29.7 C
Jakarta
Array

Refleksi Nasr Hamid terhadap Al-Qur’an sebagai Produk Budaya

Artikel Trending

Refleksi Nasr Hamid terhadap Al-Qur'an sebagai Produk Budaya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Al-Qur’an merupakan karya keagamaan, sebagai hidayah ataupun kitab petunjuk, seperti yang dikatakan oleh Muhammad Abduh yang lalu. Nasr Hamid Abu Zaid melihat Al-Quran sebagia produk budaya. Tetapi bagaimana cara kita agar bisa mencapai petunjuk. Masuk pada pembahasan pada salah satu tokoh hermeneutika. 

Kali ini, penulis merespon hasil bacaan dari artikel yang membahas tentang hermeneutika inklusif ala Nasr Hamid Abu ZaydKetika penulis membaca tulisan ini, penulis melihat bahwa Nasr Hamid termasuk orang yang konsisten. Yah, dalam memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci, ia berbeda dari kebanyakan orang. Ia melihat dengan kaca mata hermeneutik. 

Dimana, hermeneutik ini bisa disebut juga sebagai salah satu seni dalam memahami Al-Qur’an. Pada intinya, Nashr Hamid ingin mendekonstruksi hukum Islam serta aturan yang pada masa dahulu itu agar lebih berkembang lagi. 

Termasuk diantaranya pembahasan yang cukup menjadi sentral dalam tiga hal, pernikahan dan perceraian, hukum waris, serta hukum hijab dan aurat bagi perempuan. Ia juga ingin mendekonstruksi hak-hak  baik yang hilang itu perempuan dalam Poligami.

Maka dari itu, ia membuat suatu metodologi baru, meskipun banyak yang menentang dan menolak, tetapi banyak juga yang menerima dan menjadikannya sebagai sumber rujukan. Dimana, dalam menafsirkan sebuah ayat, dalam penafsirannya Ia mengungkapkan dimensi sosio-historis dari ayat tersebut.

Dari hasil pembacaan penulis terhadap Al-Qur’an sebagai wacana yang di gagas oleh Nasr Hamid bahwa hal ini membuktikan kalau ia menginginkan agar apa yang terdapat pada teks Al-Qur’an bisa diaplikasikan sebagai fenomena yang hidup. Ia membagi pada dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. 

Dalam segi horizonal ini, penulis melihat bahwa Nasr Hamid ingin menjelaskan bahwa apa pesan yang di sampaikan Al-Qur’an. Maka Al-Qur’an pun harus mewacanakan itu untuk diaktualisasikan sesuai realitas obyek perintahnya. 

Hal ini merupakan suatu upaya Nasr Hamid untuk menghadirkan kembali moment historis transformatif dari masyarakat non-muslim ke masyarakat muslim. 

Wilayah yang di sentuh oleh Nasr hamid pun tidak sebatas internal umat Islam saja, tetapi memasukkan pula implementasi rukun Islam dalam Al-Qur’an seperti kewahyuan, kenabian, budaya filantropi, yatim piatu, kewarisan, masyarakat, pernikahan maupun perceraian.

[zombify_post]

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru