30.1 C
Jakarta
Array

Pesan-pesan Perdamaian Alquran (Refleksi 17 Ramadan)

Artikel Trending

Pesan-pesan Perdamaian Alquran (Refleksi 17 Ramadan)
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Tanggal 17 Ramadan adalah momentum yang sangat bersejarah khususnya bagi umat Islam. Pada malam inilah kitab agung Alquran diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. “Kami telah turunkan kepadamu al-dzikr (Alquran) untuk kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir,” demikian firman-Nya dalam Surat An-Nahl ayat 44.

Diturunkannya Alquran tentu saja sebagai hudan (petunjuk), syifa’ (obat), dan furqan (pembeda atau pemisah antara yang haq dan yang batil). Alquran adalah jawaban atas sekian fenomena kehidupan yang tengah dan akan dihadapi oleh umat manusia.

Dengan demikian, peristiwa malam turunnya Alquran (Nuzulul Qur’an) yang biasanya diperingati dengan begitu khidmat, patut kita jadikan sebagai bahan refleksi untuk meneguhkan “kesadaran qurani”. Yang dimaksud dengan kesadaran qurani tak lain adalah menjadikan Alquran sepenuh-penuhnya sebagai way of life, orientasi, dan praktik kehidupan bermasyarakat. Sebab, Alquran adalah mercusuar yang akan menerangi peradaban suatu bangsa. Alquran adalah kitab pedoman yang keberadaannya tentu sangat dibutuhkan sebagai penerang kegelapan umat manusia.

Karena itulah peringatan malam Nuzulul Qur’an ini harus selalu diproyeksikan sebagai upaya untuk mengimani sekaligus menjadikannya sebagai pijakan hidup. Hal ini penting diteguhkan karena dalam realitas kehidupan sehari-hari banyak kita temukan gejala-gejala sosial yang tidak mencerminkan spirit qurani. Seperti teror atas nama agama, ketidakadilan, konflik sosial, dan lain sebagainya. Semua perilaku demikian merupakan gejala yang harus diberangus karena tidak senafas dengan nilai-nilai Alquran yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Selain gejala sosial semacam itu, banyak di antara kelompok umat Islam yang juga menjadikan Alquran sebagai isntrumen politis, sebagai alat untuk menjustifikasi setiap praktik kekerasan dalam keberagamaan, dan bahkan menjual ayat-ayat Alquran demi kepentingan pribadi. Inilah sepercik fenomena yang hingga kini masih menggejala di negeri ini.

Bagaimana mungkin kita dapat menghadirkan spirit Alquran sebagai mercusuar bagi peradaban umat manusia jika pesan-pesan kearifan yang terkandung di dalamnya kita abaikan. Bagaimana mungkin Alquran dapat berfungsi sebagai syifa’ (obat) jika penyakit-penyakit kemanusiaan kita biarkan mencabik-cabik moral generasi suatu bangsa. Di sinilah pentingnya Alquran dihayati, direnungkan, kemudian dimanifestasikan dalam kehidupan sosial.

Perdamaian

Islam adalah agama  yang paling lantang menyerukan persaudaraan dan perdamaian. Itulah sebabnya, Alquran bisa dikatakan sebagai kitab perdamaian. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma´ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-Nisa : 114).

Pesan-pesan persaudaraan atas nama cinta dan kemanusiaan begitu jelas terekam di dalam Alquran. Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” tegas Allah dalam Surat Al-Anfal ayat 61.

Dengan demikian, perdamaian meniscayakan adanya persaudaraan, kepedulian, dan tolong-menolong. Karena itu, Islam sangat menganjurkan agar umatnya mempererat tali ukhuwah sekaligus juga menebarkan kebaikan kepada umat lain dengan penuh kasih sayang.

Nilai-nilai inilah yang harus kita teguhkan di tengah realitas perpecahan umat yang sampai saat ini masih terjadi. Kebanyakan di antara manusia lebih suka hidup tercerai-berai daripada rukun dan damai. Antarsatu sama lain saling menaruh curiga, iri dengki, mencela, menghasut, dan sebagainya. Bagaimana mungkin mereka saling menyayangi dan mencintai jika spirit persaudaraan yang ada telah luntur? Bagaimana antarsatu sama lain dapat membangun perdamaian jika iri dengki sudah tertanam kuat pada diri masing-masing manusia? Bagaimana mungkin mereka dapat hidup dengan penuh kebahagiaan jika yang dilakukan ialah saling memfitnah dan menebar kebencian?

Dalam konteks inilah ajaran-ajaran hidup Rasulullah, khususnya yang berkaitan dengan upaya membangun tali persaudaraan, penting kita teladani. Rasulullah memberikan pelajaran kepada kita bagaimana persaudaraan itu dibangun tanpa melihat perbedaan suku, ras, golongan bahkan perbedaan agama sekalipun. Bagi Rasulullah, semua manusia itu bersaudara. Karena bersaudara, maka kita wajib mencintai dan menolongnya.

Ketika umat-umat yang berbeda bisa hidup berdampingan dengan penuh cinta dan kasih sayang sebagaimana pesan-pesan universal Alquran, maka perdamaian atas nama kemanusiaan bisa diwujudkan.  Masing-masing di antara kita akan menyadari sepenuh hati bahwa adanya perbedaan itu sejatinya adalah rahmat. Karena itu, hidup yang didasari semangat cinta dan kasih sayang tentu akan memunculkan jutaan inspirasi untuk bersama-sama membangun komitmen, merumuskan kerja-kerja sosial, dan hal-hal lainnya yang bersifat positif bagi keberlangsungan hidup umat manusia.

Oleh karena itu, momentum nuzulul qur’an ini bagaimana kita jadikan sebagai bahan refleksi untuk benar-benar menghayati pesan-pesan suci yang terkandung di dalamnya. Sehingga ketika Alquran sudah  dihayati dengan penuh kearifan, maka ia akan menjadi pelita atau mercusuar bagi peradaban dan masa depan umat manusia.

*Turfah Amaliyah, pemerhati agama dan sosial, tinggal di Yogyakarta.

 

 

 

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru