26.9 C
Jakarta

Rizieq Shihab, Atta Halilintar, Khofifah, dan Keadilan di Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamRizieq Shihab, Atta Halilintar, Khofifah, dan Keadilan di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Rizieq Shihab divonis hukuman penjara karena kasus kerumunan. Kini dia bakal dihukum 5 bulan atau membayar denda sebesar 20 juta. Pastilah uang 20 juta sangat kecil bagi seorang Rizieq Shihab.

Tetapi yang menarik bukanlah jumlah uang. Melainkan persidangan yang betapa rumit dan jelimetnya proses Rizieq Shihab. Mengapa? Itu juga yang menjadi pertanyaan kita saat ini. Bahkan hasil dari proses jelimet itu, menghasilkan sesuatu yang lembek.

Banyak pertanyaan sejak dulu kala berhamburan di media sosial. Jika Rizieq Shihab, mendekam di penjara karena kerumunan, mengapa Atta Halilintar, dan Khofifah tidak? Jawaban normatifnya, mereka berdua sudah menerima izin atau restu.

Melihat Kasus Rizieq Shihab, Atta Halilintar, Khofifah

Masuk akal tetapi tidak bisa diterima seutuhnya. Karena apa? Karena jika kita lihat, kasus antara Atta Halilintar, Khofifah dan Rizieq Shihab, itu hampir sama. Jika acara Rizieq Shihab, berkerumunan tetapi yang hadir mereka tetap juga melaksanakan protokol kesehatan. Pernikahan Atta banyak berkerumunan juga melaksanakan prokes kesehatan. Mengapa tidak ada isu yang berkobar? Nah itulah letak pertanyaannya. Mana mungkin terisukan lebih, wong Jokowi dan Prabowo saja hadir bahkan menjadi saksi, kata orang.

Tapi bagaimana dengan kasus Khofifah kemarin. Yang pada perayaan hari ulang tahunnya, tidak nyaya, orang-orang membludak hadir dan memberikan ucapan selamat dan terlihat berkerumunan. Kasus Khofifah nyaris persis seperti kasus Rizieq Shihab.

Apabila ada orang, dan kabarnya sudah dua orang melaporkan Khofifah ke polisi, mungkinkah Khofifah diproses seperti Rizieq Shihab dan seperti layaknya orang kampung? Sebagai warga kecil kita terlalu berani jika Khofifah kebal hukum. Tetapi terlalu lugu jika Khofifah, Gubernur Jawa Timur itu mendekam di penjara layaknya Rizieq Shihab.

Motif dan Poros Keadilan

Mengapa? Karena hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas bisa jadi ada dan terjadi. Beneran? Lihat saja dari kasus kerumunan yang dibuat Rizieq Shihab, Atta Halilintar, dan Khofifah. Siapa yang dihukum dan siapa yang tidak. Dari situ Anda bisa dapat menyimpulkan dan merumuskan sebuah hukum yang ada. Jika contoh itu saja bisa membuka kotak pandora dalam perhukuman kita, apalagi jika kita lebih jeli lagi dalam melihat kasus dan hukum.

BACA JUGA  Menguji Konsistensi Etika dan Toleransi Muslim Indonesia

Banyak motif politik yang bermain. Dan banyak kepentingan yang mengiringi politik itu sendiri. Politik bertambah kepentingan yang pragmatis, menyebabkan tumpulnya hukum dan pincangnya arah hukum di sebuah negeri itu sendiri.

Bagaimana mencari hukum yang adil kalau begitu? Bagaimana mencari kebenaran? Pasrah? Jangan. Keadilan bisa tertegakkan andaikan mau. Tetapi kebenaran inilah yang sulit.

Kita sering mendengar slogan. Berani adil sehat. Berani jujur hebat. Kini berganti. Berani adil sesat. Berani jujur pecat. Buktinya? Kasus Rizieq Shihab, Atta Halilintar, Khofifah bentuk keadilan di Indonesia. Dan kasus 75 pegawai KPK yang terpecat adalah bentuk kebenaran di Indonesia.

Miris? Tidak. Barangkali ada yang lebih berat dari itu di dalam bangsa ini. Apa itu? Kemirisan yang sangat besar dan membahayakan adalah diamnya orang baik di sebuah Negara ketika ada kasus-kasus seperti di atas.

Bila semua saling mencari aman, karena takut tertuduh macam-macam, kita menjadi manusia sudah kalah. Menjadi manusia yang mati. Layaknya benda. Rezim sudah menjadikan bangsa mati dan penakut. Sebuah bangsa penakut, adalah kematian peradaban.

Menegakkan Keadilan

Peradaban yang mati bentuk dari tajamnya otoritarianisme. Negara yang otoriter kepada rakyatnya tetapi takut kepada yang di atasnya memandegkan sebuah kebudayaan yang harmonis. Jika kebudayaan sudah mandeg maka selangkah lagi akan menuai kehancuran. Kita tak mau kehancuran itu tercipta.

Atas dasar itu, kita sebaiknya berlaku adil bagi siapa pun. Termasuk jalan hukumnya. Termasuk pada kasus Rizieq Shihab, Atta Halilintar, Khofifah. Agar masyarakat tetap percaya pada integritasnya hukum dan negara Indonesia. Jika sudah tidak percaya lagi, tidak ada gunanya ada sebuah negara. Jika benar-benar adil, maka kesan buruk terhadap penguasa akan lucut dengan sendirinya. Itu.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru