29.7 C
Jakarta

Potensi Pengembangan Bank Syariah

Artikel Trending

KhazanahEkonomi SyariahPotensi Pengembangan Bank Syariah
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, memiliki peluang yang cukup besar untuk mengembangkan Bank Syariah. Karena Bank Syariah sebagai lembaga perbankan yang tidak menjalankan aktivitas bisnis berdasarkan bunga dimana bunga telah disepakati oleh MUI sama dengan riba. Sehingga berstatus haram, yaitu dengan dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Interest/Fa’idah). Tentu saja, hal tersebut semakin memperkuat peluang Bank Syariah untuk dikembangkan di Indonesia.

Walaupun demikian, semenjak Fatwa MUI berkaitan dengan bunga bank sama dengan riba dikeluarkan, market share Perbankan Syariah tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Sehingga keberadaan Bank Syariah nampak berjalan di tempat. Hal tersebut harus menjadi perhatian serius pelaku industri Bank Syariah di Indonesia. Jangan-jangan, Bank Syariah belum menggarap peluang dan potensi Bank Syariah untuk bisa berkembang dengan baik di Indonesia. Maka dari itu, pelaku bisnis Bank Syariah harus terus menyeriusi untuk menggarap pasar Muslim yang ada di Indonesia.

Peluang Pengembangan Bank Syariah

Peluang pengembangan Bank Syariah di Indonesia cukup besar. Hal tersebut bila coba dikaitkan terhadap jumlah mayoritas muslim yang ada di Indonesia, tentu akan memiliki keterkaitan yang cukup signifikan. Dimana, mayoritas penduduk muslim menjadi salah satu pangsa pasar yang harus terus disasar oleh Bank Syariah. Sehingga Bank Syariah yang secara entitas hukum, didasarkan atas hukum Islam. Dengan landasan hukum Islam sebagai dasar aktivitas bisnisnya, akan sejalan dengan perintah agama untuk menerapkan nilai-nilai keislaman secara kaffah (baca: komprehensif) dalam kehidupan sehari-hari.

Peluang tersebut harus terus menjadi daya dorong Bank Syariah sebagai salah satu pelaku bisnis syariah yang ada di Indonesia. Sehingga Bank Syariah sebagai pelaku bisnis akan selalu mencari jalan keluar untuk mengejar ketertinggalan dengan Bank Konvensional. Ketertinggalan yang dialami oleh Bank Syariah, bukan malah dijadikan sebagai kambing hitam mengapa Bank Syariah seolah-olah jalan di tempat. Tetapi, bagaimana caranya ketertinggalan menjadi cambuh untuk lebih memperbesar kapasitas Bank Syariah itu sendiri. Tentunya, hal tersebut akan membuat Bank Syariah melaju cepat ke depannya.

Dengan mencari jalan keluar, setidaknya peluang pengembangan Bank Syariah di Indonesia akan menjadi kenyataan. Karena peluang yang besar untuk  dikembangkan, sayang-sayang jika tidak diambil kesempatan besar tersebut oleh Bank Syariah. Sehingga yang menikmati hanyalah Bank Konvensional, yang notabene-nya merupakan perusahaan perbankan yang terlebih dahulu berada di Indonesia. Maka dari itu, peluang pengembangan Bank Syariah yang masih berada di angka market share kisaran 5%, bagaimana caranya bisa ditingkatkan dari angka tersebut.

Tiga Ikhtiar Bank Syariah

Bila Bank Syariah saat ini masih berada di kisaran Market Share di angka 5%, artinya Bank Syariah masih memiliki peluang sebesar 95% untuk disasar. Peluang tersebut harus benar-benar menjadi perhatian khusus oleh Bank Syariah. Sehingga peluang besar tidak hanya menjadi peluang yang tak bisa dirasakan manfaatnya oleh Industri Perbankan Syariah. Oleh karena itu, untuk mengembangkan peluang menjadi kenyataan, setidaknya Bank Syariah memiliki tiga ikhtiar yang sudah mulai dilakukan sebagai bentuk respon terhadap peluang pengembangan Bank Syariah di Indonesia.

Respon Pertama, integrasi secara internal dengan cara memperbesar kapasitas Bank Syariah. Memperbesar kapasitas diri sebagai institusi bisnis sangat penting dilakukan oleh Industri Perbankan Syariah. Dengan adanya usaha untuk memperbesar kapasitas, setidaknya ada ikhtiar untuk menggapai potensi besar pengembangan Bank Syariah di Indonesia. Kapasitas Bankk Syariah yang harus diperbesar, misalnya kapasitas SDM yang dimiliki, kapasitas layanan yang dimiliki—baik bersifat IT ataupun non-IT, kapasitas permodalan, kapasitas kantor layanan, dan lain sebagainya.

Adanya pengembangan kapasitas yang dilakukan secara serius oleh Bank Syariah, perlahan-lahan potensi besar pengembangan Bank Syariah di Indonesia akan terealisasi. Paling tidak, ikhtiar untuk memperbesar kapasitas dilakukan secara perlahan-lahan mulai dari hal-hal yang paling kecil. Kemudian dilakukan secara konsisten setiap harinya. Tentunya, akan ada dampak signifikan yang akan dirasakan oleh Bank Syariah itu sendiri. Sehingga keberadaan Bank Syariah tidak jalan di tempat, seperti yang sedang terjadi saat ini.

Sebagai sebuah temuan penelitian yang baru saja dilakukan oleh Ahmad Abbas dan Ainun Arizah (2019: 324) yang menemukan fakta bahwa rendahnyah profitabilitas Bank Syariah di Indonesia disebabkan rendahnya pemasaran yang dilakukan oleh Bank Syariah. Dengan demikian, pemasaran memiliki efek positif terhadap peningkatan profitabilitas. Karena pemasaran yang dilakukan oleh Bank Syariah kurang baik, tentu berimbas terhadap tingkat profitabilitas yang kurang mengembirakan.

Dari hasil penelitian tersebut, kita harus sama-sama berkeyakinan bahwa pengembangan kapasitas Bank Syariah menjadi penting dilakukan. Bila Bank Syariah yang ada di Indonesia ingin agar potensi pengembangan Bank Syariah yang besar bisa dirasakan. Namun sebaliknya, bila Bank Syariah tidak ingin menikmati peluang besar tersebut, ya tak usah melakukan pengembangan kapasitas. Karena pengembangan kapasitas hanya dibutuhkan oleh lembaga yang ingin bertransformasi menjadi perusahaan besar.

Respon Kedua, integrasi secara eksternal melalui cara menjalin kemitraan dengan ormas-ormas Islam. Dimana, ormas-ormas keislaman yang ada di Indonesia cukup banyak dan beragam. Beberapa ormas keislaman tersebut, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Mathlaul Anwar, Nahdlatul Wathon, dan lain sebagainya. Setiap ormas tersebut, memiliki jama’ah yang cukup besar. Artinya, ketika Bank Syariah bisa menggandeng ormas tersebut, maka setali dua uang ormas dan jama’ahnya bisa ditarik menjadi bagian dari Bank Syariah.

Banyak hal yang dapat dikerjasamakan oleh Bank Syariah dengan ormas-ormas keislaman. Misalnya, bila Bank Syariah ingin menambah likuiditas dari sisi permodalan, Bank Syariah bisa mengajak ormas-ormas tersebut untuk memiliki saham Bank Syariah. Tentu saja, uang yang dibelikan berasal dari aset berupa uang kas yang dimiliki oleh ormas yang bersangkutan. Setelah ormas Islam mampu memiliki saham Bank Syariah tersebut, minta kepada ormas yang bersangkutan untuk mengumumkan kepemilikan sahamnya di Bank tersebut. Kemudian, mitanlah kepada ormas tersebut untuk mengajak jama’ahnya menjadi nasabah Bank Syariah.

Artinya, satu bentuk kerjasama yang dilakukan antara ormas keislaman dengan Bank Syariah, berpeluang timbulnya kerjasama turunan dari kerjasama di awalnya. Tentu saja, hal tersebut akan memberikan multiplier-effect terhadap pengembangan dan peningkatan kapasitas Bank Syariah di Indonesia. Sehingga, sekali mendayung bukan hanya dua pulau yang bisa dilampaui, akan tetapi berpulau-pulau bisa terlampau.

Bentuk kerjasama lainnya yang bisa dibangun, misalnya dengan membuka Kantor Cabang ataupun Kantor Cabang Pembantu Bank Syariah di kantor-kantor Wilayah ataupun kantor Cabang yang dimiliki oleh ormas Islam. Perlu diketahui, ormas-ormas keislaman yang besar, biasanya memiliki kantor pimpinan mulai dari tingkat pusat hingga tingkat cabang. Bahkan beberapa ormas memiliki kantor hingga ranting ataupun anak cabang. Bila Bank Syariah mampu membuka kerjasama dengan membuka kantor ataupun layanan di kantor ormas keislaman, tentu saja akan menambah saluran pemasaran yang akan dimiliki oleh Bank Syariah.

Mungkin, masih banyak kerjasama lainnya yang bisa dibangun dengan ormas-ormas keislaman yang ada di Indonesia. Bank Syariah yang ada di Indonesia bisa memilih kerjasama apa yang bisa disinergikan dengan ormas keislaman. Dengan menyinergikan dalam bentuk kerjasama, setidaknya ada ikhitiar untuk merealisasikan potensi pengembangan Bank Syariah yang cukup besar di Indonesia. Sehingga Bank Syariah yang ada di Indonesia juga bisa berkontribusi penguatan ekonomi di Indonesia.

Respon Ketiga, integrasi dengan para regulator. Bank Syariah sebagai industri yang diawasi oleh beberapa institusi seperti BI (Bank Indonesia), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia), dan lain sebagainya. Harus mampu mengintegrasikan antara hal yang bersifat teknis dengan regulasi yang dikeluarkan oleh mereka sebagai regulator. Ataupun sebaliknya, regulasi yang akan dikeluarkan oleh mereka sebagai regulator, bisa menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh Bank Syariah yang ada di Indonesia. Sehingga, regulasi yang dikeluarkan tetap menyesuaikan terhadap kemampuan yang dimiliki oleh Bank Syariah itu sendiri.

Perlu diketahui bersama, kebijakan pengawasan Bank Syariah di Indonesia dibagi menjadi dua, yang bersifat makro diserahkan kepada BI (Bank Indonesia), sedangkan yang bersifat mikro diserahkan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Pembagian kebijakan tersebut berkeinginan agar masing-masing lembaga bisa fokus terhadap masing-masing tanggung jawab yang dibebakan kepada masing-masing lembaga. Sehingga pengawasan yang bersifat makro dan mikro, dapat ditangani lebih serius dan lebih terarah. Untuk lebih memahami berkaitan dengan pengawasan yang bersifat mikro dan makro, bisa dilihat Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Selain dua lembaga tersebut, ada satu lembaga pengawas yang dijadikan sebagai lembaga kordinasi oleh BI dan OJK, yaitu DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia). Menurut M. Cholil Nafis (2015: 83) DSN-MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI, secara struktural berada di bawah MUI. Tugas DSN-MUI ialah menjalankan tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi syariah. Baik itu, yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah ataupun yang lainnya. Pada prinsipnya, pembentukan DSN-MUI dimaksudkan sebagai usaha efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu berhubungan dengan masalah ekonomi dan keuangan. Di samping itu, DSN-MUI diharapkan dapat berperan sebagai pengawas. Lebih dari itu, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.

Agar peran DSN-MUI sebagai lembaga kordinasi pengawasan dalam hal implementasi prinsip syariah berjalan dengan baik, maka DSN-MUI mengeluarkan Fatwa berkaitan dengan Lembaga Keuangan Syariah. Adapun fatwa yang dikeluarkan, ada yang bersifat permintaan dari Lembaga Keuangan Syariah, lembaga lain yang berkaitan, regulator (BI atau OJK), ataupun bersifat inisiasi dari DSN-MUI sendiri. Di samping itu, fatwa yang dikeluarka oleh DSN-MUI agar bersifat mengikat, maka fatwa tersebut didelegasikan pada lembaga pengawas yang berwenang seperti BI dalam bentuk PBI (Peraturan Bank Indonesia) dan POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan).

Kemudian, untuk menjaga agar prinsip syariah bisa berjalan dengan baik di lembaga perbankan syariah, maka DSN-MUI memberikan perwakilan di setiap lembaga perbankan syariah. Yang dikenal dengan DPS (Dewan Pengawas Syariah). Menurut Mardani (2015: 74), DPS adalah suatu fungsi dalam organisasi Bank Syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat. Muhammad Syafii Antonio (2016: 234) menambahkan bahwa DPS harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan.

Dengan demikian, adanya pengawasan yang dilakukan oleh ketiga lembaga tersebut, yaitu BI, OJK, dan DSN-MUI. Paling tidak, diharapkan keberadaan Bank Syariah dapat berjalan sesuai koridor regulasi yang diamanatkan oleh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sehingga, keberadaan Perbankan Syariah sebagai bank yang menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah dapat memberikan sumbangsih besar untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

Potensi Pasar Muslim

Pergerakan pasar kelas mengengah muslim di Indonesia menjadi salah satu peluang besar untuk mengembangkan Bank Syariah. Pasalnya, mereka bergerak sangat dinamis—baik sebagai seorang profesional ataupun pengusaha, yang hal tersebut berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan yang mereka miliki. Sehingga adanya peningkatan pendapatan, membuat mereka memiliki kualitas kehidupan ekonomi yang lebih baik. Tentu saja, adanya peningkatan kualitas hidup menjadi peluang besar untuk digaet menjadi nasabah Bank Syariah.

Selain itu, sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar, dengan civil society (organisasi kemasyarakatan) yang cukup beragam dan sangat taat terhadap organisasi yang diikutinya, menjadi peluang besar bagi Bank Syariah untuk menggaet mereka menjadi nasabah di Bank Syariah. Tentu saja, Bank Syariah harus mampu melakukan pendekatan yang cukup intensif untuk menggaet pasar muslim—khususnya mereka yang tergabung ke dalam organisasi kemasyarakatan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Bank Syariah untuk dapat menggaerah pasar muslim Indonesia—khususnya muslim yang tergabung ke dalam organisasi kemasyarakatan bersifat keislaman seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, dan lain sebagainya, ialah dengan mengajak kerjasama para pengurus pusat dari organisasi tersebut. Dengan mengajak kerjasama. Kemudian, mintalah pengurus pusat untuk memberikan himbauan terhadap anggota-anggotanya untuk beralih ke Bank Syariah, Insya-Allah perlahan-lahan anggota mereka akan beralih ke Bank Syariah.

Bila Bank Syariah mampu menggarap pasar muslim khususnya pasar muslim yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan, Insya-Allah perlahan-lahan market share Bank Syariah akan meningkat. Tentu saja, meningkatnya market share perbankan syariah, akan menjadikan jangkauan Perbankan Syariah lebih luas. Dan jangan lupa, Bank Syariah juga harus memberikan kebermanfaatan terhadap ormas keislaman yang diajak kerjasama. Sehingga himbauan dan ajakan yang diungkapkan oleh pengurus pusat, bisa didengan dan diikuti hingga ke akar rumput anggota ormas keislaman yang bersangkutan.

Oleh: Hamli Syaifullah

Pengajar di Program Studi Manajemen Perbankan Syariah FAI-UMJ dan Mahasiswa Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi Perbankan dan Keuangan Syariah, SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru