32.9 C
Jakarta

Tauhid itu Anti Patriarki

Artikel Trending

KhazanahOpiniTauhid itu Anti Patriarki
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada masa Pra-Islam, masyarakat Jahiliyah menganut sistem patriarki studium mentok. Bayi perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap memalukan. Perempuan dijadikan jaminan hutang, hadiah, mahar, waris, dan lain-lain layaknya benda mati yang tidak bernyawa, apalagi berakal dan berhati.

Pada masa itu, perempuan sepenuhnya berada di bawah kendali laki-laki. Ayah bahkan bisa menikahi anak perempuan kandungnya, anak laki-laki bisa menikahi ibu kandungnya, dan perkawinan sedarah lainnya. Sementara perkawinan dimaknai sebagai kepemilikan mutlak laki-laki atas perempuan.

Islam mendobrak relasi ini dan menegaskan bahwa perempuan bukan hamba laki-laki. Sebab ,keduanya sama-samamempunyai status melekat sebagai hanya hamba Allah (Abd Allah). Laki-laki juga bukan patron perempuan sebab keduanya sama-sama mengemban amanah melekat sebagai Khalifah fil Ardl sehingga harus jadi mitra dalam memakmurkan bumi.

Perkawinan tidak melunturkan status dan amanah melekat ini. Islam pun mengubah relasi suami-istri dari patron-klien menjadi kemitraan. Pernikahan adalah berpasangan (zawaj) yang bertujuan melahirkan ketenangan jiwa (sakinah, seks hanyalah sarana, bukan tujuan) yang dilandaskan pada relasi cinta kasih (mawaddah wa rahmah, bukan kekuasaan) (Ar-Rum/30:21).

Patriarki dalam Tinjauan Teologis

Dalam berhubungan seksual, suami dan istri itu bagaikan pakaian (libas) bagi pasangannya (Al-Baqarah/2:187) dan sebaik-baik pakaian adalah taqwa (libas al-taqwa, al-A’raf/7:26).

BACA JUGA  Pemilu 2024: Stop Sikap Ekstremisme di Ruang Digital!

Jadi, iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan (tauhid) mempunyai cara pandang atas relasi laki-laki dan perempuan. Tentu itu bertentangan dengan cara pandang patriarki.

Karenanya, lebih 1400 tahun lalu Allah sudah mengisyaratkan. Beriman pada Allah menjadi syarat kemampuan untuk meyakini bahwa perempuan bisa menjadi mitra setara dalam kebaikan:

“Laki-laki dan perempuan yang ‘beriman’, mereka adalah saling menjadi auliyaa’ (penjaga/penolong/pelindung) satu sama lain, bahu membahu memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan.” (at-Taubah/9:71).

Sepertinya hanya dengan cara ini, tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki  bisa bareng-bareng keluar dari kezaliman menuju cahaya (min al-zhulumat ila an-nur) sehingga bisa “Habis gelap, terbitlah terang.”

Selamat Hari Kartini buat perempuan dan laki-laki yang yakin keduanya mampu jadi mitra dalam kebaikan.

Semoga kita bisa terus-menerus memupuk tauhid dan iman agar punya daya dorong kuat untuk melahirkan kemaslahatan dan kebajikan di muka bumi, termasuk di rumah tangga. Aamiin YRA.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

 

Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm., Dosen Pascasarjana PTIQ Jakarta, Alumni Universitas Ankara Turki.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru