27.7 C
Jakarta

Pengasong Khilafah dalam Aksi Bela Palestina: Taktik Mengacaukan NKRI?

Artikel Trending

Milenial IslamPengasong Khilafah dalam Aksi Bela Palestina: Taktik Mengacaukan NKRI?
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ribuan massa pembela Palestina kembali menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (8/6) kemarin. Para demonstran menuntut agar Zionis Israel segera menghentikan genosida terhadap masyarakat Muslim di Palestina. Mereka mulai berdatangan sejak pagi dengan membawa sejumlah atribut, seperti bendera berwarna hitam-putih dan spanduk bertuliskan kebebasan untuk rakyat Palestina.

Terlihat pula bendera besar berwarna hitam dibentangkan oleh massa aksi di kawasan Monas. Seruan kebebasan rakyat Palestina turut menjadi tuntutan dalam aksi tersebut. Tidak hanya mengecam aksi daripada tentara Israel, mereka juga meminta agar Indonesia melakukan aksi nyata dengan segera mengirimkan pasukan perdamaian ke Palestina. Para massa aksi ingin kekejaman Zionis Israel segera disudahi.

Setelah melakukan orasi di sekitaran Patung Kuda, mereka juga melakukan long march menuju Kedubes AS yang berada di Jalan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat. Selama long march, bendera hitam-putih tadi terus dikibarkan. Para demonstran bahkan lebih banyak membawa bendera hitam-putih daripada bendera Palestina. Usut punya usut, ternyata para demonstran adalah para simpatisan ormas terlarang: HTI.

Untuk mengamankan jalannya aksi tersebut, ribuan aparat pengamanan disiagakan di sejumlah titik. Menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat, Susatyo Purnomo Condro, sebanyak 1.347 personel dikerahkan. Di samping itu, aparat juga melakukan rekayasa arus lalu lintas dengan menutup Jalan Medan Merdeka Selatan—yang menjadi lokasi aksi. Susatyo pun mengimbau, massa menjaga ketertiban dan memperhatikan hak-hak masyarakat lainnya.

“Kami mengimbau, siapa saja yang akan menyampaikan pendapat di muka umum, sebagaimana diatur undang-undang penyampaian pendapat hak setiap warga negara, tentunya harus memperhatikan hak-hak masyarakat lainnya. Sehingga aturan dalam undang-undang penyampaian pendapat di muka umum harap dipatuhi,” tandasnya, seperti dilansir TVOne.

Aksi kemarin memang tidak seperti aksi bela Palestina sebelum-sebelumnya. Massa aksi berasal dari satu kelompok, yakni kelompok pengasong khilafah. Di situlah persoalannya muncul: apa yang pengasong khilafah inginkan dalam aksi bela Palestina? Apakah mereka sungguh-sungguh menuntut kemerdekaan Palestina atau hanya tipuan belaka untuk memasarkan khilafah? Apakah aksi mereka bertujuan mengacaukan NKRI?

NKRI dalam Sorotan Khilafahers

Sebagaimana berulang kali telah dijelaskan, solidaritas untuk Palestina di Indonesia itu tidak perlu diragukan. Di tataran formal, pemerintah konsisten melakukan diplomasi perdamaian di forum PBB dan organisasi internasional lainnya. Di tataran informal, pemerintah melalui Kemenag dan Kemenlu juga pernah melakukan aksi di Monas. Hal-ihwal komitmen memperjuangkan kemerdekaan Palestina, semuanya sudah beres.

Bahwa upaya-upaya pemerintah hingga saat ini belum membuahkan hasil signifikan untuk menghentikan genosida yang dilakukan Zionis Israel, itu perkara lain. Yang jelas, melakukan aksi bela Palestina untuk memberikan kesan bahwa pemerintah Indonesia belum bertindak apa-apa, itu salah besar. Namun jika massa berasal dari HTI yang notabene pengasong khilafah, hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan aksi adalah mendegradasi NKRI itu sendiri.

NKRI dalam sorotan para pengasong khilafah alias khilafahers memang tidak pernah benar. Bahkan seandainya pemerintah mengirimkan militer ke Palestina, bagi khilafahers itu tetap dianggap belum cukup. Demikian karena tujuan khilafahers, dalam setiap agenda mereka, tidak lain adalah membuat masyarakat benci NKRI, Pancasila, dan UUD. Bela Palestina tidak lebih dari gimik dari upaya mereka mengacaukan NKRI.

BACA JUGA  ISIS Indonesia dan Ancaman Terdekat Kita: Upaya Preventif

Mengapa NKRI selalu dipandang seperti itu oleh para pengasong khilafah? Jawabannya: karena tuntutan ideologis. Di satu sisi, mereka didoktrin untuk membenci demokrasi dan pilar-pilar kebangsaan, sementara di sisi lainnya mereka didesak untuk mempropagandakan khilafah ke masyarakat. Tuntutan ideologis itulah yang membuat para pengasong khilafah memandang NKRI secara sinis, pesimis, dan dekonstruktif.

Bagi khilafahers, NKRI tidak lebih dari negara sekuler-kapital-liberal yang mesti segera dirobohkan lalu diganti dengan khilafah ala HTI. Artinya, sebagaimana ditegaskan di judul, aksi bela Palestina merupakan taktik mengacaukan NKRI semata. Dengan kata lain, bagi HTI dan seluruh khilafahers, perjuangan untuk Palestina adalah gimik belaka. Itulah alasan mengapa pada aksi kemarin, bendera Palestina tak lebih banyak dari bendera HTI.

Bela Palestina sebagai Gimik HTI

HTI memang sudah bubar dan terlarang, namun fakta bahwa hari-hari ini gerakan mereka masih masif sama sekali tidak bisa disangkal. Aksi bela Palestina menjadi salah satu contoh dari kemasifan tersebut. Alih-alih fokus menuntut pengakhiran genosida, HTI lebih tertarik untuk memanfaatkan momentum Palestina untuk memajukan agenda politik mereka sendiri—yakni menegakkan khilafah di Indonesia.

Dengan mengangkat bendera mereka sendiri lebih tinggi daripada bendera Palestina, HTI mengaburkan garis antara solidaritas kemanusiaan dan propaganda politik. Demonstrasi yang seharusnya jadi panggilan untuk kemerdekaan bagi Palestina malah berubah jadi panggung HTI alias gimik mereka untuk mempromosikan ideologi khilafah dan menebar ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

HTI memanfaatkan solidaritas untuk kepentingan sendiri. Bagi mereka, aksi bela Palestina lebih tentang mencari legitimasi dan membangun narasi yang mendukung cita-cita ideologis mereka. Perjuangan untuk Palestina bagi mereka itu sekunder, sementara mendirikan khilafah bersifat primer. Itulah wujud manipulasi yang barbar: menarik simpati publik untuk keuntungan politik dengan menyampingkan moralitas dan kemanusiaan.

Dengan menebar narasi tentang ketidakmampuan pemerintah menangani isu Palestina secara efektif, mereka mencoba untuk memicu ketidakpuasan dan kekecewaan di kalangan masyarakat—yang dengannya mereka jadi mudah diajak menjadi khilafahers. Dan pada saat yang sama, mereka menciptakan narasi bahwa khilafahlah solusi tunggal untuk semua masalah umat Islam, termasuk Palestina.

Dengan demikian, sebagai upaya menghalau cita-cita pengasong khilafah tersebut, mempertahankan fokus Palestina pada sesuatu yang sebenarnya serta melawan manipulasi HTI dengan membangun solidaritas inklusif adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar. Palestina butuh dukungan yang berfokus pada kemanusiaan, bukan pada permainan politik dan manipulasi ideologis seperti yang HTI lakukan.

Dengan kata lain, solidaritas untuk Palestina mesti didasarkan pada humanisme dan keadilan, tidak pada upaya mempromosikan sistem politik tertentu yang justru mengacaukan NKRI. Karenanya, masyarakat Indonesia mesti berhati-hati agar tidak terjebak dalam retorika pemecah-belah yang para pengasong khilafah sebarkan mengenai Palestina. Belalah Palestina, tetapi lawanlah para pengasong khilafah.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru