29.9 C
Jakarta

Propaganda Khilafah di Media Sosial

Artikel Trending

Milenial IslamPropaganda Khilafah di Media Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terletak di bagian kanal, milenial Islam, di Harakatuna.com. Ahmad Khoiri melalui tulisannya mengusung judul “Tadarus Khilafah, Radikalisasi di Bulan Suci”. Dalam ulasan tersebut, ia dengan sederhana membongkar bahwa di balik kemunculan wabah akan ada agenda politisasi dakwah khilafah.

Kita patut bertanya, benarkah Indonesia positif khilafah? Seberapa besar dampak terhadap korban yang ditimbulkan? Lariskah proyek khilafah di negeri Pancasila? Pertanyaan ini, tentu butuh jawaban kompleks. Bahkan, kita harus mampu meluruskan pemikiran (ideologi), serta pemahaman masyarakat.

Pada kenyataannya, memang tak dapat kita pungkiri bahwa semangat para aktivis eks HTI tidak pernah surut dari permukaan media sosial. Pelbagai motif kerapkali dibangun demi suksesi merintis kajian online melalui youtube Khilafah Channel yang pengikutnya mencapai 50,8 ribu subscriber.

Dilansir kompas.com status perkumpulan dan ideologi HTI bubar pasca penerbitan PERPPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dan pencabutan badan hukum itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Meski pemerintah membubarkan organisasi dan ideologinya, nampaknya mereka justru memanfaatkan situasi darurat Pandemi Covid-19. Setelah penerapan PSBB, dan #StayatHome. Namun, para aktivis eks HTI ini mulai menanam bibit baru generasi khilafah melalui kajian #KhilafahFromHome.

Politisasi dakwah khilafah bukanlah motif baru yang kita temukan di media sosial, paham intoleransi dan radikalisme agama mereka dakwahkan. Tanpa mereka mengenal kebijakan dan peraturan perundang-undangan alias PERPPU yang melarang ormas apa saja yang memiliki ideologi khilafah.

Dakwah Khilafah dan Distorsi Pancasila

Dalam konteks apapun, dakwah khilafah tergolong doktrin radikalisme. Dimana setiap kelompok radikalisme tentu anti pemerintah, dan tidak ingin taat terhadap produk hukum manusia. Karena itu, eks HTI ini cenderung taat pada hukum Allah, dan merasa paling benar sendiri di negeri Pancasila.

Ironinya, setiap kajian mereka membangun narasi-narasi konsep negara khilafah sembari mendistorsi keimanan umat beragama terhadap Pancasila. Ideologi ini tidak menutup kemungkinan tiada ancaman setelah keluarnya PERPPU, bagaimana mungkin ideologi mereka masih tumbuh di Indonesia.

BACA JUGA  Menerima Hasil Pemilu 2024 sebagai Wujud Kedewasaan Berdemokrasi

Narasumber di Khilafah Channel adalah mereka yang ekstrem dan radikal. Di antaranya, Ismail Yusanto, Yasin Muthohar, Ummu Mutawwazin, Rokhmat S. Labib, dan pembicara lainnya. Wacana kajian kerapkali mengulas jihad, amar ma’ruf nahi mungkar, khilafah, negara syariah, dll.

Momojokkan ideologi Pancasila seolah menjadi kebanggaan bagi mereka yang merindukan khilafah. Tetapi, pola dakwah seperti demikian, sebenarnya, pasti merusak nilai-nilai toleransi, kebhinekaan, dan sendi-sendi keberagaman, serta tatanan konsep beragama yang menjunjung tinggi rahmatan lil ‘alamin.

Puasa ramadhan telah membuat mereka terkesan menebar kebencian pada sesama umat Islam untuk melawan negara, adu domba agama dan negara tidak pernah selesai. Apa maunya mereka? Kenapa mereka tidak pernah bosan memikirkan tentang konsep bernegara? Itulah motivasi aktivis khilafah. Kalau tidak merusak ideologi Pancasila, setidaknya mampu menghancurkan simbol persatuan.

Menangkal Ideologi

Pemerintah dan aparatur negara sibuk menangkal wabah Covid-19 yang ancamannya hanya pada faktor kesehatan saja. Melainkan tidak pada Pancasila. Padahal, ideologi ini adalah simbol ketahanan dan kekuatan dimana keberagaman, dan kebudayaan itu tercipta menjadikan Indonesia yang lestari.

Khilafah dinamanakan ideologi transnasional, sebab ideologi tersebut hasil impor dari luar dan menjadi ancaman serius bagi masa depan negara Pancasila. Sehingga kita memiliki tuntutan dan kewajiban membela negara dan persatuan agama sebagai benteng terdepan menangkal ideologi yang radikal.

Pembumian khilafah masih tetap eksis, kenapa Pancasila tidak. Ihwal ini perlu kita catat dan harus pemerintah ketahui. Agar tidak sekedar terfokus perhatiannya pada kesehatan. Namun, keamanan ideologi dari seluruh ancaman. Salah satu alternatifnya yaitu melibatkan peran Polri, TNI, dan BIN.

Seluruh struktur lembaga tersebut memiliki wewenang untuk menjaga keamanan dan ketahanan ideologi negara. Tanpa ideologi Pancasila, maka tidak akan ada keberagaman, kebhinekaan, toleransi, demokrasi, dan kebersamaan. Wujud negara seperti ini yang harus selalu kita dambakan.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru