26.7 C
Jakarta

Serial Pengakuan Eks ISIS (XVIII): Shamima Begum Menyesal Gabung dengan ISIS

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Eks ISIS (XVIII): Shamima Begum Menyesal Gabung dengan ISIS
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Segalanya seakan mimpi, saat saya, Shamima Begum, harus meninggalkan keluarga, termasuk papa dan mama, di London Timur pada tahun 2015 silam. Saya masih ingat kali pertama pamit kepada mama dengan berbohong. “Mom, Shamima pergi keluar sehari saja,” ucap saya dengan nada datar. Mama tak banyak pikir dan langsung mengizinkan. Mungkin, Mama ngira saya tidak bakal lama di luar rumah, hanya sehari.

Saya sadar, saya berbohong. Saya berbohong karena saya pengin banget hijrah ke Raqqah Suriah, wilayah di mana ISIS berkuasa. Saya tahu, wilayah itu tempat organisasi yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi. Kendati orang banyak mencibirnya, saya tidak peduli. Pikiran saya kala itu seakan terhipnotis bujuk rayu ISIS yang telah mencengkeram saya jauh hari sebelumnya. Tak lama, saya dan dua teman saya sendiri, Kadiza Sultana dan Amira Abase, melancong ke Suriah dari London.

Sesampainya di Suriah saya dicurigai sebagai mata-mata yang dikhawatirkan akan membahayakan ISIS. Tetiba, pasukan ISIS menempatkan saya di sebuah apartemen di suatu kota yang dikuasai ISIS. Saya diasuh oleh Um Laith yang bertugas menghapus pikiran-pikiran Barat dan menanamkan paham keagamaan ISIS yang ekstrem. Tak lama, saya dipindahkan ke Maqar, sebuah tempat penginapan yang diperuntukkan bagi perempuan yang belum menikah atau janda.

Begitu saya berada di Maqar, suatu hal yang tidak saya inginkan terjadi. Saya dinikahkan dengan milisi ISIS. Lelaki yang menikahi saya adalah Yago Riedijk, seorang milisi ISIS asal Belanda yang telah masuk Islam. Perjalanan hidup rumah tangga saya berjalan baik sampai saya dikaruniai tiga anak. Sayang, dua anak pertama tutup usia, karena kekurangan gizi yang baik. Tinggal satu anak yang membuat saya bersikukuh untuk merawatnya sehingga pertumbuhannya membaik dan sehat.

Di tengah menjalani hidup di Suriah, banyak peristiwa mengerikan yang saya temukan. Saya mulanya kaget begitu dentuman bom terdengar tak jauh dari tempat saya tinggal, sehingga hari demi hari mulai terbiasa seakan ledakan petasan di kota London. Hal yang paling mengagetkan lagi adalah saya melihat penggalan kepala musuh ISIS yang dibuang di tempat sampah. Saya mulai tidak kerasan begitu melihat dan mengingat peristiwa itu. Saya mulai sadar, ISIS sangat kejam dan tentu tidak manusiawi.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXVIII): Eks Napiter Sugeng Sukses Kembangkan Usaha Water Boom, Pemancingan Hingga Kuliner

Saya berpikir keras meninggalkan Suriah. Saya sadar, Islam yang diajarkan ISIS bukan Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Karena, Nabi Saw. menyebarkan Islam dengan cinta dan kasih sayang. Islam yang mulanya dibenci, begitu Nabi Saw. hadir, Islam jadi agama yang mudah diterima dengan hati oleh masyarakat Quraisy kala itu. Sampai kemudian ajaran Islam berkembang melesat sampai sekarang. Islam bukan agama yang kaku, tetapi luwes begitu bersinggungan dengan perkembangan zaman.

Meninggalkan Suriah tentunya tidak mudah. Tantangannya nyawa. ISIS tidak segan-segan membunuh siapapun yang berkhianat. Karena, pengkhianatan bagi ISIS adalah kafir. Sedang, orang kafir itu halal darahnya dibunuh. Penyesalan demi penyesalan datang silih berganti. Saya hanya menerima takdir. Saya merindukan kota London, terlebih rindu melihat senyum papa dan mama. Saya hanya bisa pasrah kepada takdir setelah saya berusaha meninggalkan Suriah. Saya percaya suatu saat akan ada tangan Tuhan yang menolong saya terlepas dari jeratan yang menyeramkan ini.

Di tengah kesedihan dan penyesalan, saya berpesan: Lebih baik menutup pikiran kita rapat-rapat bergabung dengan ISIS. Karena, bukan masa depan yang baik yang didapat, malah penyesalan. Biarkan aku yang merasakan pahitnya hidup ini. Kebahagiaan yang dijanjikan ISIS itu hanyalah omong kosong. Mending, urungkan niat hijrah ke Suriah. Cukup belajar Islam di tempat kamu dilahirkan dan tumbuh. Cintai dirimu sendiri, keluargamu, bahkan negerimu. Cinta sejati itu cukuplah hidup bahagia bersama keluarga di sebuah negeri yang membesarkanmu menjadi orang yang baik.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini diolah dari sebuah tulisan yang dimuat di media online Laduni yang menceritakan jejak hidup Shamima Begum

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru