh dunia.

BACA JUGA  Puasa: Momentum Menahan Diri dari Nafsu Ekstremisme-Terorisme

Tidak jarang kita melihat kelaparan dalam sebuah negara. Bara api dimana-mana yang menandakan sebuah serangan sudah selesai dilaksanakan. Ada yang duduk dengan perut mengecil hasil dari bencana kelaparan. Kemudian ada pula anak yang menangis keras akibat kehilangan kedua orang tuanya. Siapa yang tidak kesal dengan semua itu. Keadilan dunia seolah-olah tidak mengarah kepada mereka, justru cenderung mengarah pada kepentingan Barat.

Namun kenyataannya, jika terjadi insiden terrorisme sering kali dihadapkan pada Islam. Islamophobia begitu menggema di kalangan Barat sendiri maupun sesama pemeluk Islam. Hal ini lahir dari sudut pandang terorisme yang tunggal. Terorisme hanya dilihat dari proses pelaksanaan tanpa mengukur bagaimana latar belakangan terjadinya pengeboman. Sehingga, tak jarang Islam disalahkan sebagai pelaku tunggal tanpa memandang pancingan-pancingan yang dilakukan pihak Barat.

Mufakat Perdamian

Jargon pemberantasan terorisme yang dilakukan oleh Barat seharusnya bisa diluaskan ke wilayah aksi mereka dalam menciptakan kekerasan. Proses deradikalisasi akan terus gagal jika sistem kekerasan yang diterapkan oleh pihak Barat tidak dihentikan. Deradikalisasi harus dibarengi dengan penghapusan tindak-tindak diskriminasi, ketertindasan, juga pembunuhan masal. Tanpa itu semua, usaha untuk membentuk wajah dunia damai akan menjadi kesia-siaan belaka.

Perspektif Barat penuh kedamaian dan Islam memancar kekerasan sangat mudah diruntuhkan. Coba saja kita lihat berbagai konflik antar negara di dunia, pasti sedikit banyak menyeret nama Barat sebagai pihak pembantu. Mereka mengambil keuntungan atas peperangan yang terjadi. Pemasukan komoditas barang ke negara yang terdampak perang menjadi bisnis yang menguntungkan. Belum lagi, pendapatan sumber alam dari negara yang dikalahkan.

Dengan melihat jejak di atas, kita mengetahui bahwa terorisme yang selama ini terjadi akibat reaksi kekerasan dan ketidakadilan yang dilakukan Barat. Maka yang penting dilakukan dalam pemutusan terorisme adalah pemutusan tindak kekerasan dan ketidakadilan yang selama ini dilakukan. Menciptakan dunia yang damai bukan hanya menekan salah satu pihak saja, akan tetapi semua pihak harus dilibatkan atas semua proses perdamaian.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru