31.7 C
Jakarta

Taliban, KPK, Jokowi, dan Bisnis Para Buzzer

Artikel Trending

Milenial IslamTaliban, KPK, Jokowi, dan Bisnis Para Buzzer
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Hari ini kencang isu Taliban di media sosial. Banyak pihak yang bermain dalam isu ini. Mereka yang menginginkan keputusan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak diganggu gugat, menyodorkan isu-isu murahan ke publik. Salah satunya ya Taliban ini.

Jika kita lihat orang yang dicap Taliban di KPK, sebenarnya mereka sejak dulu kala punya prestasi menjulang dalam jalannya pemberantasan korupsi itu sendiri. Kasus-kasus besar mereka tangani dengan sukses. Bahkan dalam beberapa kesempatan meski sulit dan tidak direstui oleh pihak lain, orang-orang ini berhasil menangkapi koruptor kelas kakap di negeri ini. Salah satunya, korupsi Bansos. Ingat, kan?

Taliban dan Isu Murahan Buzzer

Taliban atau dengungan Taliban di tubuh KPK memang sejak dulu kala. Sebelum KPK dilemahkan, dan bersiasat untuk mencari jalan “lain”, para buzzer telah memainkan cap Taliban kepada orang-orang tertentu. Apa modusnya? Modusnya adalah permainan “belakang” untuk meloloskan undang-undang sapujagat lalu itu.

Berhasil. Sebagian ASN mingkem atas isu tersebut. Bahkan ketika anak didiknya turun ke jalan, mereka pada tidak suka, berdalih karena alasan turun ke jalan mengenai sesuatu yang tidak jelas. Bahkan satu ormas terbesar saat itu yakni Muhammadiyah yang sangat vocal mengkritik RUU Cilaka saat itu dianggap sok tahu. Iri hati.

Kini, setelah teman-temannya, dan tentu orang terdekatnya kena batu dari UU tersebut barulah yang lain sadar dan menepuk dada. “Oh, teman saya tidak radikal, saya kenal betul lahir batin, luar dalam, dia toleran banget. Aku saksinya. Mengapa anak ini tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Mengapa dia harus dipecat?”

Aduh, Mama sayange. Sejak dulu kala yang dikhawatirkan para aktivis ya seperti yang terasakan sekarang itu: KPK pingsan tak berdaya. Orang disingkirkan untuk mencari aman. Segala cara ditempuh untuk meloloskan suatu hal. Banyak orang harus dibunuh karakternya dengan dicapan Taliban. Apa yang terjadi? Para karuptor yang sebelumnya dikantongi kasus-kasus besarnya ini kembali pestapora merayakan apa mereka gagas bersama pihak sejak lama. Dewi Keadilan menangis di sampingnya.

Kita mau-maunya saja dibohongi dengan pencapan Taliban di KPK. Memang, sebagian dari kita begitu pengecut jika mendengar kata Taliban. Tapi sejatinya, kita sesungguhnya hanya dimanfaatkan oleh pihak yang bermain untuk kepentingan-kepentingan keserakahan. Sampai saat ini, tidak ada bukti Taliban di KPK. Yang ada hanya di mulut-mulut buzzer belaka. Dan kita mengangguknya.

Sampai adanya Tes Wawasan Kebangsaan, itu turunan dari isu KPK yang gencar diobral buzzerrp sejak 4 tahun silam. Hingga akhirnya, terbuktilah, bahwa tes wawasan kebangsaan hanya alat untuk menanggalkan atau sebagai kedok untuk memcopot orang-orang yang bertaring di KPK. Siapa mereka? Meraka yang dipecat 75 orang itu. Sungguh tidak masuk akal tetapi itu faktanya.

BACA JUGA  Meningkatkan Suluh Puasa dengan Menutup Pintu Radikalisme

Permainan itu sebernya tidak asing dalam dunia politik Indonesia. Selalu ada cara untuk menendang orang-orang yang teranggap mengancam. Tebar isu dulu, tunggu orang semua kaget, lalu sikat saja. Begitulah melihat bagaimana bobroknya politik bernegara kita. Kita pasti terbahak-bahak, jika sebenarnya banyak yang mengetahui akan hal ini. Mengapa tidak berani menggonggong? Karena sebagian otoritas yang namanya moncer dan tangannya sering disalimi wolak-walik adalah ASN. Kenapa ASN takut? Masih nanya.

Aktivis, Akademikus, Ormas, dan Pers Menunggu Kebecusan Jokowi

Selain aktivis, masih banyak manusia, ormas, dan pers yang masih berjiwa merdeka. Ada ratusan professor yang mengirim surat kepada Jokowi. Ada lembaga di ormas terbesar Lakpesdam PBNU yang juga mengirim surat protes kepada Presiden. Ada Tempo yang hari ini juga menurunkan meme cuitan ketidaksetujuan terhadap Tes Wawasan Kebangsaan absurd itu. Bahkan negarawan seperti Syafii Maarif, berada di garda terdepan untuk menentang pelemahan KPK tersebut.

Semuanya para tokoh, kalangan akademikus, ormas, aktivis, menuntut ketegasan Presiden Joko Widodo dalam TWK dan hal alih status pegawai KPK menjadi aparat sipil negara. Mereka menuntut ketidaktegasan Jokowi, yang hanya bisa mengimbau agar tes wawasan kebangsaan tidak dijadikan alasan pemecatan KPK, tetapi tetap menyingkirkan 51 pegawai terbaiknya, termasuk para penyidik yang selama ini kerap menangani kasus besar korupsi.

“Jangan sekadar imbauan. Perintah gitu, lo! Pemerintah bukan mengimbau-imbau, melainkan memerintah. Jadi harus lebih keras, lebih tegas presidennya, supaya didengar”, ucap Syafii Maarif.

“Saya pernah menjadi PNS dan pernah di-litsus (penelitian khusus). Litsus dan tes (wawasan kebangsaan) ini memang betul-betul bertujuan menyingkirkan orang”, ucap Karlina Supelli.

“Bapak Presiden kita harap menindak bawahan yang mengingkari petunjuknya, sehingga mengganggu kredibilitas Presiden yang kita tahu berketepatan hati menegakkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa”, ketus Emil Salim.

Sudah banyak pihak dan orang merdeka dan berintegritas tinggi yang berkirim surat, protes, komentar, dan arahan kepada Jokowi. Ah masak Jokowi tidak mendengarnya. Masak Jokowi takut sama isu Taliban dan masih tidak tegas. Saya yakin Presiden Republik Indonesia pasti mendengarnya dan jelas tegas. Meski bukan untuk kasus ini, melainkan kasus di luar negeranya sendiri. Aduh!

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru