30.1 C
Jakarta

Tafsir Surah An-Nisa’ Ayat 1: Hikmah Penciptaan Perempuan

Artikel Trending

Asas-asas IslamTafsirTafsir Surah An-Nisa’ Ayat 1: Hikmah Penciptaan Perempuan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pembicaraan mengenai perempuan hingga saat ini adalah perkara yang sangat penting. Bahkan keterlibatan Ilmu tidak bisa dilepaskan begitu saja. Karakter dan peranan perempuan selalu menjadi bahan pembicaraan sepanjang masa. Al-Qur’an sendiri memberikan surah khusus yang diberi nama An-Nisaa yang berarti perempuan. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya Al-Muniir, pemberian nama An-Nisaa tidak lepas dari ayat-ayat yang terkandung didalamnya, diantaranya ada ayat-ayat yang membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan perempuan sebagai anak dan sebagai istri, hukum kepemilikan perempuan terhadap hartanya, hak-hak perempuan dalam keluarga baik itu berkaitan dengan mahar sampai keharusan seorang suami berlaku baik dengannya, adapula hal-hal yang berkaitan dengan maharim yaitu orang-orang yang tidak mengapa bagi perempuan untuk menampakkan auratnya, serta masih banyak lagi.

Yang menarik dalam surah An-Nisaa ini, diawali dengan hikmah penciptaan manusia dalam hal ini mencakup penciptaan perempuan. Pada ayat pertama disebutkan:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya (hawa); dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Banyak yang salah paham dalam memahami ayat diatas. Pencitaan perempuan (Hawa) yang berasal dari Adam dianggap sebagai bentuk penghinaan dan merendahkan kedudukan perempuan sehingga menjadi pembenaran bagi laki-laki untuk berlaku sewenang-wenang. Namun, perlu kita perhatikan terlebih dahulu. Benarkah seperti itu? Di awal ayat Allah menyeru kepada seluruh hambanya tanpa terkecuali agar bertakwa kepada Allah yang telah menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Takwa kepada Allah yang telah menciptakan manusia sangat berkaitan dengen tujuan penciptaannya, yaitu untuk berbuat kebaikan dan memakmurkan bumi ini. Sebagaiman perkataan Nabi Shalih kepada kaumnya:

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”. (QS. Hud : 61)

Begitupula dengan firman Allah kepada Malaikat-Nya dalam surah Al-Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ….

BACA JUGA  Tafsir Ayat Perang: Melihat Konteks Qs. al-Taubah [9]: 29 dalam Tafsir Buya Hamka

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”….

Dari ayat-ayat di atas menjadi bukti bahwa bentuk ketakwaan manusia tidaklah boleh bertentangan dengan tujuan kehadirannya di muka bumi. Maka sangatlah keliru ketika seseorang mengatakan bahwa surah An-Nisaa ayat satu ini menjadi pembenaran bagi laki-laki untuk menindas perempuan karena hal tersebut bertentangan dengan tugas manusia sebagai seorang khalifah dan pemakmur bumi.

Penciptaan laki-laki dan perempuan dari jiwa yang satu memberikan makna bahwa Allah ingin antara laki-laki dan perempuan terjalin kerjasama, kasih sayang dan saling membantu. Satu dengan yang lainnya menjalankan peran masing-masing untuk saling melengkapi. Penciptaan adam yang mewakili laki-laki sebagai makluk pertama bukan menjadi parameter kemuliaan. Tidak semua yang pertama adalah utama, sebagaimana Nabi Muhammad adalah nabi terakhir namun beliau adalah utusan yang terbaik. Maka dari itu derajat kemuliaan seorang hamba tidak dapat diukur dari jenis kelaminnya akan tetapi seberapa tinggi derajat takwanya dihadapan Allah.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13)

Lalu pertanyaannya mengapa Allah menciptakan Hawa dari Adam, mengapa Allah tidak menciptakan keduanya bersamaan dari tanah? Dalam Kitab Ruhul Ma’aani disebutkan bahwa hal tersebut untuk menunjukkan qudrah Allah atau kuasa dan kemampuan Allah menciptakan makhluknya (Hawa) dari sesuatu yang hidup yaitu Adam, tanpa melalui proses melahirkan. Sebagaiman Allah telah mampu menciptakan Adam dari benda mati yaitu tanah. Sehingga hal tersebut membukti bahwa Allah mampu meciptakan segala sesuatu. Disamping itu, agar terjalin rasa persaudaraan diantara keduanya untuk menciptakan bumi yang makmur dan damai. Tidak bisa kita membayangkan jika laki-laki dan perempuan diciptakan dari asal yang terpisah atau berbeda maka yang terjadi bukan lagi kerjasama dan tolong menolong karena satu dengan yang lainnya merasa bukan dari jiwa yang satu, masing-masing berdiri pada golongan dan jenisnya sendiri padahal keduanya sama-sama memiliki kelemahan. Hasilnya, tidak tercipta kesatupaduan dan kesempurnaan, tidak pula ada rasa persaudaraan.

Oleh sebab itu perkara penciptaan manusia yang dimaksudkan untuk berlaku seweng-wenang tidaklah berdasar melainkan berasal dari emosi. Emosi seperti ini terkadang muncul dari pengalaman manusia yang tidak merujuk pada nila-nilai Islam yang sesungguhnya. Maka anggapan dan sikap manusia seperti itu tidaklah mencerminkan ajaran dan asas-asas Islam yang selalu mengajurkan berbuat baik.

Amalina Rakhmani

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru