26.2 C
Jakarta

Propaganda Kaum Islamis dalam Isu Absennya Nama KH. Hasyim Asy’ari dari Kamus Sejarah Indonesia

Artikel Trending

KhazanahOpiniPropaganda Kaum Islamis dalam Isu Absennya Nama KH. Hasyim Asy'ari dari Kamus...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Belum lama ini, jagat media sosial kita diramaikan oleh isu tak munculnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asy’ari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I. Pada mulanya protes tersebut muncul dari salah seorang anggota NU setelah membaca kamus yang terbit pada tahun 2017 tersebut. Setelah membaca, ternyata tidak ketemu nama sosok kiai pendiri NU tersebut.

Bagi kalangan Nahdliyin, tidak ada nama KH. Hasyim Asy’ari ini merupakan tanda tanya besar. Kegelisahan awal ini terkait dengan pertanyaan apakah hal ini adalah sebuah kealpaan atau kesengajaan dari pihak Kemendikbud bahwa sosok pendiri NU tersebut tak memiliki kontribusi terhadap pendirian Republik Indonesia.

Pertanyaan tersebut akhirnya sudah diberikan klarifikasi dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Dr. Hilmar Farid. Sembari meminta maaf, Dr. Hilmar Farid memberikan penjelasan bahwa tak adanya nama KH. Hasyim Asy’ari tersebut adalah semata kealpaan dari pihaknya selaku penyusun yang luput untuk mencantumkan nama kiai besar pendiri NU tersebut.

Melalui siaran pers yang disampaikan Kemendikbud, Dr. Hilmar Farid juga menekankan lagi bahwa tak ada upaya untuk memusuhi NU dari pihaknya. Kemudian ia juga menjelaskan bahwa Kemendikbud bahkan sudah membangun museum khusus untuk KH. Hasyim Asy’ari di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang untuk mengenang jasa-jasa perjuangan dari kakek Gus Dur tersebut.

Dengan demikian sudah jelas bahwa persoalan ini hanyalah terkait dengan kealpaan saja. Tidak ada niat jelek dari pihak penyusun kamus untuk menghapus peran KH. Hasyim Asy’ari dari sejarah pendirian Indonesia.

Propaganda Kaum Islamis

Namun, meski sebetulnya persoalannya sudah selesai. Kaum Islamis di media sosial melakukan propaganda untuk menyusut kemarahan kalangan Nahdliyin terkait dengan kasus tersebut. Haikal Hassan, sosok yang kerap membawa narasi keislaman yang politis, menuliskan cuitan di Twitter yang membenturkan persoalan kealpaan nama KH. Hasyim Asy’ari dengan nama-nama yang ia sebut sebagai komunis.

Dalam cuitan itu, intinya Haikal Hassan mengatakan bahwa banyak nama-nama komunis yang ada di Kamus Sejarah Indonesia, sedangkan pendiri NU tidak ada. Di akhir cuitannya, ia mengajak netizen untuk mencari tahu siapa dalang yang menghilangkan nama kiai NU tersebut.

Secara prinsipil, persoalan ini sebetulnya sudah terjawab ketika Dr. Hilmar Farid sudah memberikan klarifikasinya. Bahkan Kemendikud bakal menarik seluruh kamus dari peredarannya. Dari sini bukankah sudah selesai permasalahannya.

Jika saja Haikal Hassan masih menganggap kealpaan nama KH. Hasyim Asy’ari tersebut adalah kesengajaan. Saya menyarankan kepadanya untuk membuka sendiri Kamus Sejarah Indonesia Jilid I: Nation Formation 1900-1950 (2017) yang menjadi pangkal persoalannya.

BACA JUGA  Apakah Dakwah Harus Mengislamkan non-Muslim?

Dalam kamus tersebut, foto KH. Hasyim Asy’ari sendiri tertera dalam covernya, bersama KH. Ahmad Dahlan dan para pendiri bangsa lainnya. Dari sana, bukankah tampak bahwa tidak adanya nama KH. Hasyim Asy’ari tidaklah sengaja. Bukankah jika hal itu disengaja, mengapa harus menampilkan foto KH. Hasyim Asy’ari dalam cover kamusnya.

Selanjutnya, jika Kemendikbud tertuduh anti dengan ormas Nahdlatul Ulama’ (NU) dan dengan sengaja tidak memasukkan nama KH. Hasyim Asy’ari kedalam jajaran pendiri bangsa, mengapa ada nama Abdul Wahab Chasbullah pada halaman 8-9 dalam kamus tersebut.’

Di sana terkemukakan bahwa Wahab Chasbullah adalah tokoh pergerakan kebangsaan dan pernah menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’ (PBNU) yang menggantikan KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1947.

Dari sini bukankah semakin jelas bahwa tidaklah ada unsure kesengajaan untuk tidak memasukkan nama KH. Hasyim Asy’ari ke dalam jajaran tokoh pendiri bangsa. Bahkan, meski nama KH. Hasyim Asy’ari tidak masuk secara khusus, namun nama beliau berulangkali masuk sebagai penjelas dari tokoh-tokoh lain.

Upaya Menyulut Kemarahan

Jika kita lihat dari fakta permasalahan yang sudah selesai, tampaknya propaganda dari Haikal Hassan hanya semata untuk menyulut kemarahan. Ketika ia mengkontraskan absennya nama KH. Hasyim Asy’ari dengan nama-nama dari kalangan komunis, hal ini untuk membenturkan dan menuduh bahwa seolah Kemendikbud selaku pihak pemerintah memiliki niatan yang jahat kepada umat Islam.

Padahal, tuduhan tersebut sangat tidak beralasan. Sebagaimana yang sudah dipaparkan sebelumnya di atas. Sedangkan terkait dengan nama-nama seperti Darsono, Henk Snevliet dan Semaoen sebenarnya tidak perlu untuk kita persoalkan juga. Mengingat, kita harus menerima fakta bahwa ada banyak golongan yang memperjuangkan berdirinya Indonesia: golongan Islam, nasionalis, tentara dan juga golongan lain yang terinspirasi dari gagasan Marxisme.

Semua nama layak terkenang, selama mereka memang memiliki kontribusi dalam mendirikan republik ini. Sedari awal memang Indonesia terdiri dari suku, agama dan golongan yang bermacam-macam. Semuanya berlabuh dalam spirit Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.

Selama tujuannya adalah untuk membebaskan negeri ini dari kaki penjajah, bukankah mereka juga layak untuk dikenang sebagai pejuang. Demikianlah selayaknya kita harus bangga menjadi bagian dari negeri yang besar ini, di mana kita bisa saling menghormati kelompok lain yang berbeda. Selama kita tetap Indonesia.

Dengan demikian, kita tak perlu bersikap berlebihan seperti yang tampak dalam propaganda kaum islamis tersebut. Kita harus senantiasa saling menghargai dan menghormati sesama anak bangsa. Tidak perlu menjadi pemecah-belah.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru