25.7 C
Jakarta
Array

Peran Media Massa dalam Mendukung Aksi-Aksi Terorisme

Artikel Trending

Peran Media Massa dalam Mendukung Aksi-Aksi Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Terorisme memiliki tujuan utama publikasi yang luas melalui media massa. Di pihak lain, media massa juga sangat diuntungkan dengan adanya berita-berita kekerasan nyata yang sensasional dan spektakuler untuk menaikkan tiras media cetak dan rating televisi. Hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) antara keduanya seringkali menghambat upaya-upaya pemerintah untuk memberantas terorisme.

Dilema terutama dialami negara-negara penganut paham pers bebas yang menjamin kebebasan setiap warga untuk menyiarkan ataupun tidak menyiarkan suatu berita karena sifat aksi teror bagaikan teater yang sangat menarik perhatian massa, publisitas bagaikan oksigen guna mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Maka dalam meliput terorisme, media massa dihadapkan pada pilihan apakah mempertahankan kepentingan bisnis dan ekonomi atau tanggung jawab sosial.

Media di negara-negara demokratis berhak mengumumkan segala hal yang menjadi tuntutan teroris dengan dalih menerapkan prinsip kebebasan untuk menyiarkan (freedom to inform), selain prinsip bahwa rakyat berhak untuk mengetahui (public rights to know). Paham kebebasan pers ini lebih menguntungkan posisi teroris, terutama dari sisi pemberitaan media yang berlebihan. Karena terorisme adalah sumber berita, maka teroris tidak berkepentingan dengan identitas atau jumlah korban tetapi banyaknya pemirsa yang menonton aksi-aksi mereka.

Media Massa sebagai Alat Kampanye

Karena korban massal dapat memberikan publikasi yang luas, maka hal itu menjadi pilihan bagi kampanye mereka. Serangan bom terhadap World Trade Centre (WTC) di New York dan pentagon di Washinton D.C, telah dikalkulasi dengan dirancangan secara matang untuk menarik perhatian miliaran orang di seluruh dunia. Tragedi tersebut telah berhasil meruntuhkan anggapan bahwa teroris tidak mungkin dapat menembus sistem pertahanan dalam negeri AS.

Selain itu, peraturan keimigrasian AS yang bebas sebelum tragedy WTC justru menjatuhkan citra pemerintah AS dalam memberikan rasa aman yang dibutuhkan warga negaranya. Padahal sebelum terjadinya tragedi, para ahli teroris dan pengamat intelijen telah lama memberi peringatan akan adanya serangan teroris dan pengamat intelejen telah lama memberi peringatan akan adanya serangan teroris yang dahsyat di dalam negeri AS, tetapi peringatan tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah.

Peringatan tersebut disampaikan setelah terjadinya beberapa peristiwa teror bom di AS. Bom yang meruntuhkan gedung federal Alfred Murrah di Oklahoma City pada 19 April 1995, beberapa kali pembajakan pesawat AS, maupun penyanderaan para diplomat AS dan warga negara biasa yang sedang berada di luar negeri. Salah satu sebab pengabaian peringatan karena pada era 1980-an AS sedang sibuk dengan program melawan terorisme di luar AS.

Terorisme internasional mengambil manfaat besar di era globalisasi dengan semakin eratnya kerjasama internasional antar pelaku. Kerjasama ini memunculkan suatu sifat hubungan paternalistic yang erar diantara para pelaku teroris internasional, selain sebagai ajang pertukaran informasi, data intelijen, dana, atau kerjasama operasional. Maka untuk melakukan aksi-aksi kontra terorisme, pemerintah yang peduli terhadap keamanan rakyatnya perlu mengembangkan teknologi yang lebih canggih daripada yang dimiliki kelompok teroris.

Guna mendapatkan perhatian media, publik, dan pembuat kebijakan, maka segala kegiatan dikalkulasikan untuk memperoleh publisitas media seluas-luasnya. Publisitas juga merupakan sebuah alasan di balik aksi-aksi teror mereka yang mencengangkan khalayak, bahkan dalam banyakn kasus merupakan tujuan satu-satunya. Maka aksi-aksi yang ditujukan untuk menyebarluaskan ketakutan dan kepanikan diikuti dengan aksi-aksi selanjutnya yang lebih dasyat sehingga memakan korban yang lebih banyak melalui cara-cara yang semakin mengerikan.

Segala jenis pemberitaan, baik positif maupun negatif mengenai terorisme, akan sangat bernilai bagi kelangsungan hidup organisasi mereka. Dukungan dapat diekspresikan publik melalui sikap yang berpihak terhadap aksi-aksi yang dijalankan kelompok teroris. Peran yang dapat dijalankan media massa dan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya kontra terorisme dan memberi rasa aman kepada setiap warganya sangat besar. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam konteks kerjasama dengan media massa sangat signifikan dalam membentuk opini publik dan menanggulangi berkembangnya organisasi teroris serta meminimalisir akibat-akibat yang merugikan masyarakat.

Dengan demikian, walaupun tujuan utama media sebagai sarana informasi, tetapi karena pada kenyataannya media juga berfungsi sebagai hiburan, maka berita terorisme merupakan santapan empuk bagi media massa. Aksi-aksi terorisme memenuhi semua persyaratan sebagai sebuah berita yang menghibur, mengejutkan, membingungkan, dan mempermainkan emosi pembaca dan penonton.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru