26.7 C
Jakarta

Perpres TNI Berantas Teroris Tak Urgen di Masa Pandemi

Artikel Trending

AkhbarNasionalPerpres TNI Berantas Teroris Tak Urgen di Masa Pandemi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Rancangan peraturan presiden (perpres) tentang tugas TNI ikut memberantas terorisme diminta dikesampingkan di masa pandemi virus korona (covid-19). Selain tak urgen, perpres itu disebut rentan menjadikan TNI justru sebagai aktor pelanggar hak asasi manusia (HAM).

“Isu terorisme sedang menurun, terlebih pascawabah virus covid-19 ini. Jadi, tidak signifikan lagi untuk diperebutkan lagi kewenangannya oleh aparat bersenjata,” kata pengajar di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Otto Nur Abdullah, dalam keterangan tertulis, Kamis, 28 Mei 2020.

Rancangan perpres ini sudah diserahkan pemerintah ke DPR pada 4 Mei lalu. Selanjutnya, DPR akan memberikan pertimbangan merujuk aturan di atasnya, yakni UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Setelah itu, baru diputuskan apakah perpres diterima, ditolak, atau dikembalikan.

Jika disahkan, lanjut Otto, akan bahaya karena bisa digunakan untuk menghadapi kebangkitan politik identitas. “Berbahaya dalam arti bisa menempatkan kembali TNI sebagai aktor potensial pelanggar HAM seperti pada periode politik rezim otoritarian,” kata dia.

Pascareformasi, kata Otto, berdasarkan data pengaduan yang dirilis Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), posisi aktor potensial itu sudah beralih ke Polri.

“Perhatikan saja saat Pilpres 2019. Praktis TNI tidak dijadikan aktor potensial, melainkan hanya Polri. Baik presiden maupun DPR pantas dicurigai. Ada skenario politik apa ke depan sehingga ingin meletakkan TNI di posisi aktor potensial pelanggar HAM kembali?” kata Otto.

BACA JUGA  Maarif Institute Ajak Aktivis dan Akademisi Kuatkan Moderasi Beragama

Sebelumnya, sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat menolak rancangan peraturan presiden tentang tugas TNI ikut memberantas terorisme. Penolakan ini disikapi dengan penandatanganan ‘petisi bersama masyarakat sipil menolak rancangan perpres’.

“Rancangan perpres itu berpotensi mengganggu criminal justice system (sistem peradilan pidana) serta mengancam HAM (hak asasi manusia) dan demokrasi,” kata Direktur Imparsial sekaligus juru bicara petisi, Al Araf, Rabu, 27 Mei 2020.

Petisi ini ditandatangani sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat. Antara lain, Al Araf, Ketua Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada (UGM) Najib Azca, dan Guru Besar Fisipol UGM Prof Mochtar Mas’oed.

Petisi juga ditandatangani oleh guru besar Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto, Alissa Wahid (putri mendiang Gus Dur), dosen FISIP Universitas Indonesia (UI) Nur Iman Subono, mantan legislator Nursyahbani Katjasungkana, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Direktur Riset di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, aktivis Usman Hamid, dan dosen Universitas Paramadina Phil Shiskha Prabawaningtyas.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru