25.1 C
Jakarta

Reuni 212: Bukti Kekalahan Kelompok Elit dan Wajah Islam yang Buruk

Artikel Trending

KhazanahTelaahReuni 212: Bukti Kekalahan Kelompok Elit dan Wajah Islam yang Buruk
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Benar! Pembahasan 212 belum selesai. Aksi yang dilakukan pada tanggal 2 Desember kemarin masih menyisakan pembahasan yang sangat panjang. Pada intinya, kita berfikir bahwa aksi yang dinamakan reuni 212  bukti kekalahan kelompok elit yang sangat buruk.

Artinya, jika kita melihat segala hal yang terekam oleh media dengan pemberitaan yang cukup fenomenal, membuat kita berfikir bahwa reuni 212 akan lebih mewah dengan aksi 212 yang pernah dilaksanakan oleh kelompok-kelompok elit ini.

Segala tindakan dengan penolakan, tempat yang belum jelas, hingga perihal teknis yang sangat urgen, nyatanya menyebabkan citra aksi kelompok Islam satu ini semakin runyam. Disisi lain, masyarakat sudah muak dengan drama yang terjadi sebelum acara. Gerakan mereka tetap sama, berkutat pada narasi-narasi lama yang sering disampaikan pada tausiyah yang diberikan oleh mereka.

Penolakan pemerintah nantinya akan jadi narasi liar yang menunjukkan ketidakbecusan pemerintah dalam menegakkan keadilan kepada para bangsanya. Padahal, di tengah pandemi Covid-19 yang tidak tahu sampai kapan ini, seharusnya acara adudomba ini sangat tidak penting untuk dilakukan. Mengumpulkan suara umat Islam dengan berlindung dibalis suksesnya acara 212 pada beberapa tahun silam, menunjukkan bahwa mereka masih terlena dengan euforia kemenangan yang dinamakan “kemenangan umat Islam”.

Manajemen yang buruk membuktikan

“Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir” (Ali bin Abu Thalib R.A.), kalimat tersebut tidak berbanding lurus untuk menjelaskan kehadiran reuni 212 yang digadang-gadang menjadi bukti kemenangan Islam, nyatanya tidak seperti apa yang dikoarkan kepada media beberapa waktu lalu.

Manajemen aksi yang dilaksanakan oleh panitia reuni 212 sangat buruk, di luar ekspekstasi para jamaah yang semangat mengikuti reuni. Sebagian massa justru pulang dengan rasa kecewa lantaran ketidakjelasan yang ditampilkan oleh panitia reuni 212. Ditambah lagi dengan tidak mengantongi izin dari kepolisian. Massa Persaudaraa (PA) 212 tetap datang untuk melakukan reuni akbar yang dilakukan dimasa Pandemi Covid 19

Meskipun demikian, para jamaah yang pulang, tidak bisa kita klaim bahwa mereka akan keluar dari barisan kelompok Islam itu. Pulangnya mereka justru akan muncul narasi bahwa kemenangan umat Islam semakin terlihat dengan ketatnya izin yang diberikan, pasti narasi melawan kedzaliman itu terus mengalir pada setiap dakwah yang disampaikan.

BACA JUGA  Selamatkan Muslimah Indonesia dari Cengkeraman Khilafah!

Di luar para aksi, dimata penonton, orang yang melihat gerakan yang dilakukan oleh kelompok Islam ini, menyebabkan wajah Islam justru terkesan sangat buruk. Sebab segala keruwetan yang terjadi belakangan ini diciptakan oleh kelompok yang mengatasnamakan kelompok Islam ini. Alasan penting mengapa mereka tetap percaya diri melakukan hal itu, karena mereka berfikir bahwa reuni 212 akan semeriah aksi 212 yang pernah terjadi. Padahal kenyatannya justru berbanding terbalik dengan itu.

Berkoar di belakang, di depan kosong

Pada kesimpulannya kita membenarkan bahwa para panitia rueni 212 hanya berkoar belakang, padahal di depan tidak ada aksi apapun. Bagaimana saya tidak katakan demikian, ketika melihat aksi yang dilakukan. nyatanya, acara aksi reuni 212 ini kegiatan untuk memperingati demonstrasi damai ummat muslim terbesar ketika menuntut tindakan hukum atas Gubernur Ahok  yang menghina  Al-Quran. Sudah kita ketahui bersama bahwa isu utamanya sudah selesai diranah hukum.

Apalagi isu hari ini yang dimainkan sudah tidak relevan dan tidak sedikit tokoh penggerak sudah mulai mejauh dari PA 212. Kita bisa membandingkan dari sudut pandang sebelum pilres dan setelah pilpres 2019.

Penting kita untuk mempertanyakan kembali, Apasih valuenya dari Reuni 212?.   Saya berpandangan bahwa PA 212 berupaya menjaga eksistensinya dan menunjukkan kekuataan mereka mengelola massa. Diluar dari value tersebut, mereka tidak bisa mempertahankan eksistensinya dengan manajemen yang buruk, komunikasi tanpa nilai, dan menyebabkan para pengikutnya kecewa.

Di luar dari orang-orang yang ikut andil dalam kegiatan tersebut, kita justru merasa muak dengan segala drama yang dilakukan oleh kelompok ini. Para petinggi yang hadir begitu-begitu saja, isu yang dibawa juga tetap sama. Tidak relevan, menciderai demokrasi dan bukti bahwa intoleransi cukup kuat dalam masyarakat.Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru