28.4 C
Jakarta

Puasa Itu Menahan Diri

Artikel Trending

KhazanahPuasa Itu Menahan Diri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Puasa (al-Shaum, al-Shiyaam) secara harfiah berarti menahan diri (al-Imsak). Dalam khazanah hukum Islam (Fikih), ibadah shiyaam biasa didefinisikan ‎dengan menahan diri dari makan, minum, berhubungan seks, sejak terbit fajar ‎‎(subuh) hingga terbenamnya matahari (maghrib).‎

Pengertian puasa yang dijelaskan oleh para ulama fikih tersebut adalah ‎pengertian dari sudut pandang syari’at yang paling umum dan mendasar. Ada ‎pengertian puasa yang lebih khusus didefinisikan oleh para ulama tasawuf ‎‎(sufi) yang dilihat dari sudut pandang hakekat.‎

Jika dalam pandangan fikih puasa adalah menahan diri dari hasrat ‎biologis seperti makan, minum, dan berhubungan seks, maka dalam ‎pandangan tasawuf, puasa tidak sekadar menahan diri dari ketiga hal yang ‎membatalkan ibadah tersebut secara nyata, tetapi juga menahan segala hal ‎yang dapat merusak nilai serta pahala ibadah puasa yang kita lakukan.

Jihad Puasa

Dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad Saw menyatakan, ‎‎“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah ‎mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia ‎tahan.” (HR. Al-Bukhari).‎

Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitabnya, Lathaif al-Ma’arif mengutip ‎sebuah pesan yang sangat bagus dari Jabir Ibn Abdillah r.a. yang menyatakan, ‎‎“Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu dan ‎lisanmu dari dusta, janganlah menyakiti tetangga, hendaknya kamu penuh ‎ketenangan dan wibawa pada hari puasamu dan jangan jadikan hari puasamu ‎sama dengan hari berbukamu”.‎

Beberapa keterangan di atas merupakan definisi puasa yang lebih ‎khusus lagi, yaitu memuasakan seluruh anggota tubuh kita dari segala hal ‎yang dapat merusak nilai serta pahala ibadah yang kita lakukan.‎

BACA JUGA  Bimtek PPIH 2024: Upaya Kementerian Agama Melahirkan Uwais Al-Qarni di Zaman Modern

Jika pengertian puasa sebagai menahan diri bisa kita terapkan dalam ‎kehidupan sehari-hari, maka kehidupan kita akan berjalan dengan baik, mulia ‎dan bermakna. ‎

Orang yang memahami hakekat puasa, maka dia akan selalu menjaga ‎dirinya, menahan dirinya dari melakukan perbuatan yang dapat merusak dan ‎merugikan diri sendiri dan orang lain. Di sisi lain, menahan sikap amarah yang sekiranya dapat membatalkan ibadah tersebut.

Menahan Amarah

Orang yang memahami hakekat puasa akan menenggang beda dengan sesama. Dia tidak akan menganggap dirinya paling baik dan paling benar. Dia juga tidak akan mudah menghakimi dan menghukumi orang yang berbeda dengannya sebagai yang salah dan yang sesat. Lebih jauh, dia tidak akan pernah memaksakan pemahaman dan keyakinan yang dia yakini kepada orang yang berbeda pemahaman dan keyakinan, apalagi melakukan tindak kekerasan atas nama agama.

Kekerasan itu bermula dari akar intoleransi, radikalisme, ekstremisme dan terorisme. Perilaku ini mendorong seseorang mudah terpancing oleh emosi atau amarah.

Jika setiap orang memaknai puasa tidak sebatas pada pelaksanaan ‎syariat, tetapi menyentuh aspek hakekat, maka bisa dipastikan tidak akan ada ‎penyimpangan dan penyelewengan. Karena masing-masing orang bisa ‎menahan diri dan menjaga dirinya dari perilaku yang tidak terpuji. ‎

Semoga kita termasuk ke dalam bagian orang-orang yang benar-benar ‎berpuasa dalam arti sesungguhnya, tidak sebatas menggugurkan kewajiban ‎dengan berhenti pada pelaksanaan syariat, tetapi juga mampu memahami dan ‎menghayati puasa hingga makna hakekatnya.

Oleh: Didi Junaedi

Penulis, adalah Dosen Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru