26.9 C
Jakarta

Pesantren dan Radikalisme: Catatan Kritis Untuk Kita Semua

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPesantren dan Radikalisme: Catatan Kritis Untuk Kita Semua
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pesantren dalam deretan sejarah termasuk institusi keagamaan paling tua bahkan paling eksis sampai sekarang di Indonesia. Pesantren dengan khasnya pasti memediasi orang yang sudah beragama Islam dan mereka dididik untuk menjadi orang muslim yang menekuni ajaran-ajaran syariat Islam. Berikut adalah catatan kritis sebagai bahan refleksi kita bersama.

Pesantren dengan eksisnya pengajaran agama menjadi sesuatu yang menarik untuk didekati oleh kelompok radikalis, bahkan teroris. Paham radikal pasti tumbuh subur di pesantren yang santri-santrinya sangat patuh terhadap kyai dan ustadz. Para santri biasanya tidak banyak berpikir untuk menerima apa disampaikan kyai dan ustadz.

Santri yang sangat patuh terhadap kyai dan ustadz, sehingga apapun yang disampaikan menjadi kebenaran mutlak merupakan sikap yang fanatik. Fanatisme tentunya tidak baik dikonsumsi oleh siapapun. Karena, santri itu adalah manusia yang dikaruniai akal untuk berpikir. Aktivitas berpikir ini mendorong santri untuk memilih sesuai hati nurani sendiri.

Bahaya fanatisme adalah ketika kyai atau ustadz di pesantren terjebak propaganda radikalisme. Kyai dan ustadz ini akan mudah menggiring seluruh santri untuk mengikuti apa yang dipahami, sementara santri sendiri biasanya belum tahu bahwa yang disampaikan kyai dan ustadznya bertentangan dengan Islam. Karena, radikalisme itu dilarang dalam Islam.

Pesantren yang biasanya terpapar radikalisme jika pesantren ini terjebak dalam tiga ciri radikalisme: 1- Takfiri (mengkafirkan orang lain yang tidak sepemikiran), 2- Menjadikan aksi-aksi kekerasan sebagai solusi dalam berdakwah, dan 3- Menempatkan kepentingan politik di atas kemanusiaan.

BACA JUGA  Benarkah Politik Sebatas Menang-Kalah, Bukan Benar-Salah?

Dengan tiga ciri radikalisme tersebut, tulisan ini secara tidak langsung memberi catatan kritis untuk membatasi pada pesantren yang takfiri, melakukan aksi kekerasan, dan berpolitik dengan berlindung di balik instrumen agama yang menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Pesantren inilah yang dimaksud terpapar paham radikal. Tentunya, model pesantren ini juga bersikap fanatik terhadap kyai dan ustadz.

Tidak semua pesantren terjebak paham radikal. Ada banyak pesantren yang selamat dari paham picik ini. Pesantren yang selamat jika pesantren ini menegakkan nilai-nilai moderasi yang diajarkan oleh Islam. Nilai-nilai moderasi ini meliputi perdamaian, keadilan, dan kemanusiaan. Nilai-nilai ini menjangkau semua manusia tanpa melihat perbedaan di antara mereka.

Lebih spesifik, pesantren yang selamat dari paham radikal adalah pesantren yang berlindung di bawah organisasi NU dan Muhammadiyah di Indonesia. Tidak bermaksud fanatik pada dua organisasi ini. Kedua organisasi ini, mulai masa didirikannya sampai sekarang, tetap menjaga nilai-nilai moderasi. Sehingga, perbedaan agama pun tidak menjadi persoalan di tengah NU dan Muhammadiyah. Semua manusia, bagi kedua ormas ini, bersaudara satu sama lain. Karena itu, catatan kritis ini menganjurkan agar tidak boleh saling mengkafirkan, melakukan tindakan kekerasan, bahkan menyudutkan.

Sebagai penutup, tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan pesantren, tapi lebih mengajak orang-orang pesantren lebih berhati-hati terjebak paham radikal. Karena, paham radikal ini bertentangan dengan Islam. Jika pesantren sudah terpapar paham radikal, terus institusi keagamaan mana lagi yang dapat diharapkan untuk membentengi Indonesia?[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru