31.2 C
Jakarta

Siapa yang Berani Melawan HTI?

Artikel Trending

Milenial IslamSiapa yang Berani Melawan HTI?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (Eks HTI) sangat-sangat mengusik hubungan harmonis sesama umat Islam, militansi kelompok tersebut tak diragukan lagi dalam konteks berjuang demi khilafah. Sehingga, mereka menggugat kembali status Pancasila sebagai dasar dan falsafah final bernegara. Berani sekali meragukan hasil ijtihad para pendiri bangsa dan ulama.

Dengan konfrontasi HTI, simbol perlawanan mereka kepada negara memakai teks-teks (literatur) Islam, kali ini mereka berkesempatan besar di tengah penundaan Revisi Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) pura-pura nasionalis-Pancasilais. Padahal, sepanjang sejarah tinta mengalir tak akan pernah terhapus selama sistem khilafah juga diperjuangkan.

Konsolidasi politik para aktivis khilafah ini merajalela di berbagai perguruan tinggi, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kelompok radikal tersebut merintis “gerakan pembebasan” yang menjadi poros utama kekuatan HTI. Sekalipun mereka memakai nama yang samar, agenda yang dieksplorasi adalah jihad, hijrah, dan khilafah melawan kedzaliman-ketidakdilan.

Rekam jejak ini terjawab oleh penelitian LPPM UNUSIA, yang mengungkap tumbuh suburnya sejumlah gerakan Islam ekslusif yang juga disebut sebagai Islam transnasional di sejumlah kampus negeri. Ideologi khilafah HTI, misalnya. Ia adalah gerakan yang transnasional kontradiktif dan bertentangan dengan ideologi negara Pancasila yang demokratis. [bbc.com: 26/06/19]

Indikator HTI dapat dilihat bagaimana model pengembangan dakwah mereka terhadap ajaran-ajaran Islam, dan sejauh mana respons mereka tentang negara Pancasila. Hal ini yang harus kita cermati, ternyata model dakwahnya intoleran, ekstrem, dan radikal. Selain itu, dedengkot khilafah melakukan penistaan terhadap dalil-dalil Islam yang disalah-gunakan.

Oleh karena itu, keberadaan HTI bukan malah memperkenal aroma keindahan dan kecantikan Islam. Tetapi, justru, sebaliknya. Akan memperburuk ajaran Islam di hadapan umat beragama itu sendiri. Kendati pun, langkah politik mereka hanya melahirkan bibit radikalisme agama di mana-mana. Disadari atau tidak, gerakan demikian mudah terlahir aksi terorisme.

Senada dengan apa yang dikatakan Ansyaad Mbai, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT 2011-2014), seorang teroris akan dimotivasi oleh ideologinya yang radikal dan mengatas–namakan agama. Tesis tersebut secara psikologis sebagai parameter bahwa khilafahisme dapat membentuk karakter jamaah HTI berontak dan ekstremis.

Sesat Pikir HTI

Sebelum aktivis khilafah (Eks HTI) membaca literatur Islam, mereka perlu membaca terlebih dahulu tentang sejarah pembentukan ideologi negara. Dan kenapa the founding fathers dan ulama kita berijtihad hingga memutuskan Pancasila? Inilah akar persoalannya, mereka terlalu berpikir sensitif, dan membangun tafsir skriptualis yang menyentuh isu akidah, dan syariah.

Kalau pun mereka pandai dalam bidang agama, maka tidak akan berdebat kembali bagaimana konstuksi hubungan Islam dengan Pancasila. Lebih dari itu, mereka ingin mencari legitimasi tafsir kebenaran sepihak dengan memakai teori atau pendekatan hakimiyah, yaitu menghukumi barang siapa yang taat kepada Pancasila, maka hukumnya kafir, dan thaghut.

Begitu kasar cara pandang dedengkot HTI terhadap teks-teks Islam, sumber rujukannya tidak ada lain. Kecuali, pemikiran Taqiyuddin an-Nabani, sesat pikir tentang khilafah telah membuat akal sehat mereka tertutup akan kebenaran sejarah Pancasila, dan gagal memahami teks-teks Islam.

BACA JUGA  Menakar Jebakan Isu Pemilu Curang dari Kelompok Ekstrem-Radikal

Penulis mengutip pandangan Imam Ghazali (2020), dalam tulisan sebelumnya, bahwa yang pro khilafah dan yang tidak jangan sampai saling mengkafirkan. Apalagi tuduhan atau klaim tersebut tidak berdasarkan dalil-dalil keagamaan yang substantif (ilmiah). Sebab, dari tinjauan historis pemilihan khulafaur rasyidin (khalifah) saja dipilih dengan mekanisme berbeda-beda.

Dalam konteks ini, umat Islam di Indonesia harus paham betul dari mana HTI berasal, dan siapa HTI sebenarnya? Lalu, apa tujuan atau misi mereka selanjutnya? Pertanyaan yang bersifat historis-objektif, sejarah kemunculan dan gerakan HTI di Indonesia begitu terang seterang cahaya matahari. Artinya, kemunculannya hanya merusak citra Islam dan memicu perpecahan.

Praktik keislaman jamaah HTI seolah-olah melebihi keluasan ilmu para ulama terdahulu, baik Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah. Kedua Ormas Islam ini tidak hanya ahli dalam bidang agama. Namun, sejarah Pancasila dan andil ulama mereka lebih jauh pandainya dan kompleks wawasannya dibanding HTI yang baru muncul, dan mendadak nasionalis-Pancasilais.

Umat Islam memiliki keharusan bersikap konsisten, ideal, dan proporsional. Esensinya, menjauh dari penggunaan teks-teks Islam atau politisasi agama. Karena itu, simbol-simbol tersebut amat sensitif dan menjadi faktor utama dalam rangka memperkuat ideologi, harmonisasi, dan hubungan persaudaraan, baik sesama umat Islam atau umat non-muslim.

Mengharmoniskan Islam dan Negara

Kelompok HTI (aktivis khilafah) perlu berpijak kepada pikiran Bakhtiar Efendi dalam disertasinya (Islam dan Negara: 2011) mengutip pendapat Samson, rumusan mengenai yang cocok bagi sebuah partai politik berlandaskan agama, pentingnya ideologi, dan pola interaksi antara kelompok-kelompok Islam dan non-Islam memainkan perpecahan- perpecahan religio-politis internal.

Teori interaksi sosial tersebut memperjelas sepak terjang pendukung ide khilafah (Eks HTI) sebagai promotor gerakan ideologi transnasional yang menginginkan berdirinya negara khilafah yang berlandaskan syariat Islam. Hubungan Islam dan negara semakin terpecah belah diakibatkan oleh keberadaan ideologi khilafah yang berseberangan dengan Pancasila.

Selama ini, Islam telah menjadi tumbal HTI (politik aliran/ideologi) dalam merebut kekuasaan politik secara paksa. Entah itu, melalui gerakan revolusi/perubahan terhadap sistem dan tatanan dalam bernegara. Praktik yang mereka lakukan mendirikan negara khilafah atas dasar kedzaliman, dan lain sebagainya.

Politik ideologi atau aliran ini sangat berbahaya dalam negara Pancasila. Sebab itu, berpotensi mengancam kebhinekaan dan persaudaraan. Inilah peran dan andil umat Islam yaitu melawan geraka HTI atau kelompok mana pun yang suka mengganggu ketertiban di negeri ini. Terutama, yang menista dalil-dalil Islam alias melakukan politisasi agama.

Setidaknya, pendapat Simon telah mendorong konsistensi dan komitmen umat Islam. Dalam konteks politik maupun agama, butuh perjuangan dan tantangan serius menghadapi bahaya laten khilafah yang disodorkan HTI. Sehingga, mau bagaimana pun, kita tak boleh lengah sedikit pun. Ancaman sebesar gelombang politik HTI harus berani kita hadapi.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru