33 C
Jakarta

Salahkah Pemerintah Membubarkan HTI?

Artikel Trending

KhazanahTelaahSalahkah Pemerintah Membubarkan HTI?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Salahkah pemerintah membubarkan HTI pada 2017 silam, sebagai organisasi terlarang? Padahal kalau dilihat secara ideologi, sebagai negara yang menghargai kebebasan berpendapat dan berekspresi, HTI adalah bukti dari keberagaman organisasi/ideologi yang ada di Indonesia. Jika negara ini adalah demokrasi, maka seyogyanya pembubaran HTI ataupun FPI adalah sebuah jawaban bahwa, pemerintah tidak menjalankan sistem demokrasi itu sendiri.

Kalimat di atas, seringkali kita jumpai dalam diskusi-diskusi kecil soal keberagaman. Di sinilah letak paradoks toleransi yang akan kita bahas. Jika toleransi adalah sebuah sikap yang dimiliki seseorang untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain, meskipun terdapat perbedaan yang sangat mendasar, seperti perbedaan pola pikir dan sudut pandang. Akan tetapi, sikap tersebut perlu ada batasan agar kita tidak menghargai orang yang menyimpang atau orang yang berperilaku intoleran.

Karl Popper, menyebut bahwa sikap toleran yang terdapat pada diri seseorang akan hilang apabila orang-orang intoleran selalu diberi ruang untuk ditoleransi. Artinya, dalam konteks masyarakat Indonesia, HTI adalah organisasi intoleran. Mengapa demikian? Secara ideologi, HTI bertentangan dengan Pancasila. Mereka memiliki falsafah sendiri untuk menegakkan organisasi dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Indonesia.

Sekalipun berbagai kegiatan atau acara yang diusung bermanfaat untuk masyarakat Indonesia, perlukah kita toleran terhadap organisasi yang intoleran? Jawabannya tidak boleh. Artinya, pembubaran HTI yang dilakukan oleh pemerintah pada beberapa tahun lalu, bukan menjadi sebuah kesalahan. Sebab hal itu adalah bukti ketegasan pemerintah, yang berarti pula pemerintah tidak akan toleran terhadap organisasi intoleran.

Tentu, harusnya kita juga memahami bahwa sikap tegas tersebut perlu juga ditampakkan oleh masyarakat agar tidak toleran terhadap organisasi intoleran.

Pembubaran HTI, Tantangan Baru!

Sejak dibubarkan HTI sebagai organisasi terlarang, maka pergerakan HTI bisa dikatakan melalui bawah tanah. Bukan berarti hilang, tapi keberadaannya tidak diketahui publik. Sekalipun kita bisa menelaah suatu gerakan, terafiliasi pada organisasi HTI, akan tetapi pemerintah tidak bisa bersikap tegas karena secara kelembagaan tidak mengatasnamakan HTI.

BACA JUGA  Melihat Istilah ‘Tobrut’: Budaya Seksis yang Merenggut Hidup Perempuan

Pergerakan semacam ini sebenarnya sangat sulit bagi aparat sendiri untuk mendeteksi, atau melakukan pembubaran. Setiap orang, yang mendukung atau setuju dengan ideologi HTI, akan menjadi influencer bagi orang lain. Membentuk kelompok-kelompok kecil untuk melakukan gerakan. Seandainya HTI tidak dibubarkan, maka menjadi jelas bahwa suatu gerakan adalah milik HTI. Namun karena HTI tidak eksis sebagai organisasi, partisipan HTI bergerak di berbagai sisi untuk terus menghidupkan gerakan mendirikan negara Islam di Indonesia.

Sampai di sini, bukankah kita memahami bahwa tantangan dalam memberangus HTI semakin sulit? Selain karena tidak mengatasnamakan HTI, mereka terus menempel pada aksi-aksi kemanusiaan yang bisa meningkatkan empati masyarakat. Tantangan besar yang dimiliki oleh pemerintah dalam memberangus HTI adalah mendeteksi orang/kelompok/gerakan yang mendukung pendirian negara Islam.

Dalam aksi kemanusiaan untuk Palestina, misalnya. Banyaknya organisasi masyarakat sipil yang melakukan aksi demonstrasi di berbagai daerah, dimanfaatkan oleh partisipan HTI untuk melakukan kampanye. Cara mendeteksi bahwa mereka HTI atau bukan sangat gampang. Partisipan HTI selalu memberikan solusi atas masalah Palestina dengan khilafah.

Artinya, berkedok dengan aksi kemanusiaan, partisipan HTI akan terus menempel pada gerakan-gerakan besar, yang bertujuan untuk mencari simpati publik agar semakin banyak partisipan HTI yang lain. Gerakan-gerakan berkedok kemanusiaan milik HTI, akan senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat.

Tidak heran, dari waktu ke waktu generasi HTI sampai hari ini semakin banyak, mulai dari kalangan masyarakat bawah hingga menegah ke atas. Kalangan akademisi, pendakwah bahkan artis/influencer juga turut serta mempromosikan khilafah kepada masyarakat. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru