32.9 C
Jakarta

Setiap Menulis adalah Belajar

Artikel Trending

KhazanahSetiap Menulis adalah Belajar
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Menulis tak selalu menjamin kesuksesan, tapi menggaransikan keutuhan bagi pelakunya. Tidak musnah dimakan era, serta dikenang oleh siapa pun yang membaca karyanya. Aktivitas sederhana ini sejujurnya masih tabu di kalangan banyak orang. Berpikir, menangarang, merajutnya menjadi satu gagasan holistik dan utuh. Oleh Khalilullah, menggunakan istilah ‘menjahit’ kata. Sekali lagi demi utuhnya gagasan.

Kini bertebaran di mana-mana forum untuk belajar menulis. Mulai dari yang face to face, atau sejenis platform digital macam YouTube. Physical distancing bukan persoalan yang menghijab untuk belajar menulis. Memanfaatkan Zoom, Training Menulis Online Ramadhan bertemakan Rekreasi Intelektual dengan Menulis Opini, Kamis (30/4) langgeng terselenggara secara daring. Diskusi ini dipandegani Khalilullah sebagai pemateri.

Sejatinya, sebanyak apapun kita mengikuti pelatihan, seminar, atau apapun sejenisnya. Tidak akan berarti apa-apa jika kita tidak mencoba menyusun dan merangkai kata. Kiranya begitu penuturan dari sang narasumber kepada peserta diskusi. Banyak penulis andal yang senada dengan prinsip itu. Bahwa sebaik-baiknya belajar menulis, adalah memulainya. Bukan hanya ‘jalan di tempat’ di kubangan teori saja.

Penting kembali digalakkan bagi siapa pun yang hendak menekuni bidang tersebut. Bahwa proses memang harus dilaluinya dengan tekun. Cukup sukar bagi siapa pun loncat ke tahap mahir, jika tak mengubangi dulu kawah kata-kata yang membebalkan. Oleh karenanya, belajar, menurut hemat saya bukan sebuah kewajiban, tetapi keniscayaan. Sama halnya jika kita memilih untuk tak bermadzab, tetapi sejatinya kita sedang bermadzab.

Belajarlah Menulis

Kembali ke menulis. Rasanya penting untuk sharing pengalaman saya bagi pembaca budiman. Saya pernah tertipu oleh seorang penulis tersohor. Siapa yang tak mengenal Puthut EA. Dia yang menipu saya akhir-akhir ini. Membeli karyanya berjudul “Buku Latihan untuk Calon Penulis” dengan besar harapan mendapat kiat menulis dari empunya.

Dua hari menunggu buku sesuai yang saya alamatkan. Akhirnya sampai, dan siap untuk dijelajah lembarannya. Namun, siapa nyana, buku itu tak berisikan kiat, trik, tips, dan narasi ala-ala lainnya untuk belajar menulis, sebagaimana judulnya. Tetapi hanya lembaran bersih yang kosong. Di sela-sela lembaran terdapat frasa motivasi. Selebihnya tak ada lagi. Inilah sebab yang menjadikan saya merasa tertipu oleh Puthut. Karena betapa pun saya berharap pada bukunya, namun malah berkebalikan.

BACA JUGA  Membangkitkan Api Kreativitas Literasi, Ini Tipsya

Buku tersebut selesai dibaca dalam waktu kurang 30 menit. Rekor membaca yang terbaik sepanjang hidup. Bagaimana pun keadaan buku itu, setelah direnungi secara serius, mengandung maksud mendalam. Tidak sesederhana bukunya. Artinya, Puthut ingin buku itu tergores oleh ikhtiar kita menulis. Puthut hendak menegaskan, bahwa hal terpenting dari pekerjaan ini bukanlah terus-terusan melamunkan teori, namun memulainya, perlahan.

Hikmah

Cerita di atas, tak lain hanya sebagai pemanis maksud kandungan isi tulisan ini. Bahwa tidak ada satu pun metode terbaik belajar menulis, selain dengan menulisnya. Bahkan, teori acap kali tak berarti jika kita telah terbiasa, sebagaimana pengakuan Khalilullah.

Karena itu, dengan berkarya kita akan dikenang banyak orang, sebab setiap karya yang pernah kita ditulis mampu membuat dirinya terkenal. Hikmah literasi merawat tradisi menciptakan sebuah karya masih jarang, dan ihwal itu tidak secara langsung memberikan pencerahan dan berbagi ilmu pengetahun kepada pembaca.

Siapa yang tidak terkesan setelah tulisan atau karya kita dimuat media, bahkan dibaca banyak orang. Pastinya semua orang terkesimak dan merasa lebih terbantu dengan adanya informasi terbaru melalui tulisan kita.

Demi menjaga girahnya, maka izinkan saya menghadirkan kutipan dari Bung Pram: menulis, adalah bekerja untuk keabadian. Ahli atau tidak, itu urusan lain. Berbakat atau tidak, itu juga lain hal. Bukankah Ahmad Khoiri pernah berpesan, bahwa menulis itu bukan soal bakat, melaikan skill. Dan mencapainya perlu belajar, dengan apa ? ya menulis.

Oleh: Indarka Putra Pratama

Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, IAIN Surakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru