31.3 C
Jakarta

Pro-Kontra Muallaf Hotman Paris dan Kepulangan WNI Suriah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPro-Kontra Muallaf Hotman Paris dan Kepulangan WNI Suriah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Media sosial (medsos) kali ini sedang digempur pelbagai isu-isu sensitif yang menghadirkan pro-kontra. Dua isu yang pengin saya bahas pada tulisan ini, yaitu isu pro-kontra muallaf Hotman Paris dan isu pro-kontra rencana dipulangkannya WNI Suriah yang sedang bergabung dengan ISIS.

Saya pengin bertanya soal pro-kontra proses muallaf Hotman Paris: Penting nggak Hotman Paris masuk Islam? Kenapa para netizen ngarep Hotman masuk Islam? Apa karena Islam agama paling benar? Atau agama non-Islam nggak benar? Begitu juga, saya bertanya soal kepulangan WNI Suriah: Kenapa dibuat ribet soal WNI Suriah? Bila langkah WNI Suriah salah, emang nggak bisa dimaafin? Jika mereka saudaramu, kenapa kamu merasa berat hati?

Hotman Paris melawat wafatnya Gus Sholah sesungguhnya bukan karena soal agama, namun soal persahabatan. Perbuatan baik yang telah dilakukan Gus Sholah, mampu menggugah hati Hotman Paris, sehingga Hotman Paris merasakan arti “memiliki” dalam hubungan persahabatan itu melebihi dari kemegahan harta yang ia miliki. Persahabatan semacam ini persis sama dengan pesan Quraish Shihab: “Sahabat itu adalah Anda dalam sosok yang lain. Kalau sahabat Anda bersalah, maka Anda tidak akan marah karena Anda juga bisa salah.”

Persahabatan antar Hotman Paris dan Gus Sholah merupakan gambaran hubungan baik sesama manusia yang saling menghormati, bukan karena sebuah kepentingan, namun karena Tuhan yang memerintahkan. Mereka saling menghormati karena mereka sadar bahwa mereka saling bersaudara, meski beda agama. Sayyidina Ali berkata: “Jika engkau bertemu dengan seseorang, jika ia bukan saudaramu yang seagama, maka ia adalah saudaramu sekemanusiaan.”

Kali pertama bertamu ke Pesantren Tebuireng Jombang, Hotman Paris diminta untuk memberikan motivasi pada sebuah seminar di para kyai, ustaz, dan santri. Sehingga, karena kerendahan hati Hotman Paris, Gus Sholah menganugerahkan gelar kemuliaan dengan sebutan “Gus” terhadap Hotman Paris. Hotman Paris merasa bahagia dengan pemberian gelar itu. “Gus” merupakan sebutan kehormatan dari masyarakat terhadap putra kyai. Biasanya ada dua hal yang dihormati oleh masyarakat dari putra kyai, yaitu: nasab dan keilmuannya.

BACA JUGA  Benarkah Politik Sebatas Menang-Kalah, Bukan Benar-Salah?

Secara keilmuan Hotman Paris tidak diragukan lagi oleh masyarakat Indonesia. Sebab, Hotman Paris adalah pengacara kondang internasional yang paling mahal bayarannya. Mungkin, itulah alasan kyai-kyai memanggil Hotman dengan sebutan Gus. Saya pikir, Hotman Paris sudah dianggap anak ideologis oleh Gus Sholah, meski ia tidak terlahir dari trah kyai. Lebih dari itu, sebutan “Gus” itu sebagai bentuk penghargaan atas sikap Hotman Paris yang persis sama dengan sikap para kyai, yaitu menganyomi masyarakat tanpa pamrih. Melalui Kopi Joni, Hotman Paris merangkul semua masyarakat dari beragam kalangan. Masyarakat akan mendapat ruang konsultasi hukum secara gratis.

Masihkah membujuk, apalagi memaksa Hotman Paris menjadi muallaf? Jelas, tidak perlu. Karena, persaudaraan itu melebihi agama. Buat apa beragama kalau pada akhirnya bermusuhan, sehingga sampai menumpahkan darah? Bila persaudaraan itu penting, kapan lagi kita membuka hati untuk menerima kehadiran saudara kita yang masih ada di Suriah? Saya pikir, tidak masalah WNI Suriah dipulangkan dengan syarat mereka dikarantina seperti kepulangan WNI Wuhan China beberapa hari yang lalu.

Pada karantina itu, kembalikan lagi pemahaman WNI Suriah dari paham radikal ISIS menjadi paham moderat yang dicita-citakan Islam. Jangan benci seseorang karena melakukan kesalahan, karena kebenaran itu datang setelah melewati kesalahan. Jangan judge seseorang karena berbeda paham, karena Tuhan tidak melarang kebebasan berpikir, selama tidak membawa dampak negatif terhadap orang lain. Paham moderat termasuk paham yang mempertemukan dua sisi ekstrem yang berlawanan. Paham moderat menghindari fanatisme beragama yang merasa paling benar.

Pro-kontra isu itu bukanlah sesuatu yang baru dalam perjalanan hidup manusia, termasuk dua isu Hotman Paris dan WNI Suriah. Tapi, hal yang penting diperhatikan, Indonesia adalah negara pluralistik yang dapat merangkul semua ragam, baik muslim maupun non-muslim, baik radikal maupun non-radikal, baik lelaki maupun perempuan, bahkan baik yang berkulit hitam maupun yang berkulit sawo matang. Ingatlah moto Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya: Berbeda-beda tetapi tetap satu. Berbeda-beda itu adalah rahmat, bukan petaka.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru