26.1 C
Jakarta

Salah Memahami Jihad, Memicu Lahan Subur Radikalisme

Artikel Trending

EditorialSalah Memahami Jihad, Memicu Lahan Subur Radikalisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pada era pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, negara semakin punya kecenderungan tinggi dalam memerangi arus deras paham radikalisme. Radikalisme yang kian muncul kerap kali mengatasnamakan agama karena kesalahan kita mudah terjebak dengan pemahaman jihad. Sehingga, jihad yang disalahpahami berpotensi menumbuhkan esktremisme, dan radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme.

Sebagian kelompok Islam yang terpapar paham radikalisme tidak lepas dari persoalan pemahaman yang salah atas konsep jihad itu sendiri. Selama ini, setiap konsep jihad cukup sering dimaknai, dan dipahami adalah agama. Bahkan, jihad dan radikalisme agama selalu ada keterkaitan dalam mehamami teks-teks agama. Cara berpikir sempit seperti demikian menunjukkan kegagalan kita dalam memahami jihad dan agama.

Oleh karena itu, munculnya paham radikalisme agama yang memicu tindakan terorisme karena pemahaman kita yang salah dalam memahami esensi jihad tersebut. Di sisi lain, sebagian kelompok Islam setiap melihat persoalan bangsa dan negara yang belum tuntas. Kemudian, persoalan ini masif dijadikan alasan untuk berjihad atas nama agama yang akhirnya melawan negara, dan membenturkan agama dengan negara.

Visi dari sebuah kelompok Islam yang memperjuangkan jihad tentu hanya karena adanya sebuah motif politik mengingingkan sebuah kebijakan yang didasarkan pada sistem pemerintahan Islam. Hal ini tentu adalah catatan penting bagi kita semua bahwa kesalahpahaman tentang jihad itu menyebabkan kelompok, dan individu mudah menyalahgunakan jihad agama sebagai perang melawan negara yang dianggap tidak adil.

Jika hal demikian faktanya, maka jihad kelompok Islam yang mengatasnamakan agama tergolong ideologi transnasional. Yaitu, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Ketiga serangkai ini merupakan jaringan kelompok pejuang jihad yang menganggap bagian dari kategori memperjuangkan agama. Padahal, jihad dan agama adalah sesuatu yang harus dipertahankan, tetapi bukan dipersalahgunakan untuk melawan siapapun yang tidak sepaham dengan kita.

Jihad, Menyulut Api Radikalisme dan Terorisme

Legitimasi jihad atas nama agama menjadi lahan subur lahirnya individu, dan kelompok-kelompok Islam radikal. Tidak terlepas dari persoalan ini, jihad ini terkadang menjadi motif serangan teroris hingga melegalkan pembunuhan atas dasar pembenaran pemahaman agama secara sepihak. Artinya, hal itu memperlihatkan kegagalan kita dalam memahami jihad dan agama.

Pada kenyataannya, dalam beberapa dekade tindakan kekerasan (radikalisme-terorisme) menempati berita teratas yang merenggut nyali umat Islam. Betapa tidak, tindakan teror tersebut nyaris selalu dikaitkan dengan jihad kelompok-kelompok Islam yang terpapar radikalisme, ada yang melakukan tindakan teror dengan menghalalkan fitnah dan perang melawan non-muslim.

BACA JUGA  Zakat: Jembatan Solidaritas Umat Anti-Radikalisme

Melalui catatan ini, jihad keagamaan memang memiliki kedudukan penting dalam persoalan agama. Namun, jihad keagamaan tanpa didasari dengan jihad kemanusiaan itu tidak mencerminkan ajaran agama yang baik dan rahmatan lil ‘alamin. Terutama agama Islam yang sebenarnya mengajak umat untuk hidup saling berdampingan, menerima perbedaan, dan anti kekerasan.

Islam sejatinya adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan oleh sebab itu, setiap jihad yang dikategorikan agama perlu diluruskan niatnya. Sebab mempertahankan negara itu bagian dari iman. Iman itu menunjukkan seseorang itu beragama. Jadi, agama itu menuntut umat Islam untuk bertingkah laku dengan baik, ramah, dan saling menghargai.

Langkah Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin

Kini, negara telah tampil dan hadir di garda terdepan dalam memberantas pemahaman jihad yang bisa berpotensi membuat pemahaman kita terjebak atas doktrin agama yang ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Eksistensi peran negara perlu melibatkan semua komponen agama untuk ikut andil menyebarkan paham keagamaan yang toleran.

Dakwah agama itu merupakan jihad seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dengan menempuh jalan damai. Jihad yang lebih bermartabat dan mengedepankan akhlaqul karimah. Bukan dengan cara kekerasan yang tidak memiliki sikap prikemanusiaan, sebab jihad keagamaan dan kemanusiaan adalah dua hal yang harus diperjuangkan oleh pemerintahan saat ini.

Apalagi langkah pemerintah saat ini sudah optimal akan meminamilisir kelompok-kelompok Islam yang terjaring paham radikalisme. Sehingga, dengan langkah pemerintah kini berupaya memberantas paham radikalisme dan terorisme adalah bagian dari jihad membela negara dan agama guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik (al-maslahatul ummah).

Dari sisi literasi, pemahaman jihad dan agama sering disalahpahami karena kekurangan literasi yang mendukung. Peran literasi ini tentu kita sangat mendorong pemerintah. Dalam hal ini, presiden dan wakil presiden, Menteri Agama, Menkopolhukam, dan Manteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengkurikulumkan model pendidikan anti radikalisme sejak dini hingga perguruan tinggi.

Literasi ini setidaknya menjadi solusi untuk mengatasi literasi tokoh pemikiran Islam yang mudah membangun image bahwa jihad itu bagian dari agama. Di antaranya, Abul ‘Ala al-Maududi, Sayyid Qutb, Syekh Said Hawwa, dan Abdullah Azzam. Pola pikir keislaman mereka harus dihentikan oleh pemerintah, sebab itu kita lebih mudah memahami jihad itu bagian dari agama, dan mengganggap Pancasila, serta sistem demokrasi menjadi kafir (thaghut).

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru