26.1 C
Jakarta

Respon Ekonom Muslim Terhadap Persoalan Ekonomi Akibat Covid-19

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahRespon Ekonom Muslim Terhadap Persoalan Ekonomi Akibat Covid-19
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setiap bencana, yang diakibatkan oleh berbagai faktor alamiah (gempa bumi, banjir, erupsi dan wabah penyakit), dan faktor human error akan selalu mengakibatkan munculnya berbagai persoalan ekonomi. Penimbunan barang, kelangkaan barang, dan inflasi. Tiga persoalan ekonomi ini selalu muncul, dan menjadi perhatian para ekonom. Bagaimana para ekonom muslim menjawab ketiga persoalan tersebut.?

Respon Ekonom tentang Penimbunan Barang (ihtikar)

Terhadap masalah ini para ekonom muslim seperti Yahya bin Umar sangat mengecam perilaku menimbun barang (ihtikar), apapun alasanya. Karena berdasarkan padangan Yahya bin Umar penimbunan barang (ihtikar) ini adalah kejahatan yang akan menyebabkan kesengsaraan rakyat. Penimbunan barang akan menimbulkan kelangkaan barang yang akan berakibat kenaikan harga. Jika hal itu dilakukan meurutnya, maka barang hasil kejahatan itu harus dilelang dan keuntunganya disedekahkan, dengan ketentuan modal pokoknya dikembalikan kepada pelaku.

Pemerintah harus memberikan peringatan kepada pelaku ihtikar sebagai efek jera bagi si pelaku. Apabila mereka msih mengulanginya maka pemerintah harus mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pandangan Yahya bin Umar ini sangat beralasan karena penimbunan barang ini bisa berdampak kepada kelangkaan barang dan inflasi.

Jika terjadi kelangka barang dan inflasi menurut al-Ghazali akan mengakibatkan terjadinya azab dalam perekonomian. al-Ghazali mengutip ayat al-Quran “Dan orang-orang yang menimbun harta-harta mereka berupa emas dan perak dan tidak menginfakanya di jalan Allah, maka berikanlah kabar kepada mereka tentang azab yang pedih. (QS:9 (At-taubah) 34. Azab dalam perekonomian mengakibatkan terjadinya ketimpangan, dan meningkatnya kemiskinan. Oleh karena itu al-Ghazali di dalam Adabul Kasbi wal-maasy menekankan penting ilmu ekonomi para pebisnis. Dengan pemahaman yang dimiliki pebisnis dalam bisnisnya tidak akan melakukan ihtikar.

Pada saat terjadi pandemi virus covid-19 ini kalau ada oknum pengusaha yang memanfaatkan situasi ini dengan menimbun barang terutama kebutuhan pokok seperti masker. Maka menurut Yahya bin Umar dan al-Ghazali adalah kejahatan yang akan mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyat. Oleh karenanya harus dihukum. Pendapat kedua ekonom muslim tersebut sejalan dengan ketentuan hukum di Indonesia. Yaitu, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, terletak pada Pasal 29 dijelaskan. Pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas perdagangan barang. Pelaku usaha dapat melakukan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan barang untuk didistribusikan.

Barang kebutuhan pokok yang dimaksud adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat, seperti beras, gula, minyak goreng, mentega, daging sapi, daging ayam, telur ayam, susu, jagung, kedelai, dan garam beryodium. Kedudukan masker sama pentingnya dengan sembako disaat terjadinya pandemic virus covid-19.

Kelangkaan Barang

Yahya bin Umar dalam kitab al-ahkam al-suq memberikan penegasan eksistensi harga sangat penting dalam transaksi bisnis sehingga pengabaian atasnya akan menimbulkan kerusakan dalam masyarakat. Oleh sebab itu menurutnya penetapan harga atau al-tas’ir tidak boleh dilakukan. Hal ini berdasarkan hadis dari Anas bin Malik Rasulullah bersabda telah melonjak harga di pasar pada masa Rasulullah mereka para sahabat berkata Wahai Rasulullah tetapkanlah harga bagi kami, Rasulullah menjawab sesungguhnya Allah-lah yang menguasai (harga) yang memberi rizki, yang memudahkan dan yang menetapkan harga. Aku sungguh berharap bertemu dengan Allah dan tidak seorang pu (boleh) memintaku untuk melakukan suatu kezaliman dalam persoalan jiwa dan harta (HR Abu Dawud).

Yahya bin Umar berargumen bahwa pemerintah bagaimana tidak boleh melakukan intervensi pasar kecuali dalam dua hal. Pertama para pedagang tidak menjual barang yang sangat dibutuhkan masyarakat contoh sembako atau alat kesehatan seperti masker, hand sanitizer yang sangat dibutuhkan saat ini sehingga kondisi ini akan menimbulkan kelangkaan yang berdampak kenaikan harga maka pemerintah boleh intervensi pasar. Kedua para pedagang banyak melakukan banting harga (siyasah al-ighraq), praktek dumping  akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan dapat menimbulkan instabilitas ekonomi. Intervensi pemerintah terhadap harga ini pernah dilakukan oleh Pemerintah Umar bin Khattab, ketika ada pedagang kismis yang melakukan dumping maka khalifah menawarkan dua opsi menaikan harga sesuai standar atau pergi dari pasar.

Ibnu Taimiyah memiliki pandangan mengenai pasar bebas menurutnya naik turunya harga tidak selalu berkaitan dengan kezhaliman yang dilakukan oleh seseorang. Akan tetapi bisa disebabkan oleh kekurangan produksi atau menurunnya barang impor. Kelimpahan dan kelangkaan tidak selamanya diakibatkan oleh perbuatan manusia, tetapi bisa diakibatkan keadilan dan juga ketidakadilan. Dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah mengemukakan beberapa faktor pengaruh fluktuasi permintaan yang mempengaruhi harga, antara lain faktor kebutuhan manusia yang beraga dan bervariasi, pada saat terjadi kelangkaan yang diakibatkan oleh bencana maka barang akan sangat dibutuhkan dibanding ketika barang melimpah dan inilah yang akan memicu inflasi.

Inflasi

Harga yang adil menurut Ibnu Taimiyah adalah nilai harga dimana para pedagang menjual barang daganganya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang yang sejenis lainya di tempat dan waktu tertentu.

Imam al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi ini merupakan fenomena alam yang menimpa kehidupan manusia di seluruh dunia sejak dulu, sekarang dan akan datang. Menurutnya inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung secara terus menerus. Pada saat inflasi tersebut ketersediaan barang mengalami kelangkaan. Inflasi ini menurut al-Maqrizi secara umum disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alamiah dan human error.

Inflasi alamiah ini diakibatkan oleh bencana alam dan bencana akibat penyakit menular yang diakibatkan oleh virus berbahaya. Faktor penyebab ini menurut al-Maqrizi tidak bisa dihindari oleh manusia. Dampak dari bencana tersebut akan mengakibatkan kepanikan besar karena manusia mengalami berbagai kesulitan ekonomi. Bahan makanan pokok akan mengalami kelangkaan secara drastis, sementara permintaan makin meningkat. Sementara daya beli masyarakat mengalmi penurunan. Akibatnya, menurut al-Maqrizi transaksi ekonomi mengalami kemacetan bahkan bisa terhenti. Inilah yang dialami saat ini akbat isolasi diri, social distancing atau physical distancing, perekonomian bisa terhenti. Lihat ekonomi Italia, China dan Indonesia yang mengalami penurunan.

Dalam pandangan al-Maqrizi masalah ini bisa menimbulkan instabilitas, sebab dalam krisis ekonomi rakyat akan menutut pemerintah. Sementara itu, pemerintahpun mengalami defisit anggaran sementara satu sisi harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengahadapi bencana yang terjadi. Kalau kondisi ini tidak mampu diselesaikan oleh pemerintah menurut al-Maqrizi instabilitas ekonomi ini akan menimbulkan instabilitas sosial dan politik sehingga bisa menyebabkan runtuhnya pemerintahan.

Oleh: Nurhidayat

Dai Ambasador Dompet Dhuafa, Kaprodi Manajemen Zakat dan Wakaf FAI UMJ

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru