29.9 C
Jakarta

Radikalisme di Medsos Sebagai Ancaman Serius Bagi Generasi Milenial

Artikel Trending

AkhbarNasionalRadikalisme di Medsos Sebagai Ancaman Serius Bagi Generasi Milenial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta Sejumlah serangan teror yang belakangan terjadi di negeri ini, terindikasi melibatkan generasi milenial. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap data-data yang ada, radikalisme di media sosial sebagai ancaman serius bagi generasi milenial. Serangan di Gereja Katedral Makassar dan penembakan di Mabes Polri oleh kalangan generasi milenial.

Pasangan suami istri berinisial L dan istrinya YSR, melakukan aksi bom bunuh diri Gereja Katedral Makasar. Kejadian ini terjadi pada Minggu (28/3).
Keduanya masih berusia sekitar 26 tahun. Tiga hari kemudian, seorang perempuan melakukan aksi penembakan didepan Mabes Polri. Pelaku yang berinsial ZA, berusia 25 tahun dan  terpapar ideologi ISIS melalui media sosial.
Menyikapi fenomena tersebut, mantan narapidana terorisme (napiter), Haris Amir Falah mengatakan bahwa, telah banyak anak muda terpapar radikalisme dan terorisme dari media sosial. Kecanggihan teknologi telah mempermudah para kelompok maupun jaringan terorisme dalam merekrut anggota.
“Sekarang itu karena teknologi sudah canggih, orang itu bisa direkrut tanpa bertemu muka. Mereka bisa aktif berdialog lewat media sosial,” ujar Haris seperti yang tertera di medsos kemarin.
Lebih lanjut, Haris mengatakan bahwa, instrumen media sosial membuat para pelaku lebih mudah berbait tanpa harus bertemu langsung. Berbeda dengan zamannya yang kebanyakan perekrutan mereka lakukan dengan diskusi-diskusi pengajian
“Sistem baiat sekarang, kan, tidak harus bertemu. Mereka bisa di kamar sendirian kemudian berbaiat, kemudian sudah terikat. Jadi bisa sekali terdoktrin tanpa tatap muka,” tambah Haris.

Kalangan Milenial Terpengaruh Radikalisme di Medsos

Di tempat terpisah, Deputi VII BIN, Dr. Wawan Purwanto mengatakan bahwa, ada beberapa alasan kenapa kelompok milenial menjadi target utama. Pertama, kelompok milenial seringkali tidak banyak yang berpikir kritis. Hal itu membuat kelompok milenial kerap menelan mentah-mentah ajaran yang dibuat dan disasar oleh kelompok teror. Kedua, kalangan milenial masih memiliki keberanian yang lebih ketimbang kalangan lainnya.
“Juga tidak banyak tanggungan. Masih lebih emosional dan lebih berpikir pragmatis, apalagi ada iming-iming masuk surga dan lain-lain,” ujar Wawan.
Pihaknya juga meminta kepada kalangan milenial, untuk terus melakukan konfirmasi. Milenial harus mengecek kembali ajaran-ajaran yang bernuansa radikal. Selain itu, para orang tua harus terus mengontrol anak-anaknya. Terutama yang masuk dalam usia milenial. Termasuk, memantau buku bacaan yang sedang mereka baca.
“Oleh karena itu kita selalu dorong, bacaan-bacaan kaum milenial itu dikontrol oleh orang tuanya. Karena hanya orang tuanya yang paling paham,” tambah Wawan.
Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru