31.8 C
Jakarta

Perang Melawan Diri Sendiri

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuPerang Melawan Diri Sendiri
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Perang dalam Diri Manusia, Penulis: Erich Fromm, Penerbit: IRCiSoD, Cetakan: I, 2020, Tebal: 104 Halaman, ISBN: 978-623-7378-49-5, Persensi: Oleh Sam Edy Yuswanto.

Sejatinya, perang terberat adalah melawan diri sendiri. Melawan segala sifat-sifat kedirian yang bisa merugikan hak-hak orang lain. Egois, selalu merasa ingin menang sendiri misalnya. Sifat ini kerap merasuk ke dalam diri setiap manusia yang bila tak kita lawan tentu akan membuat diri kita memiliki karakter sekeras batu dan tak peduli dengan kesusahan orang lain.

Buku ini menguraikan bahwa manusia itu diserupakan dengan domba dan serigala. Keduanya sama-sama memiliki alasan. Manusia ibarat domba karena cukup menunjukkan fakta betapa manusia mudah terpengaruh untuk melakukan perintah, meskipun itu membahayakan diri sendiri.

Sementara itu, manusia diserupakan serigala karena ia memang memiliki sifat-sifat ingin bersaing, menabuh perang, dan merebut lahan, rezeki, bahkan kebahagiaan sesamanya. Hobbes, seorang pemikir, pernah menyimpulkan, “homo homini lupus” yang artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain [hlm. 9].

Kita sadari atau tidak, di dunia ini ada sebagian manusia yang memiliki “sifat jahat” yang lebih dominan. Yang mengerikan mereka selalu berusaha membuat kerusakan dan menyakiti sesama. Manusia-manusia seperti mereka, menurut pemahaman saya, tergolong nekrofil, nekrofilia, atau nekrofilus. Menurut Erich Fromm, nekrofil adalah orang yang suka berbicara tentang sakit, penguburan, kematian. Dia menjadi hidup justru saat bicara tentang kematian.

Contoh nyata tipe nekrofilus murni adalah Hitler. Dia terpikat dengan perang, penghancuran, dan bau kematian manis baginya. Jika di tahun-tahun gemilang dia hanya ingin menghancurkan yang dirinya anggap musuh. Dalam perjalanannya dia memperlihatkan bahwa kepuasan paling dalam adalah saat menyaksikan penghancuran total dan absolut; yaitu rakyat Jerman, orang-orang di sekitarnya, bahkan dirinya sendiri [hlm. 16].

Berdasarkan pengamatan penulis, orang nekrofilus tertarik dengan kegelapan dan malam. Dalam mitologi dan puisi (juga dalam mimpi), dia tertarik dengan gua, atau kedalaman laut, atau terproyeksikan sebagai orang buta (contohnya tokoh troll dalam Peer Gynt karya Ibsen; mereka buta, hidup dalam gua, mereka hanya menghargai nilai narsistik dari barang yang “diolah sendiri” atau buatan rumahan).

Perang dalam Sosok Nekrofilus

Segala yang menjauh dari kehidupan atau berlawanan arah dengan kehidupan, memikatnya. Dia ingin kembali ke kegelapan rahim, dan ke masa lalu anorganik atau eksistensi hewani. Sesungguhnya, dia berorientasi ke masa lalu, tak ke masa depan yang dia benci dan takuti.

Orang nekrofilus sering kali bisa kita kenali dari penampilan dan gesturnya. Dia ingin, kulitnya tampak mati, dan ekspresi di wajahnya seakan mencium bau tidak enak (ekspresi ini bisa kita lihat jelas di wajah Hitler). Dia teratur, obsesif, tepat waktu. Aspek orang nekrofilus ini pernah tampak juga kepada dunia oleh sosok Eichmann. Dia mengagumi ketertiban dan kematian.

BACA JUGA  Dinamika Zaman dan Sisi Lain Gerakan Radikal

Nilai tertinggi baginya adalah kepatuhan dan organisasi yang berfungsi tepat. Dia mengangkuti orang-orang Yahudi seperti mengangkuti batu bara. Sulit baginya memandang mereka sebagai manusia sehingga pertanyaan apakah dia membenci atau tak membenci korban-korbannya itu, tidaklah relevan. Dia adalah birokrat sempurna yang telah mengubah seluruh kehidupan menjadi administrasi barang [hlm. 21].

Manusia Biofilia

Lawan orientasi nekrofilus, berdasarkan catatan penulis, adalah orientasi biofilus; esensinya adalah cinta pada kehidupan sebagai lawan dari cinta pada kematian. Seperti nekrofilia, biofilia tidak berciri tunggal, namun merupakan satu orientasi total, keseluruhan cara mengada.

Biofilia mewujud dalam proses jasmaniah seseorang, dalam emosinya, dalam pikirannya, dalam gesturnya; orientasi biofilus mengungkapkan dirinya dalam bentuk manusia utuh. Bentuk paling dasar orientasi ini terungkap dalam kecenderungan seluruh organisme hidup untuk hidup.

Kecenderungan mempertahankan kehidupan dan berjuang melawan kematian adalah bentuk orientasi biofilus yang paling dasar, umum bagi seluruh substansi hidup. Sebagai kecenderungan ‘mempertahankan’ kehidupan dan melawan kematian, orientasi tersebut hanya mewakili satu aspek dari dorongan hidup.

Aspek lainnya ialah aspek yang lebih positif: substansi hidup cenderung berpadu dan menyatu; berpadu dengan entitas-entitas yang berbeda dan berlawanan, dan tumbuh dengan cara yang struktural. Penyatuan dan pertumbuhan terpadu adalah ciri segala proses hidup, tak hanya sel, namun juga perasaan dan pikiran [hlm. 24].

Biofilia kita temukan paling matang dalam orientasi produktif. Orang yang sangat mencintai kehidupan tertarik dengan proses hidup di semua bidang. Dia lebih suka membangun daripada menguasai, dan mencari sesuatu yang baru daripada merasa nyaman dalam kemapanan.

Dia lebih mencintai petualangan hidup ketimbang kepastian. Pendekatannya pada kehidupan lebih bersifat fungsional daripada mekanis. Dia melihat secara menyeluruh daripada bagian-bagian saja, susunan daripada hasil akhir.

Dia ingin mencetak dan memengaruhi dengan cinta, nalar, dengan teladannya; bukan dengan kekuatan, dengan mencerai-beraikan, dengan sikap birokratis yang memerintah orang seakan mereka barang. Dia menikmati hidup dan semua perwujudannya, tak sekadar bersenang-senang [hlm. 25-26].

Membaca buku ini dapat membuat kita merenungi bahwa manusia memiliki dua sisi yang saling bertentangan, yakni baik dan buruk. Tentu hanya masing-masing dari kitalah yang bisa mengendalikannya. Akan menjadi manusia baik, ataukah jahat? Keputusan tentu ada di tangan masing-masing. Pendek kata, kita tengah bergelut dengan perang melawan diri sendiri.

Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto
Bermukim di Kebumen, tulisannya dalam berbagai genre tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, Kompas Anak, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru