25.3 C
Jakarta

Perlindungan dan Tantangan Jurnalis Timur Tengah

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahUlasan Timur TengahPerlindungan dan Tantangan Jurnalis Timur Tengah
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Informasi dalam kurun waktu ini, yang mengabarkan seorang reporter Al-Jazeera asal WN Amerika, Shireen Abu Akleh, menghembuskan nafas terakhirnya, ketika tertembak oleh tentara Israel, di kota Jenin, Tepi Barat, pada Rabu 11 Mei 2022 (Harian Kompas), Jurnalis yang kecilnya lahirnya di Jerussalem ini, memberanikan diri bertugas menjadi wartawan di kawasan Timur Tengah, yang rawan potensi konflik, dan tentu membahayakan dirinya.

Reporter perempuan yang berkebangsaan Palestina – Amerika yang menggunakan rompi antipeluru warna hitam dengan tulisan “Press” untuk mengidentifikasi dirinya sebagai jurnalis, menjadi sasaran tembak yang menyasar pada kepalanya. Begitupun pula kerabat Abu Akleh disampingnya, yakni Ali al-Samudi, yang bekerja menjadi produser Al Jazeera tertembak dengan luka di punggungnya, yang saat ini dirawat di rumah sakit. (Al Jaazeera)

Dalam keterangannya melalui kerabatnya, bahwa mereka (Israel) melepaskan tembakannya kepada dirinya dan Abu Akleh tanpa adanya peringatan untuk berhenti meliput. (Reporteros Sin Fronteras, RSF) Sehingga peristiwa ini menggambarkan bahwa penembakan jurnalis merupakan sebuah pelanggaran, harus dilakukan penyelidikan internasional secara independen.

Melihat fenomena diatas, bahwa profesi wartawan lapangan maupun koresponden lepas di Timur Tengah merupakan pekerjaan terberat. Segala risikonya dengan kerja turun ke lapangan mencari dan mengumpulkan informasi melalui peristiwa yang ada, serta mengolah dan menuliskannya dalam bentuk berita. Meskipun, profesi jurnalis bekerja sesuai dengan prosedur yang baik dan benar, kerap kali mendapatkan streotip negatif dari kalangan masyarakat, karena profesi ini dinilai menggiring sebuah opini masyarakat dengan mudahnya dalam menghakimi sebuah peristiwa, yakni benar maupun salah.

Selain itu, konsekuensi terbesar menjadi seorang jurnalis adalah jauh dari kerabat terdekat dan dapat mengancam nyawanya ketika dihadapkan pada situasi peristiwa konflik. Sehingga, urgensi perlindungan dan keamanan yang diberikan oleh jurnalis harus diperhatikan oleh semua stakeholder. Baik dalam skala konflik skala nasional maupun internasional.

Hingga dalam kurun waktu ini, tidak ada yang menjamin secara sepenuhnya keselamatan bagi jurnalis yang bertugas di Timur Tengah. Meskipun, jurnalis yang ideal adalah berpegang teguh idealisme dan keberpihakan pada kebenaran yang berprinsip pada azaz jujur dan adil, dalam menegakkan nilai kemanusiaan.

Berdasarkan statement melalui Dirjen UNESCO, Audrey Azoulay dalam konferensi global World Press Freedom Day (Hari Kebebasan Pers Sedunia) pada 3 Mei 2022 di Uruguay, bahwa mengatasi risiko dan peluang diera digital, semua stakeholder yang terlibat, khususnya beberapa Negara Anggota, komunitas media, perusahaan teknologi, hingga masyarakat sipil untuk saling bahu membahu memberikan sumbangsihnya bagi perlindungan jurnalis. (UNESCO, 2022)

Prinsip dasarnya, perayaan momentum Hari Kebebasan Pers Sedunia, yang dideklarasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) tahun 1993 dalam rangka memberikan penyadaran secara kolektif akan pentingnya memberikan ruang berekspresi dengan kebebasan pers. Sebagai pilar dari demokrasi, maka selayaknya jurnalis media mendapatkan haknya berupa perlindungan baik secara fisik maupun psikis, tanpa adanya intervensi konflik dari elemen manapun.

Fenomena Jurnalis Timur Tengah

Negara dikawasan Timur Tengah, yang diidentikan sebagai lokasi yang dihiasi dengan intrik politik dan konflik sektarian, kerap kali mendapatkan perhatian serius bagi kalangan yang turut andil dalam meneliti, mengamati, memperhatikan, hingga mengkaji kawasan tersebut sebagai wacana diskursus untuk mengambil jalan tengah yang solutif, sehingga hasilnya dijadikan rekomendasi bagi perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Selain itu, pemberitaan di media massa, baik skala lokal, nasional di Negara Timur Tengah, maupun internasional selalu membanjiri penonton didepan layar. Meskipun, tugas berat jurnalis untuk menyingkap sebuah tabir problematika yang ada pada umat manusia di kawasan tersebut.

Berdasarkan data yang dimuat oleh UNESCO sejak tahun 1993, sejumlah 1523 jurnalis terbunuh dan secara rinci pada tahun 2022, terdapat 33 jurnalis terbunuh diseluruh dunia. Untuk kawasan Timur Tengah, data yang dimuat oleh International Federation of Journalist (IFJ), sejak tahun 1990 hingga 2020, jurnalis yang terbunuh sekitar 561 jiwa.

Terbunuhnya seorang jurnalis, berdasarkan pantauan yang ada, karena sedang meliput sebuah peristiwa perang dan konflik, menggali sebuah data dari kelompok organisasi terorisme yang berjejaring, mewartakan dengan topik tentang kriminalitas, hingga instabilitas Negara akibat maraknya pejabat yang melakukan tindakan koruptif.

Selain tertembaknya Shireen Abu Akleh hingga meninggal dunia, beberapa jurnalis lainnya yang tewas akibat bersentuhan secara langsung dengan konflik. Pemberitaan yang diwartakan oleh media albawaba pada 7 Februari 2022, Marwan Yousef, jurnalis asal Yaman, tewas di Kota Harad, Provinsi Hejja, barat laut Negara Yaman, ketika meliput bentrokan antara Tentara pemerintah Yaman dengan kaum militan sipil Houthi.

Pada 3 tahun yang lampau, Kematian jurnalis berkebangsaan Saudi Arabia, Jamal Khashoggi merupakan kolumnis Washington Post, tewas pada 2 Oktober 2018, ketika berkunjung dikonsulat Saudi Arabia yang berlokasi di Istanbul, Turki. Ia dikenal sebagai wartawan yang kritis, terutama mengkritik internal negaranya, Saudi Arabia. Kematian Khashoggi karena diduga dibunuh oleh orang yang berkaitan dengan internal pemerintahan Saudi.

Dan tak lupa, jurnalis perang asal Amerika Serikat sebagai koresponden perang untuk luar negeri, Marie Colvin, yang bekerja pada majalah kabar The Sunday Times, meninggal dunia ketika proses peliputannya pada peristiwa pengepungan Homs di Suriah pada tanggal 22 Februari 2012. Sebelumnya, ia pernah meliput soal peristiwa perang saudara Srilangka, konsekuensi menjadi wartawan dimedan konflik, ia harus kehilangan mata kirinya ketika ledakan granat berpeluncur roket (RPG) Angkatan Darat Sri Lanka menimpa dirinya, pada 16 April 2001 (Independet.co.uk), meskipun ia berteriak dirinya “Journalist, Journalist!”.

Perlindungan Jurnalis

“Recognizing the important role of international humanitarian law, and international human rights law as applicable, in protecting journalists, media professionals and associated personnel in armed conflicts” – United Nations Securiy Council, S/RES/2222 (2015).

Seperti itu pernyataan dokumen resolusi dewan keamaan PBB yang dimuat pada lampiran pertama, dijadikan sebagai rujukan bagi Negara – Negara yang memberikan perlidungan terhadap jurnalis, memberikan batuan hukum humaniter internasional, serta memberikan secara sepenuhnya hak asasi manusia berskala internasional sebagaimana yang berlaku. Seperti halnya ketika jurnalis sedang meliput situasi konflik yang ada dikawasan tersebut, terutama di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Selatan (Pakistan, Afghanistan, dll).

Dalam hal ini, saya rasa amat, masih belum sepenuhnya resolusi dewan keamaan PBB dapat terlaksana sebagaimana dokumen yang dibuat. Pasalnya, bahwa masih banyak jurnalis yang fokus pada penggalian informasi tentang topik peace atau war. Dalam hal ini, tingkat kerawanan bagi jurnalis perang masih belum diberikan sepenuhnya berupa hak dalam kebebasan pers dan mendapatkan perlindungan.

Dokumen Resolusi Dewan Keamanan PBB yang dimaksud, menjelaskan bahwa seharusnya Negara memegang sepenuhnya tanggung jawan utama dalam menghormati dan menjamin sepenuhnya atas hak asasi warga negara, mengingat bahwa hak atas kebebasan ekspresi yang dimuat didalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Majelis Umum tahun 1948. Bunyi pasal tersebut yakni: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media a[a saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).

Aji Cahyono, Mahasiswa Magister Konsentrasi Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Freelance Writer

 

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru