25.4 C
Jakarta

Santri Milenial Berdakwah di Media Sosial

Artikel Trending

Milenial IslamSantri Milenial Berdakwah di Media Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pesantren adalah lembaga yang memiliki ketahanan sisi tradisionalisme hingga moderatisme. Pesantren itu, tak hanya dikenal sebagai basis santri dalam menimba ilmu agama. Melainkan banyak kalangan intelektual yang lahir dari produk pesantren menguasai ilmu ekonomi, hukum, politik, dan teknologi.

Santri kian banyak yang menjadi politisi, pemimpin bangsa, ekonom, ahli hukum, dan ahli di bidang ilmu dan teknologi. Terbukti banyak pesantren yang melahirkan generasi perubahan dari berbagai cabang ilmu. Mulai pesantren Tebuireng, Lirboyo, Gontor, Sidogiri, dan pesantren lainnya.

Kini, tantangan besar pesantren bagaimana kehidupan para santri menghadapi era digital. Di mana era ini, menuntut para santri untuk menguasai segala macam ilmu. Bahkan melek digital sekalipun, terlepas dari persoalan lain. Santri harus bersikap milenial untuk memainkan peran dakwahnya.

Dakwah santri milenial setidaknya mengasah potensi keagamaan generasi yang melek digital. Utamanya, bagi generasi yang pemahaman keagamaannya kurang mumpuni. Hadirnya santri bukan hanya untuk merawat tradisi keagamaan saja, tetapi untuk merawat kerukunan dan kedamaian di media sosial.

Apalagi kelompok berideologi transnasional (khilafah) kian berdakwah di media sosial. Dunia maya seakan-akan hanya menjadi milik aktor kelompok intoleransi, paham radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Ironisnya, doktrin agama hanya dipergunakan untuk dakwah yang memecah belah.

Dakwah itu, seharusnya mengayomi dan mengajak masyarakat, dan generasi kita untuk berbuat kebaikan dan kebenaran. Kebenaran itu lahir dari rahim dakwah yang sifatnya lebih mempersatukan semua golongan, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi nasionalisme dan toleransi.

Di tengah merambahnya kelompok radikalisme di tengah-tengah masyarakat dan merajalela di media sosial. Tentu membuat masyarakat ketakutan akibat kekerasan dan ujaran kebencian yang ditebarkan. Bahkan belakangan ini, pesantren ada yang diduga terpapar paham intoleransi dan radikalisme.

Lalu, apakah paham radikal mampu merusak moralitas agama para santri? Penulis meyakini tidak akan terjadi. Karena itu, santri adalah generasi perubahan yang menguasai dasar-dasar agama, dan penebar perdamaian dalam sendi-sendi kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.

Problematika Dakwah Santri

Pesantren adalah lembaga tradisional yang banyak melahirkan santrinya menjadi ulama, pemimpin, dan intelektual di bidang disiplin ilmu. Tanpa kiprah pesantren, mungkin tak ada lagi santri yang akan menebar toleransi dan perdamaian di tengah musimnya kelompok intoleran dan pemicu kekerasan.

BACA JUGA  Di Tengah Gusarnya Politik, Ada Teroris Bermain Pendanaan dan Intrik

Gerakan dakwah politik, muncul dari kelompok Islam radikal yang kian ingin menghubungkan agama dan politik. Politik seakan-akan misi utama mereka, sehingga membuat agamanya pun terkesan diduakan tanpa alasan. Modus dakwah tersebut banyak kita jumpai dan beredar di berbaga dunia sosial.

Santri yang memiliki basis pemahaman agama yang kuat dan sangat kental dengan tradisional dan modern. Namun, gerakan dakwahnya tampak kurang eksis di permukaan, meskipun ada beberapa media Islam yang berbasis dakwan Islam rahmatan lil ‘alamin atau dakwah moderat tidak sebanding dengan ujaran kebencian yang didakwahkan oleh kelompok-kelompok ekstrem-radikal.

Kelemahan santri milenial, yang telah melek digital tidak eksis melakukan gerakan dakwah di media sosial. Sehingga ekstremisme dan radikalisme digunakan sebagai jalan dakwah kekerasan tanpa didasarkan pada dalil-dalil keagamaan yang kuat. Kekerasan dalam agama apa pun itu tidak dibenarkan.

Catatan penting bagi pesantren adalah bagaimana santri aktif melakukan gerakan dakwah melalui literasi dan media sosial tanpa lengah sedikit pun. Adapun jebolan pesantren yang eksis di medi sosial, khususnya di media Islam yang didominasi oleh golongan santri. Antara lain, Harakatuna.com, NU Online, Islami.co, BincangSyariah, dan media Islam lainnya.

Pesantren dan Regenerasi Ulama

Pesantren sebagai lembaga regenerasi ulama tradisional dan modern perlu menata kembali gerakan dakwah di media sosial. Jangan sampai dunia maya hanya menjadi panggung sandiwara paham keagamaan terkait jihad atau hijrah. Peran santri sangat dibutuhkan oleh negara untuk meretas pemahaman yang keras terhadap ideologi.

Dalam konteks negara dan pesantren, perlu kita dorong pelatihan dan pembinaan kader ulama muda yang mampu bersaing dengan kelompok Islam radikal. Peningkatan mental dan kreativitas sumber daya manusia (SDM/santri) agar kompeten dan mampu menjadi ulama muda yang mengayomi umat.

Pelatihan kader ulama memang membutuhkan peran semua pesantren di seluruh Indonesia, karena pesantren sebagai garda terdepan untuk melawan dakwah-dakwah radikal di media sosial. Paling tidak, dengan pelatihan ini mendorong santri kedepannya memiliki semangat preventif dan edukatif.

Pesantren digital memiliki tanggung jawab kebangsaan untuk melakukan kaderisasi dan regenerasi ulama dalam rangka untuk menciptakan generasi  yang multitalenta, dan memiliki karakter milenial yang mampu bersaing secara intelektual di media sosial. Untuk itu, momentum ini setidaknya menjadi solusi efektif mewujudkan perdamaian negeri.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru