32.7 C
Jakarta
Array

Problematika Muslimah di Tengah Masyarakat Indonesia

Artikel Trending

Problematika Muslimah di Tengah Masyarakat Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Genealogi terbitnya buku Muslimah yang Diperdebatkan berawal dari tulisan Kalis Mardiasih yang berjudul “Sebuah Curhat untuk Girlband Hijab Syar’i” diterbitkan di situs Mojok.co dan dibagikan lebih dari 17 ribu kali. Sejak saat itu, Kalis Mardiasih semakin rajin menulis dalam term keperempuanan dan toleransi di berbagai situs dan ikut serta mengisi seminar-seminar di kampus, warung kopi atau lainnya. Buku ini menjadi buku perdana Kalis Mardiasih. Kalis sendiri seorang aktivis Jaringan Gusdurian Nasional yang aktif menyebarkan isu-isu toleransi dan perdamaian.

Berbicara gender memang tidak ada habisnya. Makhluk hidup diciptakan berpasang-pasangan. Begitu pula manusia, diciptakan berupa laki-laki dan perempuan. Selalu ada hal-hal yang bisa dibahas dan didiskusikan. Apalagi hal yang menyangkut kepribadian seorang muslimah.

Indonesia sebagai negara yang mayoritas beragama Islam yang memakai sistem demokrasi, membuat semua warga negara bebas berekspresi tanpa terkecuali muslimah. Muslimah bisa dengan bebas memakai kerudung dan cadar di ruang publik. Berbanding terbalik di negara-negara sekuler seperti Prancis atau Inggris yang membatasi simbol-simbol agama dipakai di ruang publik. Harus disyukuri bisa dilahirkan dan hidup di Indonesia dengan berbagai macam kenikmatan surgawinya.

Perempuan sebagai Kasta Kedua Setelah Laki-laki

Tahun 2019 ini, betapa polarisasi di Indonesia sudah pada taraf mengkhawatirkan. Tidak terbatas pada dunia perpolitikan saja. Tetapi sudah sampai kepada hal-hal yang sangat pribadi. Terkhusus muslimah yang menjadi bahan omongan yang tiada habis untuk selalu diulas dan diperdebatkan. Mulai dari tubuh, pakaian dalam, kerudung, skin care, kemanusiaan dan religiositas. Sampai-sampai ada istilah hijab syar’i. Jadi kalau begitu ada istilah hijab non syar’i. Bisa-bisa nanti muncul istilah kutang syar’i dan kutang non syar’i.

Menurut Kalis, secara hierarki sosial, perempuan sekarang ini berada pada kasta kedua setelah laki-laki dalam segala hal. Contoh konkritnya seperti pada kehidupan rumah tangga yang walau pun tidak banyak, laki-laki yang merasa kuat dan berhak atas istrinya seringkali terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

Banyak kasus istri harus menjadi korban perselingkuhan dengan kedok poligami, korban pemukulan, pembacokan dan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan laki-laki gara-gara masalah sepele seperti tidak mau diajak berhubungan tubuh. Tugas laki-laki sebagai Kepala keluarga harusnya menjaga stabilitas, keamanan, kenyamanan dan senantiasa melindungi istri dan keluarganya.

Contoh berikutnya adalah tingkat pendidikan. Slogan, “mengapa perempuan kuliah tinggi-tinggi kalau akhirnya hanya menjadi ibu rumah tangga?”. Stigma-stigma negatif yang sangat merendahkan harkat dan martabat perempuan harus segera dihentikan. Karena anak lahir itu tidak lepas dari tingkat kecerdasan ibunya. Kalau ibunya pintar baik secara akademis maupun non akademis. Akan melahirkan generasi yang cerdas-cerdas.

Buku ini juga mengangkat term betapa perempuan selalu menjadi pihak yang disalahkan. “Mengapa perempuan selalu salah? Mengapa ia tak boleh bicara? Mengapa perempuan harus menjadi pihak yang paling ikhlaas, paling sabar dan paling tak boleh melawan?”. (hal. 58).

Kasus pemerkosaan itu bisa diinisiasi dari laki-lakinya terlebih dulu. Sebagaimana kasus pemerkosaan ketika Kuliah Kerja Nyata salah satu Perguruan Tinggi di Yogyakarta terungkap. Mengapa hanya pihak perempuan yang tidak bisa lulus karena tersandung kasus itu. Sedangkan laki-laki bisa lolos. Kemudian ada kasus pelecehan seksual yang malah mayoritas terjadi di lingkungan kampus. Lingkungan para akademisi berdiskusi berbagai disiplin ilmu dan pemikiran.

Persoalan Kerudung

Mayoritas orang sekarang gampang sekali tertipu dengan tampilan luarnya saja tanpa bersusah payah mencari esensinya. Seperti halnya kerudung. Orang memandang kalau perempuan berhijab itu telah melaksanakan perintah agama. Berbagai macam stok dalil dikeluarkan untuk kepentingan bisnis, ekonomi mau pun lainnya untuk melegitimasi slogan itu.

Efek negatifnya adalah ketika paradigma orang menganggap perempuan yang berhijab itu lebih baik dari pada perempuan yang tidak berhijab. Maka, orang-orang dengan pikiran seperti itu akan dengan mudahnya meremehkan perempuan yang tidak berhijab. Dan hal ini sering kali terjadi pada masyarakat Indonesia.

Permasalahan kerudung sejak dulu harusnya sudah selesai sekarang ini. Pertanyaan apakah kerudung itu produk agama atau budaya? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini harus sudah tuntas dalam kehidupan beragama di Indonesia. Kerudung bukan menjadi tolok ukur dan tidak selalu berbanding lurus dengan kesalehan perempuan.

Kerudung pun juga bisa jadi hanya digunakan untuk menutupi perilaku buruk perempuan. Istilah Jilboobs yang dulu sempat viral. Bagaimana seorang perempuan memakai kerudung tetapi malah mempertontonkan bentuk tubuh dengan memakai pakaian yang sangat ketat.

Contoh sebaliknya, ada Najwa Shihab. Putri dari mufasir terkenal Indonesia yang dalam kehidupan sehari-hari tidak memakai kerudung. Tetapi tidak ada yang menyangkal betapa profesionalnya dalam sepak terjang sebagai jurnalis dan Duta Baca Indonesia.

Sangat Recomended

Buku ini juga menjelaskan fenomena hijrah kalangan artis-artis. Belajar ilmu agama sedikit saja langsung berceramah di media-media. Tidak butuh lama untuk menggaet pengikut. Fenomena ustaz dan ustazah karbitan yang ceramahnya malah membuat kuping panas. Baru paham satu ayat Alquran dan beberapa hadis saja langsung berdakwah sana-sini. Mengatakan pendapat-pendapat lainnya salah dan sesat. Hanya karena pendapat orang lain itu tidak sama dengan pendapat dan asumsinya sendiri.

Bermodalkan banyak followers di media sosial saja sudah merasa paling benar dan menyalahkan pendapat orang lain. Anehnya, banyak pula masyarakat yang menjadi pengikutnya karena artis itu sudah berhijrah, sudah mau memakai hijab dan macam-macam alasannya. Dan tidak jarang pula mencaci-maki artis-artis yang melepaskan hijabnya.

Buku ini sangat direkomendasikan bagi para perempuan muslimah yang ingin lebih dalam belajar toleransi dan keperempuanan. Artikel-artikel yang ditulis dengan bahasa yang ringan dan renyah. Artikel yang juga tidak terlalu panjang sehingga tidak membosankan dan mengangkat fenomena-fenomena yang faktual dan aktual. Dilengkapi pula sumber-sumber yang relevan dan bisa dipertanggungjawabkan kevaliditasnya.

Artikel-artikelnya yang banyak mengambil pengalaman empiris Kalis dalam berbagai kesempatan berdialog lintas agama. Ikut terjun langsung ke lapangan untuk mencari data. Kalis dengan cerdas meramu tulisannya sangat kontekstual dengan kondisi dan situasi di Indonesia sekarang ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Judul               : Muslimah yang Diperdebatkan

Penulis             : Kalis Mardiasih

Tebal buku      : xvi+184 halaman

Penerbit           : Mojok, Yogyakarta

Cetak               : pertama, April 2019

ISBN               : 9786021318935

Peresensi         : Khoirurroziqin, tinggal di Jalan Jemur Wonosari Gang Masjid 42 Wonocolo Surabaya 60237.

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru