26.1 C
Jakarta

Rumah Sakit Suriah Lebih dari 400 Kali Jadi Target Pemboman

Artikel Trending

AkhbarInternasionalRumah Sakit Suriah Lebih dari 400 Kali Jadi Target Pemboman
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Damaskus – Rumah sakit di Suriah telah menjadi sasaran lebih dari 400 kali dalam kampanye yang menghancurkan oleh rezim Bashar al Assad dan pasukan Rusia untuk menghancurkan fasilitas kesehatan di daerah oposisi.

Syrian Archive yang berbasis di Berlin, Jerman, mengungkapkan data yang menunjukkan bahwa sekitar 90 persen dari ratusan serangan terhadap fasilitas kesehatan di daerah oposisi disengaja.

Laporan tersebut menyatakan bahwa pasukan rezim Suriah dan Rusia adalah “pelaku utama” dari serangan tersebut, menggunakan rudal, bom barel, dan tembakan untuk menghancurkan fasilitas kesehatan di provinsi Idlib dan wilayah oposisi lainnya.

Menurut Syrian Archive penargetan rumah sakit dan kampanye secara luas tampaknya menjadi bagian dari kampanye sistematis untuk menghancurkan infrastruktur perawatan kesehatan di daerah pemberontak.

“Basis data ini sangat penting untuk memastikan bahwa kami menunjukkan niat, dampak, dan strategi serangan terhadap fasilitas medis,” kata Hadi al Khatib, pendiri dan direktur Syrian Archive, kepada kantor berita Jerman Deutsche Welle yang dinukil Al Araby, Rabu (10/3/2021).

“Mayoritas serangan ini dan mayoritas pola ini terjadi antara pasukan Suriah dan Rusia,” imbuhnya.

Sekitar 216 serangan terhadap rumah sakit adalah serangan sekunder – atau double tap – yang terjadi sekitar satu menit setelah pemboman awal di lokasi tersebut ketika petugas darurat terlibat dalam operasi pencarian dan penyelamatan.

Serangan semacam itu dianggap kejahatan perang menurut hukum internasional, begitu pula dengan sasaran infrastruktur sipil seperti rumah sakit. Libby McAvoy, seorang rekan hukum yang terlibat dalam mengumpulkan data, mengatakan proyek tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan hukum internasional dan dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban para pelakunya.

Dia mengatakan data tersebut akan melengkapi bukti video serangan di fasilitas kesehatan. “Video hanya bisa diklaim sebagai salah satu bagian dari teka-teki,” kata McAvoy kepada DW.

“Tapi karena Suriah didokumentasikan dengan baik, itu menjadi bagian penting dari teka-teki,” cetusnya.

Bukti tersebut diharapkan dapat menjadi pencegah untuk mencegah serangan lebih lanjut terhadap fasilitas kesehatan di Idlib. “Apapun yang terjadi pada Idlib di masa depan, fasilitas medis akan menjadi target pertama,” kata al Khatib.

“Dan kami ingin dapat menunjukkannya dengan harapan dapat mencegahnya di masa mendatang,” sambungnya. Laporan itu terjadi setelah Komite Penyelamatan Internasional (IRC) dan mitranya menerbitkan laporan minggu lalu tentang serangan terhadap fasilitas kesehatan di Suriah.

BACA JUGA  China Sebut Palestina Berhak Gunakan Kekuatan Senjata dalam Perang Melawan Israel

Delapan puluh satu persen petugas kesehatan yang ditanyai untuk laporan tersebut mengatakan bahwa rekan kerja atau pasien mereka terluka atau terbunuh akibat serangan di fasilitas perawatan kesehatan.

Lebih dari tiga perempat pekerja yang disurvei telah menyaksikan rata-rata empat serangan terhadap fasilitas perawatan kesehatan dengan beberapa menyaksikan sebanyak 20 orang selama perang sepuluh tahun.

Penargetan sistematis fasilitas kesehatan telah mempersulit dokter dan perawat untuk merespons epidemi COVID-19 yang saat ini menyebar ke seluruh Suriah.

“Saya punya seorang teman yang ingin pergi ke rumah sakit untuk berobat, dan membawa serta anak-anaknya, lalu rumah sakit itu dibom dan teman saya tewas, bersama dengan salah satu anaknya. Dia hamil,” kata Muna, seorang pekerja pendukung psikologis, diwawancarai untuk laporan.

“(Serangan) ini juga menyebabkan penghancuran total unit perawatan intensif neonatal. Inkubator dihancurkan, bahkan anak-anak di dalam inkubator,” ungkapnya.

Penargetan rumah sakit yang disengaja juga telah menyebabkan eksodus dokter dan perawat dari Suriah dengan dua dari tiga petugas kesehatan meninggalkan negara itu karena kekhawatiran akan keselamatan mereka.

Serangan ini telah meninggalkan Suriah dengan hanya satu dokter untuk setiap 10.000 warga sipil yang bekerja selama 80 jam seminggu untuk menutupi kekurangan staf medis.

“Saat kami menandai 10 tahun konflik, Suriah telah menjadi anak poster ‘Age of Impunity’, di mana aturan perang diabaikan, dan serangan terhadap perawatan kesehatan yang melanggar hukum internasional terus berlanjut tanpa konsekuensi,” kata David Milliband, CEO dari IRC.

“Kasus COVID naik ke 41.406 yang mengkhawatirkan di seluruh Suriah pada Januari tahun ini – peningkatan lebih dari lima kali lipat dalam tiga bulan terakhir saja – dan serangan terhadap perawatan kesehatan telah sangat membahayakan kemampuan sistem perawatan kesehatan untuk menanggapi pandemi,” tuturnya.

“Meskipun semakin banyak bukti dan pengakuan internasional atas sifat luas – dan terkadang disengaja – serangan ini, tindakan oleh komunitas internasional untuk meminta pertanggungjawaban mereka tidak ada,” tukasnya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru