29.7 C
Jakarta

Sales-sales Khilafah di Majelis Ulama Indonesia

Artikel Trending

EditorialSales-sales Khilafah di Majelis Ulama Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Ulama-ulamaan ala khilafah terus menempel di tubuh Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai lembaga fatwa yang menjadi representasi ulama dari berbagai kalangan. Toh itu Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan ormas lainnya. Tampaknya lembaga ini tidak lagi netral dalam mengatasi sekelumit persoalan-persoalan keagamaan yang kian terjadi di negeri ini.

Setiap isu keagamaan adalah domain MUI, tetapi, mengapa gaya bicaranya menohok, dan provokatif? Kesempatan dalam kesempitan ini menguntungkan sales-sales khilafah yang berdagang ideologi lewat fatwa, modusnya, untuk meraup dukungan umat Islam di Indonesia, sehingga siapa pun yang terpengaruh oleh pemahamannya akan menjadi simpatisan khilafah.

Denny Siregar, yang mengulas tentang “Sales-sales Khilafah di MUI” di kanal youtube CokroTV. Ia mengatakan, dan dari pengamatan itu, salah satu prediksi saya adalah kelompok-kelompok pendukung pemberontak di Suriah akan mulai dari penyusupan ke lembaga-lembaga penting di Indonesia. Dan salah satu lembaga yang dianggap penting adalah MUI.(04/08)

Ungkapan Denny Siregar menjadi kenyataan tatkala mengamati arah statement-statement yang disampaikan segelintir ulama simpatisan khilafah, Bachtiar Nasir, Zaitun Rasmin, Tengku Zulkarnain, dan ulama lain yang ikut andil membela kaum pemberontak di Timur Tengah. Proses radikalisasi ulama malah meningkat tajam di MUI, terbukti argumentasi mereka soal paham khilafah.

Sales-sales khilafah mudah merajalela jika terus menerus menggerogoti MUI, belakangan lembaga ini bukan malah membantu negara mengatasi konflik, dan mengurus fatwa. Namun, sebagian dari mereka (ulama simpatisan khilafah) menyerang pemerintah lewat isu-isu krusial, meliputi khilafah, komunisme, dan RUU HIP. Justru segelintir ulama berbondong-bondong ikut menjadi bagian dari promotor utama aksi PA 212.

MUI Sarang Khilafah

Harus diakui, peran dan tugas yang cukup penting, tuntutan dan keinginan para ulama membangun konsolidasi dengan kelembagaan lain. Bermitra untuk menerbitkan fatwa, tetapi, bukan mengurus dan berkomentar hal-hal yang jelas menjadi larangan keras negara. Misalnya, pembubaran HTI/ormas pendukung khilafah yang terang-terangan mengkudeta ideologi.

Hal ini diungkap oleh Denney Siregar dalam ulasannya di kanal youtube CokroTV,  tanpa banyak orang yang tahu, Majelis Ulama Indonesia juga disusupi oleh orang-orang yang menjadi pendukung berdirinya negara Islam di negeri ini. Bahkan menariknya, orang-orang ini punya jejak digital ketika membela pemberontak Suriah dengan terang-terangan memproklamirkan negara baru Suriah dengan bendera barunya di Indonesia. Bahkan, mereka mengutip donasi dari umat Islam di Indonesia, untuk dikirim ke Suriah dengan bahasa mendukung rakyat Suriah. Padahal, sejatinya mereka sedang membantu logistik para pemberontak di sana.(04/08)

BACA JUGA  Digital Native: Strategi Baru Kontra-Radikalisasi

Keterlibatan mereka jelas adanya menjadi parameter utama bahwa MUI mulai digerogoti ideologi khilafah, paham tersebut bisa menyebar ke mana-mana, sehingga radikalisme semakin bertumbuh kembang di negeri ini karena ulah dedengkot khilafah. Jadi, iklan mereka adalah ayat dan hadits, supaya keulamaan mereka mudah dipercaya guna mengelabuhi umat Islam.

Umat Islam di negeri ini perlu berhati-hati dan waspada dari bualan mereka, manipulasi fatwa ulama menjadi pintu masuknya sarang radikalisme khilafah berkembang dan membuat masyarakat bertindak ekstrem hingga memberontak. Indoktrinasi khilafah akan lebih berbahaya jika menjamur di MUI, sebab, umat Islam mudah sekali diperdaya, dan percaya ucapannya.

Melalui ungkapan Denny Siregar cukup kuat membuktikan MUI tidak lagi netral akibat segelintir ulama-ulamaan khilafah, ia menyatakan, Bakhtiar Nasir adalah sales utama khalifah yang pengaruhnya sangat merusak, sangat licin, dan berbahaya. Sekarang dengan berlindung di balik MUI. Dia seperti membersihkan dirinya dan mengklaim sebagai ulama sekaligus menyebarkan ideologi-ideologi khilafahnya.

Menjaga Netralitas

MUI, dalam hal ini, sebagai representantif umat Islam di negeri ini. Tanpa harus menunggu produk fatwa pun masyarakat akan mengikuti, tetapi, tidak dengan mengatasnamakan golongan atau kelompok tertentu. Dan tugasnya adalah membantun negara dalam konteks mengeluarkan fatwa kepada umat Islam, baik seputar muamalah, nikah, siyasah, dan seterusnya.

Netralitas MUI harus betul-betul terjaga dari pengaruh paham atau ideologi mana pun, sebab hadits tegas, al-ulama al-warasatul anbiya’ “ulama adalah pewaris nabi”. Artinya, ulama harus menjadi pelayan dan pengayom umat Islam. Lebih dari itu, mengayomi di luar Islam guna merawat keberagaman dan toleransi. Agar fatwa dan tingkah lakunya menjadi suri teladan.

MUI hadir melibatkan para ulama dan tokoh Islam, hal ini dalam rangka menjalankan fungsi ijtihad kolektif melalui majelis, dan memberi masukan, serta nasehat keagamaan kepada pemerintah dan masyarakat. Akan tetapi, bukan malah membuat umat Islam semakin retak dan terpecah belah.

Fenomena sales-sales khilafah di MUI menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam, dengan representasi ulama, setidaknya memperlihatkan simbol persaudaraan. Dimana tanggungjawab keummatan dan kebangsaan adalah domain ulama, supaya umat Islam memiliki semangat toleransi yang amat tinggi untuk memperkuat persaudaraan melalui peran ulama di MUI.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru