26.1 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Teroris (XX-V): Sri Puji Mulyo Korban Terorisme

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Teroris (XX-V): Sri Puji Mulyo Korban Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Saya, Sri Puji Mulyo Siswanto terlahir di Semarang. Saya hidup di tengah keluarga dari enam bersaudara. Saya termasuk yang paling bungsu. Keluarga saya pengagum Soekarno, sang proklamator pertama Republik Indonesia. Bahkan, saya hidup seperti masyarakat pada umumnya. Saya belajar dari TK sampai SMP di tengah didikan ajaran Islam ala Muhammadiyah. Sedang, SMA saya belajar di swasta umum.

Selepas SMA saya aktif di masjid. Kegiatan yang digelar di masjid itu berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi yang dibangun oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari. NU ini dikenal sebagai organisasi yang menjangkau level masyarakat menengah ke bawah, sehingga NU disebut sebagai organisasi tradisionalis. Hal ini berbeda dengan Muhammadiyah yang menjangkau masyarakat menengah ke atas dan memiliki kecenderungan cara berpikir yang modernis. Kegiatan di masjid tersebut, salah satunya, baca Yasin, dan lain-lain.

Hari-hari saya memang tidak sepenuhnya dihabiskan di masjid yang berlatar belakang NU. Namun, saya juga aktif di sebuah kajian keislaman, sehingga di dalam kajian ini saya mulai diperkenalkan dengan ajaran-ajaran Islam yang menurut saya baru. Kajian ini menjadi berbeda dibandingkan sebelumnya, karena penekanan kajiannya lebih kepada persoalan hukum dan akidah. Sehingga, semangat beribadah saya semakin terpacu dibandingkan sebelum-sebelumnya. Maka, saya terdorong untuk lebih mendalami kajian keislaman yang baru ini.

Seiring perjalanan waktu terjadilah konflik Ambon. Kemudian saya mulai terpanggil untuk membela saudara-saudara saya. Saya berangkat melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Sampai di Ambon kurang lebih dua bulan saya mengenal beberapa orang yang akhirnya mengenalkan saya pada sebuah jaringan Noordin M. Top dan Dr. Azhari. Tahun 2005 akhir saya kenak kasus dan dipenjara karena menyembunyikan informasi pencarian kedua teroris ini di rumah saya sendiri. Saya dibebaskan pada tahun 2010. Tapi pertengahan 2010 saya kenak kasus lagi karena menyembunyikan teroris Abu Tholut.

Saya mulai menyadari bahwa perbuatan yang telah mengantarkan saya tersungkur di balik jeruji besi adalah sesuatu yang keliru. Saya sadar semua ini karena mengikuti kegiatan deradikalisasi di lapas ketika saya dihukum. Saya yang mulanya beranggapan kegiatan ini berbahaya, ternyata akhirnya tidak seperti yang saya bayangkan. Kegiatan deradikalisasi itu sangat membantu saya kembali ke jalan yang benar. Kegiatan deradikalisasi tidak gampang menyesatkan, mengkafirkan, dan mengthaghutkan orang lain. Sehingga, saya sadar bahwa Islam itu bisa disampaikan dengan cara yang rahmah.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXVIII): Eks Napiter Poso Mie Kembali ke Pangkuan NKRI

Ketika saya kembali ke masyarakat, saya tidak langsung diterima. Tapi, masyarakat mengekspresikan penolakannya lewat cara-cara yang halus. Semisal, saya diistirahatkan untuk tidak menjadi imam di musalla kampung saya, saya dibekukan untuk tidak menjadi takmir masjid, dan seterusnya. Saya menerima semua kenyataan pahit ini. Karena, penolakan masyarakat tentunya timbul karena kekhawatiran mereka yang begitu besar terhindar dari pengaruh paham radikal dan teroris. Saya terus berpikir dan bangkit agar masyarakat dapat menerima saya kembali.

Ketua RT Semarang Hendi Kartika tiba-tiba mengangkat saya menjadi ketua takmir masjid. Keputusan Pak RT mengakibatkan suara masyarakat pecah: ada yang setuju dan tidak setuju. Pak RT akhirnya menjelaskan, bahwa saya sekarang tidak seperti saya yang dulu. Saya sudah bertaubat dari paham radikal yang telah meresahkan banyak masyarakat, termasuk keluarga saya sendiri. Saya menyesal sudah membuat tanah kelahiran saya malu. Saya harus bisa membuktikan kepada masyarakat, bahwa saya benar-benar taubat (taubah nashuhah).

Saya terima amanah yang diberikan Pak RT, sehingga masjid yang saya bina menjadi berkembang. Termasuk juga saya membangun ekonomi masyarakat dengan peternakan lele. Masyarakat mulai berdatangan untuk bekerja sama membangun bisnis bersama. Saya merasakan kebahagiaan yang tak terhingga melihat orang lain bahagia. Teringat pesan Jack Ma, “If you make other happy, you will be happy.” Maksudnya, jika kamu dapat membuat orang lain bahagia, maka kamu bakal bahagia. Ternyata bahagia itu sederhana: memperlakukan orang lain seperti memperlakukan diri sendiri.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini diolah dari cerita Sri Puji Mulyo yang disampaikan di akun YouTube BIN Official RI

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru