28 C
Jakarta

(Re) aktualisasi Makna Hari Kesaktian Pancasila

Artikel Trending

KhazanahOpini(Re) aktualisasi Makna Hari Kesaktian Pancasila
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Sebagaimana maklum, setia tanggal 1 Oktober bangsa Indonesia selalu memperingati hari kesaktian Pancasila. Perayaan atau peringatan hari kesaktian Pancasila ini dengan berbagai macam ekspresi, mulai dari seremunial Upacara, melalu flayer, mau menulis ucapan di berbagai media sosial (Facebook, dan Whatsapp). Hal ini dilakukan sebagai wujud kebahagian dan syukur atas kalahirannnya sebagai kalimatun sawa’ yang bisa menjadi sarana pemersatu bangsa yang selanjutnya disebut sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kalau kita lihat lebih dalam, bahwa peringatan hari kesaktian Pancasila tersebut sebenarnya sebagai wahana refleksi dan mengenal kembali Pancasila sebagai falsafah serta ideologi bangsa. Mengapa? karena nilai yang terkandung di dalamnya tidak bisa dipisahkan dan telah menjadi karakter kebangsaan warga negara Indonesia sejak dahulu dan seterusnya. Maka hakikatnya, kesaktian tersebut memiliki makna penting bahwa Pancasila adalah dasar negara yang tak boleh diubah oleh siapapun, karena ia menjadi alat pemersatu bangsa.

Sebagai dasar Negara, tentunya Pancasila menjadi inspirasi dalam berbagai hal terutama dalam pengelola Negara ini. Ia juga sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan yang semakin baik, demi menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.  Karena itu, Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah dalam berbagai kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang.

Mengapa demikian, kerena Pancasila merupakan perjanjian luhur bangsa Indonesia. Perjanjian luhur di sini adalah menyangkut ikrar yang telah dibuat saat memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia bersama sama oleh para pendiri bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia memutuskan untuk merdeka menjadi sebuah Negara pada tanggal 17 Agustus 1945. Lalu, apakah wujud syukur atas hadirnya Pancasila itu cukup dengan memperingatinya secara seremonial, atau ucapan melalui media sosial? Tentu tidak, tapi harus diwujudkan dalam bentuk yang nyata sehingga nilai-nilainya itu tidak hanya menjadi teks mati yang setiap tahun diperingatinya secara seremonial.

Kesaktian Pancasila “Belum” Konkrit

Pancasila sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai lima nilai belum bisa dikategorikan sakti dalam menyelesaikan problem kebangsaan yang semakin kesini semakin kompleks. Padahal kalau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya itu sudah sangat jelas yang harus menjadi pedoman dalam membangun bangsa ini. Adapun kelima nilai yang harus menjadi perhatian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu diantaranya adalah aspek keberagamaan, kemanusiaan, integritas, kerakyataan dan keadilan sosial.

Sebagai sebuah nilai yang terkandung dalam dasar negara, tentu hal itu menjadi keharusan untuk dilaksanakan dan direalisasikan sebagai aktualisasi dari posisi Pancasila sebagai hukum dasar dan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia. Akan tetapi, jika kondisi Indonesia akhir-akhir ini, tentu nilai-nilai Pancasila masih terealisasi secara sempurna atau secara konkrit dan masih jauh dari yang menjadi cita-cita bangsa. Terbukti masih banyak ketimpangan sosial yang terjadi negeri ini, seperti angka kemiskinan yang masih tinggi, ekonomi belum merata, pembangunan infrastruktur masih berbasis kota-isme, pendidikan masih sulit diakse oleh masyakat miskin, sentimin bergama dan lain sebagainya.

BACA JUGA  Apakah Dakwah Harus Mengislamkan non-Muslim?

Kemudian, pada aspek lain juga terjadi problematika. Misalnya, fenomena eksploitasi lingkungan hidup terjadi dimana-mana dan sumber daya alam masih dikuasai oleh sekelompok orang. Kondisi ini juga turut serta mendukung ketimpangan sosial di masyarakat. Padahal, kalau kita merujuk pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa, bumu, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi dalam konteks ini jelas bahwa amanat konstitusi kekayaan alam ini haruslah diperuntuk untuk mensejahterakan rakyat atau bangsa Indonesia.

Atas dasar itu, Pancasila yang telah ditetapkan sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia seolah hanya menjadi teks mati yang tidak memiliki makna. Sebab, kehidupan Indonesia saat ini seperti berbanding terbalik dengan nilai-nilai tersebut yang menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu perlu ada langkah konkrit yang harus dilakukan oleh pemerintah agar nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu bisa dirasakan oleh masyakat.

Menggunakan Paradigma

Sebagai sebuah dasar negara, Pancasila wajib diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu dalam momentum peringatan hari kesaktian Pancasila ini harus menjadi refleksi dan evaluasi tentang sejauh mana nilai-nilai Pancasila hidup dalam elemen bangsa ini, juga bagaimana kehadirannya dalam berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Melalui momentum ini tentunya Pancasila harus dijadikan tonggak awal untuk kembali kepada jadi diri bangsa yang ada di dalamnya.

Dalam konteks inilah, maka para elit bangsa ini harus kembali pada Pancasila dalam melakukan kerja-kerja kenegaraan dan kebangsaan baik pada wilayah birokrasi, politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan lain sebagainya. Jangan hanya ketika momentum hari kesaktian Pancasila rame-rame merayakan secara seremonial yang tentu akan menghabiskan banyak biaya.

Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan nilai-nilai kesaktian Pancasila secara kongkrit, bisa dilakukan dengan cara menformulasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (RPJMN/RPJMD).

Karena RPJMN ini akan menjadi politik hukum dalam setiap agenda pembangunan. Artinya, dalam setiap agenda pembangunan, baik di bidang pendidikan, ekonomi, hukum, politik, dan lainnya harus menggunakan paradigma Pancasila sehingga wujudnya akan berpihak pada rakyat sebagaimana amanat UUD 1945. Jika paradigmanya Pancasila dalam mengambil kebijakan dan pembangunan dalam berbagai bidang niscaya ketimpangan sosial akan terminimalisir. Wallahu A’lam

Mushafi Miftah
Mushafi Miftah
Kader Muda NU Jawa Timur dan Dosen Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Saat ini tercatat sebagai Kandidat Doktor di Universitas Jember.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru