28.4 C
Jakarta

Pilih Presiden 3 Periode atau Khilafah Seumur Hidup?

Artikel Trending

EditorialPilih Presiden 3 Periode atau Khilafah Seumur Hidup?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Wacana presiden 3 periode kembali bergulir ke ruang publik. Seperti yang sudah lalu, pro-kontra menyeruak, sebagai sinyalemen bahwa spirit Reformasi masih tidak tergerus. Demokrasi memberi ruang luas untuk menyampaikan pendapat, dan Presiden Jokowi sendiri kukuh menolak untuk maju lagi, menganggap bahwa wacana tersebut berniat menampar dirinya bahkan mengkhianati demokrasi. Tetapi, kenapa ada sementara pihak yang terkesan cari untung?

Wacana presiden 3 periode disuarakan oleh Komunitas Jokowi-Prabowo (Jokpro) 2024 yang memiliki kantor sekretariat di kawasan Jakarta Selatan. Sang Sekjend, Timothy Ivan Triyono, mengaku akan tetap mengumpulkan dukungan masyarakat yang ingin Jokowi kembali maju bersama Prabowo. Seiring alur politik, ia yakin bahwa Jokowi nanti tidak akan menolak usulan tersebut.

“Kita lihat nanti prosesnya bagaimana, konstelasinya seperti apa. Jadi saya meyakini betul Pak Presiden adalah kepala negara, pemimpin yang sangat mendengarkan suara dan aspirasi masyarakat. Bagi saya, mari kita lihat lagi prosesnya,” jelas Ivan, dilansir dari Kompas.

Kenapa wacana tersebut sensitif dan mengandung polemik, jawabannya adalah karena trauma masa lalu. Orde Baru tidak hanya memerintah dua periode, dan Reformasi 1998 tidak saja melengserkannya, melainkan menciptakan stigma buruk pada Soeharto dan seluruh keluarga besarnya. Presiden Jokowi jelas tidak mau dianggap otoriter, juga tidak mau terstigma sebagai pemimpin yang mengkhianati Reformasi.

Menariknya, komentar menghujat datang lebih cepat dari perkiraan. Di media sosial, cibiran terhadap Jokowi banyak sekali, baik yang secara langsung maupun sarkasme politik. Para oposan yang selama ini terkenal menyuarakan tegaknya khilafah pun ikut mengkritik; menganggap rezim ini otoriter.

Sebenarnya mana yang lebih buruk, sistem presidensial 3 periode atau sistem khilafah yang berlaku seumur hidup?

Pertanyaan ini tampak konyol. Tetapi dalam konteks polemik hari-hari ini, perbandingan tersebut bukan dalam rangka melegitimasi presiden lebih dari 2 periode, melainkan untuk menunjukkan bahwa sistem khilafah itu jauh lebih buruk. Seorang amir tidak hanya memerintah 15 tahun, tetapi seumur hidup. Jadi ketika para aktivis khilafah mengkritik wacana presiden 3 periode, bukankah mereka sedang mengolok-olok apa yang diperjuangkannya sendiri?

BACA JUGA  Mawas Diri dari Propaganda Khilafah di Bulan Ramadan

Wacana presiden 3 periode menjadi momentum untuk menggoyahkan integritas pemimpin, mencitraburukkan demokrasi, membuatnya cacat di mata masyarakat. Narasi ini menguntungkan sementara pihak yang memang punya agenda menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika pemerintah menerima usulan, lalu Jokowi mencalonkan untuk kali ketiga, maka jelas akan menjadi legacy buruk.

Presiden Jokowi menyadari hal itu, dan karenanya ia menolak. Namun ada pertanyaan paradoksal begini: jika otoritarianisme sangat tidak dapat diterima di negeri ini, kenapa masih ada yang menggebu-gebu hendak mendirikan sistem khilafah?

Otoritaranisme di bawah sistem presidensial atau di bawah sistem khilafah adalah sama buruknya. Gagasan presiden 3 periode harus ditolak demi menjaga marwah Reformasi, sementara khilafah yang tersuarakan selama ini juga wajib ditolak demi keutuhan negeri. Tetapi mudaratnya lebih besar khilafah, maka jika pilihannya kita harus menegakkan khilafah, presiden 3 periode tidaklah buruk. Namun tetap, keduanya tetap harus kita tolak.

Selama ini, narasi khilafah yang disebarkan melalui YouTube, atau platform lainnya yang dijadikan alat propaganda khilafahers, selalu bertolak dari keputusasaan masyarakat. Misalnya, mereka menjelekkan kebijakan pemerintah, mengkritik setiap pejabat, dan mengatakan kepada khalayak bahwa rezim ini perlu diganti. Mereka kemudian menawarkan solusi, yaitu sistem khilafah.

Hari ini, keputusasaan tersebut kembali berusaha dicekokkan, agar masyarakat tidak lagi percaya pemerintah dan berpaling menuju solusi tadi: lebih baik khilafah daripada presiden 3 periode. Mereka menentang presiden 3 periode dan mencibirnya, tetapi menawarkan khilafah (monarki) ala Hizbut Tahrir yang memberi hak memerintah seumur hidup. Jadi, pilih mana, presiden 3 periode atau khilafah yang seumur hidup? []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru