27.3 C
Jakarta

Ragam Musibah 2021, Ladang Duit Bagi Ngustad Akhir Zaman

Artikel Trending

Milenial IslamRagam Musibah 2021, Ladang Duit Bagi Ngustad Akhir Zaman
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Hari ini tepat tiga tahun lalu, 2018, Zulkifli Muhammad Ali, ustaz yang digadang-gadang sebagai pakar kiamat—meski ramalannya 2019 lalu tentang akan munculnya dukhan di tahun 2020 meleset jauh—diperiksa kepolisian karena ujaran provokatif. Dalihnya, yang ia sampaikan ada dalam Al-Qur’an dan hadis, juga kitab turats. Bagi tipikal ngustad yang berlapak isu akhir zaman seperti Zulkifli, bencana adalah sumber duit, termasuk ragam musibah 2021—setahun pasca-ramalannya gagal total.

Melalui kanal YouTube Uzma Media TV Channel, yang subscriber-nya sudah lebih setengah juta, ia berdkwah. Materinya monoton. Kalau bukan musibah, ya akhir zaman. Iklim keagamaannya eksklusif: pokoknya Muslim harus mendominasi umat yang lain. Pada penghujung 2020, ia membuat konten muhasabah yang kesimpulannya mengharamkan interaksi berlebihan dengan agama lain. Ucapan selamat Natal, perayaan tahun baru, haram. Alasannya: mengganggu akidah kita, Muslim.

Jika Habib Ali al-Jufri menulis buku “Al-Insaniyyah Qabl al-Tadayyun (Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan)”, Zulkifli Ali justru sebaliknya, melarang kita meletakkan kemanusiaan di atas agama. Mari kita dengarkan cuplikan berikut, ia berkata:

Memang ada orang-orang yang tidak dikenal keimanan mereka seperti apa, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan keilmuan mereka bagaimana yang berkata ini adalah hak asasi manusia. Tidak. Hak asasi manusia jauh di bawah daripada agama… Hak asasi manusia tidak boleh lebih tinggi daripada agama. Agama melarang begini, maka larangan agama tersebut berlaku sampai ke akhirat. Hak asasi manusia bisa bela apa kita di hadapan Allah Swt?

Apakah seorang ulama yang sangat alim seperti Habib Ali al-Jufri bisa dikata sebagai orang yang tidak jelas keimanan dan keilmuannya? Apakah Zulkifli merasa lebih alim? Naif. Tetapi kita bisa memaklumi karena kalau tidak kontroversi, ia tidak dapat penghasilan. Kalau tidak memelintir musibah sepanjang tahun, duit tidak mengalir. Ia kukuh mengatakan Habib Rizieq sebagai imam mahdi Indonesia, dan meramal 2021 sebagai tahun paling sulit. Musibah 2021 pun seolah menjadi pembenaran dakwahnya.

Refleksi Musibah 2021

Harus diakui, musibah 2021 cukup mengagetkan. Dalam rentang setengah bulan terakhir, beberapa kejadian memunculkan isu pesimistis: tanda kiamat. Setelah kejadian nahas yang menimpa Sriwijaya Air SJ-182, banjir, longsor, gunung meletus serta beberapa bencana alam lainnya menyusul di sejumlah daerah Indonesia. Tirto merangkum sebanyak sebanyak 32 musibah mencakup cuaca buruk hingga tsunami. Jelas, yang seperti ini, harus menjadi introspeksi seluruh masyarakat.

Konon, di balik banjir yang menimpa Kalimantan Selatan, proyek tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit meluas. Satu-satunya yang harus kita sadari adalah, beberapa bencana terjadi sebagai akibat dari tangan manusia sendiri. Optimisme kita diorientasikan pada upaya memperbaiki tatanan ekologis (habl min al-‘alam). Jika tidak, kita akan diseret-seret pada narasi ngustad yang mencari duit melalui isu bencana yang, parahnya, mengatasnamakan Al-Qur’an dan hadis.

BACA JUGA  Ketika Ulama dan Intelektual Membebek Pada Penguasa

Tidak ada yang lebih meresahkan dari itu. Andai ngustad akhir zaman itu tidak membawa sumber utama Islam, penjelasan pseudo-sainsnya tidak akan diperhitungkan. Setiap tahun kita disuguhi narasi yang sama, bahwa ini tanda kiamat, ini Allah murka, ini bala’ untuk kita yang tak berislam secara kaffah, ini tanda bahwa tanah Indonesia tidak diberkahi, bahwa ini siksa akibat pemimpin yang zalim, dan berbagai asongan isu murah lainnya. Kita dapat itu semua gratis, dari YouTube ber-Adsense.

Refleksi musibah 2021 sudah seharusnya tidak berbau partisan atas kelompok tertentu. Apa yang terjadi pada kita adalah ulah kita bersama. Apa yang alam kasih kepada kita adalah hasil perlakuan kita kepada alam itu sendiri. Sudah waktunya kita sadar untuk tidak memberikan ladang penghasilan kepada ngustad akhir zaman yang lebih banyak kesoktahuan ketimbang mengajak peduli lingkungan. Selama ini, ramalan ngustad semacam itu sering gagal, kenapa di antara kita masih ada yang naif memercayainya?

Waspada Narasi Pengacau

Pertama kita harus sadar bahwa dari isu bencana, ngustad akhir zaman cari uang. Selanjutnya kita juga harus paham bahwa pada setiap narasi, ada kelompok tertentu yang disudutkan. Entah itu pemimpin atau lainnya. Ada juga yang diuntungkan, biasanya kawannya sendiri. Jadi misalnya ngustad seperti Zulkifli Muhammad Ali memuji-muji Habib Rizieq sebagai calon imam mahdi tidak perlu heran, memang tugasnya dirinya sebagai rekan saling menguntungkan. Baginya, musibah 2021 itu tema dakwah. Tidak lebih.

Artinya ia sudah partisan—tidak netral. Mau itu dikata ada dalam Al-Qur’an atau pun hadis, itu tameng belaka. Nash tidak menyebut secara spesifik segala isu yang ngustad tersebut gelontorkan. Modalnya hanya satu: ilmu cocoklogi. Yang ironis bukan karena mereka berspekulasi yang aneh-aneh tentang musibah 2021, melainkan karena sepanjang konten mereka juga menyelipkan narasi kebencian kepada kelompok tertentu. Dengan kata lain, singkatnya, membela Habib Rizieq dan mencela rezim.

Itulah posisi asli ngustad akhir zaman. Sementara masih banyak tema dakwah seperti pentingnya moderasi keberagamaan, urgensi merawat ekologi lingkungan, dan menciptakan perdamaian di tengah keberagaman, itu semua tidak dipilih. Justru yang disorot sepanjang tahun adalah musibah. Di mana ada musibah, di situ ada ngustad akhir zaman. Di mana ada bencana, di situ ada sumber penghasilan.

Memang senaif itu, maka kita harus waspada dengan narasi pengacau. Tidak pernah ada belasungkawa, sebab ngustad akhir zaman hanya pandai menyalahkan keadaan. Alih-alih mengedukasi masyarakat, musibah 2021 diproyeksikan untuk semakin ciptakan ketakutan dan pesimistis. Mengajarkan kita agar selalu optimis dan berupaya memperbaiki hubungan kita dengan lingkungan? Yo jelas gak akan!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru