26.7 C
Jakarta

Siapa yang Diuntungkan Dari Polemik Pancasila?

Artikel Trending

KhazanahOpiniSiapa yang Diuntungkan Dari Polemik Pancasila?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Polemik tentang Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) terus berkecamuk, mengundang amarah masyarakat, mengundang kegaduhan politik di tengah wabah pandemi Covid-19, polemik tersebut membuat kondisi politik Indonesia terus memanas karena banyaknya demo menolak RUU HIP hingga akhirnya pemerintah menunda pembahasan RUU HIP. Meskipun ditunda tagar-tagar pro dan kontra terus bermunculan, konten-konten terkait RUU HIP terus digoreng dimedia sosial termasuk tuntutan penghapusan RUU dari Program Legislasi Nasional, sampai tudingan terhadap salah satu partai sebagai pengusung RUU HIP menjadi tagar yang paling trending di jagad media.

Beberapa ormas Islam juga terlibat menolak RUU HIP, termasuk dari Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, dan Manjelis Ulama Indonesia (MUI). Polemik ini menjadi kesempatan besar bagi kelompok Islam garis keras termasuk golongan yang gencar mengusung tegaknya khilafah di Indonesia. Kecurigaan itu makin nampak ketika para demontrasi di depan gedung DPR/MPR kemarin membawa bendera palu arit dan membakarnya sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang pro PKI atau komunisme.

Issu ini tentu akan dimanfaatkan oleh kaum radikal untuk mengadu domba masyarakat, membawa masyarakat masuk dalam perangkap emosi provokatif dengan membangkitkan isu komunisme yang secara khusus menyerang pemerintahan yang sah. Kelompok ini bahkan yang paling nyaring sebagai pembela pancasila demi memancing simpati dari masyarakat. Politik ini seperti bermain kucing-kucingan antara pemerintah dengan kelompok oposisi terutama ormas yang mendukung khilafah. Ketegasan dari pemerintah juga dipertanyakan dan dicurigakan karena presiden secara tegas masih belum mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) atas usulan RUU HIP yang terus masih berlanjut.

Sebagian ormas yang ikut demontrasi menolat RUU HIP sebenarnya salah satu ormas yang tidak mau mengakui pancasila karena sampai saat ini tidak memasukkan pancasila di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) justru ormas ini menggunakan tegaknya khilafah di Indonesia. Sehingga sengkarut perpecahan di tengah pandemi semakin menciptakan politik demarkasi untuk menjustifikasi dirinya sebagai kelompok yang benar-benar berjasa terhadap tegaknya ideologi Pancasila.

Pancasila dan Kemunduran

Presiden Pemuda OKI Indonesia (Youth on Organization of Islamic Cooperation) Syafii Efendi menilai Rancangan Undang-Undang (RUU HIP) merupakan kemunduran dalam berbangsa mengingat Pancasila sebagai ideologi tidak perlu diperdebatkan kembali karena telah final. Menurutnya, justru dengan adanya ini memancing kecurigaan dari masyarakat untuk menyusupkan ideologi-ideologi terlarang seperti komunisme, Marxisme dan Leninisme.

Kegaduhan terus akan berlajut menjadi kegaduhan sampai menemukan titik temu yang bisa menghapus kecurigaan-kecurigaan, agar tidak menguntungkan salah satu kelompok tertentu, agar tidak dimanfaatkan oleh sebagian kelompok yang memiliki kepentingan pula. Persoalan ini harus jelas! Tidak menimbulkan kecurigaan atau salah persepsi. Bukan tidak mungkin aksi-aksi demonstrasi yang lebih besar dilakukan hanya demi membuat Indonesia makin gaduh.

BACA JUGA  Mengaktualisasi Idulfitri dalam Konteks Persatuan dan Kesatuan

Di masa pandemi ini, bahkan aksi-aksi penolakan RUU HIP terus dilakukan kembali di berbagai daerah terutama diinisiasi oleh Persaudaraan Alumni 212, menurut kelompok ini, tidak puas terhadap kinerja pemerintah terhadap penundaan RUU HIP karena belum membatalkan secara resmi, pemerintah malah mengganti judul dari RUU HIP menjadi RUU BPIP. Menurut Zuhairi Misrawi aksi Persaudaraan Alumni 212 dan Front Pembela Islam yang kerap turun ke jalan dalam polemik ini memiliki berkah sendiri, meski sebelumnya mereka anti pancasila sekarang mereka mempromosikan diri sebagai pembela Pancasila (tempo.co/05/07/20).

Aksi demo tersebut mirisnya melibatkan anak-anak yang dinilai melanggar UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, tidak dibolehkannya keterlibatan anak-anak dalam demontrasi, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) melaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Jika tidak ditindak lanjuti secara cepat penyalahgunaan politik, kekerasan, radikalisme, di tengah-tengah pandemi Covid-19 akan merugikan masyarakat Indonesia secara umum.

Hiduplah dengan Kesadaran Berpancasila

Sebenarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan Pancasila sebagai ideologi negara, sebab pancasila telah final, Pancasila mengayomi masyarakat sebagai bangsa dengan suku dan pilihan agama yang berbeda-beda. Pancasila dijelaskan sebagai pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.

Justru saat ini implimentasi pelaksanaan pancasila yang belum sepenuhya final, karena kesadaran dari pemerintah dan masyarakat berlum sepenuhnya bisa mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ini menjadi PR besar bagi BPIP. Karena merombak pancasila sama saja dengan mengubah pembukaan UUD 1945, yang isinya perjanjian luhur bangsa Indonesia. Merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Menurut Mahfud MD, sikap pemerintah sudah final menolak segala tafsir tentang pancasila dan RUU HIP tersebut (merdeka.com/07/07/20).

Sejatinya, hari ini yang terpenting untuk dilakukan bersama adalah kesadaran diri berpancasila berjiwa nasionalis sejati, berdaulat untuk Indonesia adil dan makmur. Kesadaran berpancasila juga harus menjadi cara dasar berpolitik yang benar. Meski sering kali seminar-seminar di lakukan, refleksi sumpah pemuda untuk membangun kesadaran berpancasila semuanya menjadi rusak dengan perilaku yang tidak mencerminkan isi Pancasila. Tidak penting untuk membicarakan RUU HIP saat ini selagi implimentasi Pancasila masih jauh dari panggang api.

Wallahu A’lam…

Jamalul Muttaqin
Jamalul Muttaqin
Penulis Lepas

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru