31 C
Jakarta

Serial Pengakuan Mantan Napiter (L-VI): Eks-Teroris Agus Marshal Pernah Kirim Bom ke Aceh dan Kenal Dulmatin

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Mantan Napiter (L-VI): Eks-Teroris Agus Marshal Pernah Kirim Bom ke...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Terorisme menjadi paham yang memiliki power yang sangat kuat. Tak sedikit warga Indonesia yang terpengaruh paham membahayakan ini. Salah satunya Agus Marshal.

Agus adalah narapidana teroris yang pernah membuat pelatihan perang di Aceh. Ia berasal dari Purwakarta, Jawa Barat. Ia bertugas menyuplai logistik dan merekrut orang untuk ikut latihan di Aceh.

Ceritanya, Agus terjebak propaganda terorisme bermula dari mengikuti pengajian umum di Cikampek. Dalam pengajian itu, ia berinteraksi dengan beberapa orang hingga akhirnya terjadi diskusi.

Perlahan, Agus meninggalkan pengajian tersebut dan lebih memilih berdiskusi rutin dengan sekitar 10 hingga 12 orang yang sepemahaman dengannya.

Dari situlah Agus mulai didoktrin untuk mengambil sikap yang kontra terhadap pemerintah. Kemudian, di lapangan Agus diarahkan melakukan tindakan teror.

Ketika bergabung Agus mendapat pelatihan militer teroris di Aceh. Ia mendapat tugas mengelola suplai senjata, amunisi hingga perekrutan calon yang akan ikut latihan militer di Aceh.

Agus ditugaskan mengambil dua belas dus yang di dalamnya terdapat dua belas ribu peluru dari kelompok teroris lain. Dus itu diambil di sekitar SPBU Cikopo. Ternyata, setelah dicari tahu, kiriman itu dari Dulmatin.

Dus itu kemudian dibawa ke pos di mana bahan peledak itu disimpan. Dulunya, pos ini adalah kandang kambing yang ada di sekitar rumah Agus.

Akhirnya, Agus tertangkap polisi di Kawasan Industri BIC Purwakarta. Saat itu, ia menyamar sebagai pekerja yang memasang instalasi atap baja salah satu pabrik.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XLI): Eks Napiter Inisial MI Kembali ke NKRI dan Siap Bantu Pemerintah

Agus divonis bersalah dan menjalani hukuman penjara 4 tahun 8 bulan. Di dalam penjara terdapat sekitar 25 orang napi teroris yang ditahan dalam 4 sel berbeda dengan tahanan umum lain.

Setelah lepas dari penjara, Agus menjalani program deradikalisasi yang dipantau langsung Dedi Mulyadi yang saat itu menjabat sebagai Bupati Purwakarta. Berkat Pak Dedi, Agus bisa hijrah dari terorisme.

Ketika hijrah, Agus mendapat bantuan ekonomi dari Pak Dedi untuk memperbaiki ekonominya yang sedang ambruk. Lebih dari itu, Agus juga mendapat kesempatan menjadi pembicara dalam sekolah ideologi yang digagas oleh Pak Dedi. Di situlah Agus berbagi cerita masa di mana ia terjebak paham teroris.

Karena Covid-19 masuk ke Indonesia, Agus beralih pekerjaan. Dan, ia tetap dipercayai oleh Pak Dedi untuk menjadi pengawas kebersihan di wilayah Bungursari hingga Tol Cikopo. Syukurnya, ia mampu menjadi tulang punggung keluarganya.

Kisah Agus ini dapat dipetik pelajaran berharga, bahwa perjalanan hidup manusia ditentukan oleh diri mereka sendiri. Agus yang memilih pada masa dulu masuk kelompok teroris tidak menghadirkan berkah dalam hidupnya: keluarganya sengsara di belakang dan dia sendiri mendekam di balik jeruji besi.

Sekarang Agus hijrah dari masa lalunya yang tidak membahagiakan. Syukurnya, Agus mendapat dukungan dari banyak orang, termasuk Pak Dedi Mulyadi. Bahkan, rezeki Agus makin melimpah.[] Shallallah ala Muhammad.

*Tulisan ini disadur dari cerita Agus yang dimuat di Media Online Viva.co.id

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru