28.6 C
Jakarta

Penanganan Radikalisme Sama Pentingnya dengan Deradikalisasi

Artikel Trending

AkhbarNasionalPenanganan Radikalisme Sama Pentingnya dengan Deradikalisasi
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta – Penanganan radikalisme di Indonesia dan di Bangladesh melalui tindakan tegas oleh badan anti teror sama pentingnya dengan program deradikalisasi, sehingga kedua negara menangani secara serius masalah radikalisme, mulai dari perundangan, lembaga yang menangani, sampai integrasi bekas pelaku tindak terorisme ke dalam masyarakat.

Mengapa? Karena radikalisme dari bentuk yang sederhana sampai tingkat yang paling keras sama-sama memberikan ancaman bagi keberlangsungan bangsa, baik di Indonesia maupun di Bangladesh.

Demikian salah satu perspektif yang muncul dalam seminar internasional bertema “Radicalism in Indonesia and Bangladesh: Sources, Actors, and Impact” yang berlangsung secara virtual hari Senin (3/6). Acara itu dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ Prof. Dr. Evi Satispi.

Hadir dalam seminar secara online tersebut, Prof. Ali Ashraf dari University of Dhaka, Bangladesh; Kandidat Doktor Debbie Affianty dari Program Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ); dan Hilali Basya Ph.D. dari Program Master Studi Islam Fakultas Agama Islam UMJ.

Prof. Ali Ashraf yang berbicra dari Dhaka dalam seminar itu menjelaskan, sumber gerakan ekstremisme di Bangladesh berasal dari kelompok kiri, pemberontak etno-nasionalis, dan kelompok berbasiskan agama.

Adapun usia mereka yang terlibat dalam gerakan radikal itu berkisar antara 20 sampai 30 tahun dan sebagian besar pria (sekitar 85 persen) serta berpendidikan mulai perguruan tinggi dan atau madrasah yang top sampai sekolah biasa. Sedangkan dari sisi tingkat ekonomi, mereka berasal dari latar belakang kelompok low dan middle-income.

Menurut Prof. Ali Ahsraf yang merupakan lulusan doktor di Amerika itu, program deradikalisasi sama pentingnya dalam penanganan kelompok radikal melalui badan anti teror. Jika pendekatan anti teror dilakukan dengan kekuatan keras atau bersenjata, deradikalisasi dimasukan ke dalam pendekatan lunak (soft).

BACA JUGA  Kualitas Pendidikan Anti Intoleransi, Kekerasan dan Bullying Dapat Melahirkan Manusia-Manusia Unggul yang Beradab

Tindakan tegas biasanya dilakukan tentara dan polisi seperti di Bangladesh bahkan di Dhaka dengan kesatuan sendiri. Namun demikian, pendekatan melalui pendidikan dan pelatihan menjadi program penting dalam deradikalisasi mereka yang terlibat kelompok ekstrem.

Ditegaskan pula bahwa kepemimpinan dalam penegakan hukum menjadi kunci keberhasilan dalam deradikalisasi. Selain itu keterlibatan berbagai pihak menjadi kunci dalam keberhasilan program deradikalisasi seperti pengalaman di Bangladesh. Pendekatan multi lembaga itu melibatkan lembaga pendidikan, masyarakat sipil, pekerja sosial, psikolog, ahli hukum, dan bahkan politisi.

Sementara itu kandidat Doktor Debbie Affianty menyatakan bahwa bahaya kelompok radikal yang ekstrim telah terbukti dalam berbagai kegiatan terorisme di Indonesia. Bahkan dalam aksi terorismenya seperti terekam dari data pemerintah melibatkan perempuan dan anak anak. Seperti di Bangladesh, tindakan terhadap kegiatan terorisme ini ditangani Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Namun demikian untuk program deradikalisasi, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme, Pemerintah Indonesia telah menerapkan empat tahap, yaitu identifikasi dan asesmen, rehabilitasi, pendidikan ulang, dan reintegrasi sosial.

Sementara itu deradikalisasi di dalam Lapas/Rutan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nasionalisme, religiusitas, dan kewirausahaan. Hingga 2022, terdapat 1.192 mantan narapidana teroris yang telah mengikuti program deradikalisasi di Indonesia.

Setelah dibebaskan, para mantan tahanan teroris sering menghadapi beberapa tantangan seperti stigma dari masyarakat serta masalah ekonomi, psikososial, dan administratif (memiliki KTP baru, dan lain-lain). Hal-hal tersebut terkadang menyebabkan para mantan tahanan teroris terlibat kembali dengan kelompok-kelompok ekstremis. Hingga saat ini, dari 1.036 mantan tahanan teroris, sekitar 116 orang terlibat dalam residivisme.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru