31.3 C
Jakarta

Teroris Jama’ah Islamiyah Kembali Tersenyum Pada Yaqut

Artikel Trending

Milenial IslamTeroris Jama’ah Islamiyah Kembali Tersenyum Pada Yaqut
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Jama’ah Islamiyah (JI) masih beroprasi. Di tengah penderitaan dan sibuknya orang untuk menuntaskan wabah pandemi Covid-19, yang menghantam dan menyengsarakan kehidupan umat manusia, para jaringan teroris membelakangi itu. Ia tetap melakukan kesukaannya: berlatih menjadi teroris untuk meneruskan cita-citanya: menggulingkan pemerintah yang sah.

Pada 26 Desember 2020, jaringan teroris Jama’ah Islamiyah ditemukan berlatih dalam sebuah vila berlantai dua di Semarang, Jawa Tengah. Tapi vila tempat pelatihan Jama’ah Islamiyah ditemukan Densus 88 dan kemudian meringkusnya.

Jama’ah Islamiyah dan Para Bocah

Yang menjadi berbinar, dalam pelatihan tersebut ditemukan seorang bocah-bocah ingusan. Mereka dilatih menguasai bela diri dan senjata untuk menjalani simulasi penyerangan orang-orang yang dianggap very very importans person (VVIP) (Kompas.com/27/12/2020). Sejak lama, mereka dilatih bergaya militer untuk membentuk pasukan sesuai program pemimpin Jama’ah Islamiyah.

Terungkap, pemimpin Jama’ah Islamiyah dan simpatisannya, menginginkan bocah-bocah yang menjadi sasarannya. Bocah yang masih labil secara agama-politik mereka embat untuk bergabung. Tapi, pemilihan bukan semata para bocah. Jama’ah Islamiyah merekrut bocah-bocah yang tergolong cerdas, yang memiliki kemonceran dalam bidang akademiknya. Dan tentunya mereka cerdas dalam hafalan, praktik, tapi murah dan mudah didoktrin.

Permainan itu, mereka jalani bertahun-tahun. Walhasil, mereka merekrut para bocah yang, menurut penelusuran Densus 88, adalah kebanyakan lulusan pesantren.  Sudah puluhan para bocah yang dilatih. Kabar terbaru, total 95 orang yang terlatih dan piawai dalam meragakan aksinya.

Dan sangat mencengangkan. Para bocah-bocah itu, dilatih bukan hanya pada satu tempat. Melainkan di beberapa tempat tersebar di seluruh wilayah Jawa Tengah. Setalah pelatihan rampung, mereka akan dikirim ke Suriah, untuk mendalami pelatihan militer, dan perakitan senjata api serta bom.

Miris sungguh miris. Para bocah yang diharapkan menjadi penerang bangsa dan Indonesia, minimal warga dan tetangganya, tenggelam dalam lautan kekalutan yang ekstrem. Berbahaya secara ideologi. Juga sangat menakutkan dalam pelbagai tindakan dan aksi-aksi bringasnya.

Jika para bocah-bocah itu, tidak ketahuan selamanya, dan setelah pintar meracik senjata api, bom dan segala strategi perang, seperti pendahulunya, Abdullah Sungkar, Abu Bakar Ba’asyir, Nordin M. Top, Hambali, Imam Samudra, Muhlas, Amrozi, Abu Tholut, Dulmatin, Abdul Ghoni, Al-Ghozi, Umar Patek, kemudian kembali ke pondoknya, lalu menggobali teman-temannya, dengan bahasa agama:“jihad dan syahid”, sungguhlah berbahaya. Bisa jadi, mereka akan baranak pinak. Dan Indonesia, angkatan kita, tidak akan nyaman dalam berkehidupan di Indonesia kelak, akibat ulah para teroris anak-anak itu.

Diskursus Doktrin Jama’ah Islamiyah

Anak-anak ini sebenaranya hanya tersesat. Tetapi, karena ketersesatan itu, ia terus melanjutkannya. Mereka sudah terdoktrin dengan “bahasa agama”. Sehingga, mengabaikan bahasa yang lain. Mereka hanya punya tahu kosa kata bahasa agama. Tidak punya bahasa yang lain. Mereka ingin bergolak dan menginginkan sesuatu yang fantastis, meski utopis. Dan, anak-anak ini, diinginkan menjadi penerus yang militan, melebihi pendahulunya, untuk mendirikan agama Islam. Menumpas perintah dan sistem yang sah.

Seperti doktrin NII, Jama’ah Islamiyah yang didirikan Abdullah Sungkar bersama Abu Bakar Ba’asyir yang juga sempat mendirikan Pesantren Al-Mukmin Ngeruki pada 1972 di Sukoharjo ini, ingin mendirikan negara Islam. Mereka mendirikan Jama’ah Islamiyah (pada 1993) untuk berjihad, yang mencontoh jamaah jihad di Mesir. Kita tahu Jemaah Jihad di Mesir itu merupakan sempalan dari Ikhwanul Muslimin.

Doktrin dan misi dan perjuangan ambisius yang Jama’ah Islamiyah daratkan, adalah cuma satu: yaitu mendirikan negara Islam. Jika dalam sebuah negara, secara formal tidak mendirikan atau membentuk agama Islam, maka negara itu dianggap kafir—meski sistem, pemimpin, masyarakatnya mengamalkan salat, haji, dan amalan Islam lainnya (Wahab, 2019).

BACA JUGA  Strategi Baru “Perjuangan Islam” JI, Potensi Masih Berbahaya?

Tidak hanya kini, Jama’ah Islamiyah sejak dulu, masa orda baru, orientasinya adalah melawan negara yang dianggap kafir dan murtad. Dulu, Jama’ah Islamiyah melihat rezim orda baru sebagai musuh utama. Mereka harus diperangi sehabis-habisnya. Setuntas-tuntasnya. Sampai mati. Dan mampus.

Alasan memerangi negara seperti Indonesia, karena mengganggap negara ini kafir, meski kafir mahally alias kafir setempat. Mereka beranggapan kafir setempat atau pemerintah yang murtad lebih utama dari jihad melawan kafir asing, atau kafir ajnaby.

Menurut Jama’ah Islamiyah, memerangi kafir setempat harus diperangi terlebih dahulu. Karena, mereka lebih berbahaya daripada kafir asing, yang jauh diantah barantah. Dan, yang lebih ngeri, perang dan hukuman kepada kafir setempat, lebih berat dari kafir asli, maka itu, ia harus dihabisi secepatnya. Sampai tuntas.

Dari segi ideologis, mereka jelas seperti NII, ISIS, dan seluruh jaringan Al-Qaeda, ingin mendirikan Daulah Islamiyah. Dari dimensi metodologis, mereka juga mempunyai cara yang sama, yaitu menggunakan cara-cara terror. Seperti menyerang yang berbeda, umat Kristen dan pemerintahan, serta melakukan pengeboman kepada semua yang masuk dalam daftar merahnya: polisi, sekolah dan lainnya. Mereka juga mencuri para turis Barat dan membunuh anggota Islam, melakukan penculikan, perampokan, serta pembakaran (Wahab, 2019).

Lihatlah serangan yang terjadi sejak era reformasi. Bom Natal (2000), dan Bom Bali (2002), pengeboman Kedubes Filipina di Jakarta pada 1 Agustus 2000, Gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada 13 September 2000, Masjid Istiqlal pada 1999, serta Plaza Atrium Senen pada 23 September 2001, Hotel J. W. Marriott I pada 5 Agustus 2003, Keduataan Australia pada 4 September 2004, Bom Bali II pada 1005, serta Hotel Rizt Carlton dan J.W Marriott II pada 2009 (Wahab, 2019), dan lainnya, yang masih berlangsung berkembang percobaan sampai sekarang.

Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sejak masa reformasi, Indonesia telah mengalami lebih dari 70 serangan terorisme. Sampai kini pemerintah telah menangkap lebih dari 1000 pelaku teroris tersebut.

Meski beberapa telah ditangkap dan ditembak mati, mereka tetap eksis. Mereka bermetamorphosis Jama’ah Islamiyah menjadi jamaah yang lain, dengan sel-sel yang lebih kecil di beberapa lokasi di Indonesia.

Jama’ah Islamiyah dan simpatisannya akan tetap melakukan pembaitan demi pembaitan. Mereka tetap akan melakukan perekrutan dan pelatihan. Meski beberapa tokohnya mendekam dipenjara macam Abu Bakar Ba’asyir, dan para tokoh lainnya dihukum mati, tapi misi-misinya tidak mati. Mereka anti takut perihal hukuman apapun.

Maka, jika melihat kegigihan mereka, sungguh menjadi nyata mereka berbahaya dan menjadi tantangan tersendiri di depan mata kita. Mereka selalu tersenyum pada siapapun di muka bumi ini. Tangannya dilambaikan kepada siapapun termasuk Densus 88, dan Menteri garang dari panglima mana sekalipun. Jika diakar rumput tidak segara disirnakan, dan hanya sekadar wacana-demi wacana, dari/dalam program pemerintahan, sungguh kita (Indonesia) telah menelan bom, yang di mana, saat-saat tertentu dooorRrr sendiri.

Para simpatisan Jama’ah Islamiyah melambai pada kita, pada Menteri Agama Indonesia, Yaqut. Mereka menebar senyum pada kegarangan Yaqut, yang (pernah) dicupakan saat menjadi panglima di Banser. Mereka kini melambai pada Yaqut. Mereka menunggu kedatangan Yaqut.

Dan, apakah Yaqut akan mendatanginya, secara jantan, dengan program sangarnya di Kementerian Agama, kita tunggu saja. Ayoh, Bos. Bergerak!

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru