27.8 C
Jakarta

Pembelaan Islam terhadap Pancasila

Artikel Trending

Milenial IslamPembelaan Islam terhadap Pancasila
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Pentolan-pentolan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI/HT) sama sekali tak kunjung jera berkampanye ide negara khilafah, militansi mereka terhadap organisasi transnasional ditandai politisasi pembelaan Pancasila. Jika menoleh ke belakang, awal-awal eksistensinya mengajak persatuan umat atas dalih pembelaan Islam melawan negara yang telah dianggap tak adil, dan dzalim, termasuk Indonesia sebagai negara yang mayoritas muslim.

Sedangkan pembelaan jamaah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bersungguh-sungguh demi kemaslahatan umat, berbeda dengan HTI yang sekedar butuh implementasi ide kekhilafahannya bukan demi bela Islam dan Pancasila. Akan tetapi, didasarkan terhadap hasrat politik kekuasaan melalui agenda-agenda kudeta, dan gelombang gerakan revolusioner.

Dan harus HTI akui, fakta motif di balik isu khilafah hanya ingin berlindung di balik agama guna melawan negara. Dalam kitab HTI (Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah: 1426), dengan tegas bahwa. Jabatan khilafah merupakan jabatan duniawi, bukan jabatan ukhrawi. Khilafah ada untuk menerapkan agama Islam terhadap manusia dan untuk menyebarkannya di tengah-tengah umat manusia. Khilafah secara pasti bukanlah kenabian.

Dalam konteks ini, kalau pun HTI hendak menjahui persoalan furu’iyah, dan muamalah. Kenapa kali ini mereka ikut campur dalam persoalan khilafah dan siyasah? Bukankah khilafah tidak lagi relevan ditegakkan di negara Pancasila? Jawabannya, adalah karena khilafah bukanlah misi kenabian, ijtihad inilah yang perlu disepakati oleh jamaah HTI, dan hendak melawan agenda yang bersentuhan dengan indoktrinasi khilafah.

HTI murni hendak melakukan deislamisasi sejarah bagaimana Pancasila ditafsirkan secara ekstrem melalui pendekatan-pendekatan literatur Islam Timur Tengah, dan ideologi tertentu. Seperti halnya, karya-karya Taqiyuddin an-Nabhani. Andai saja HTI menggunakan literatur Islam Indonesia, dan baca karyanya ulama-ulama besar. Baik itu, kiai Hasyim Asy’ari maupun kiai Ahmad Dahlan. Maka, HTI tidak seradikal sekarang.

Pembelaan Islam

Di Indonesia, pengerasan Islam lewat ideologi HTI bukanlah hal yang mustahil, bagaimana mungkin pembelaan mereka terhadap Islam harus dengan cara-cara ekstrem dan membangun propaganda khilafah. Toh negara Pancasila sudah Islami menjadikan sistem demokrasi penuh kuasa toleransi. Jadi, pembelaan adalah ketika umat Islam dalam kondisi terancam. Apakah Pancasila menciptakan ancaman terhadap agama Islam? Tentunya, tidak.

Bayang-bayang khilafah ala HTI masih merongrong ideologi negara, dan kebodohannya membuat mereka gagal paham soal nomokrasi di negeri ini. Argumen-argumen radikal tersebut, sebenarnya tak dapat dijadikan alat ukur atau parameter antara khilafah dengan Pancasila. Oleh karenanya, Pancasila memiliki hubungan erat dengan Islam terletak di semua sila. Sehingga, negeri ini tidak perlu mendirikan negara khilafah/Islam.

Dalam kitab HTI (Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah; 1426), bahwa terminologi daulah Islam adalah khilafah, yaitu kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia. Jika seorang khalifah dibaiat dengan baiat yang sah di suatu negeri kaum muslim dan khilafah telah ditegakkan, maka haram bagi kaum muslim di seluruh penjuru dunia mendirikan khilafah yang lain.

Sumber tersebut secara kontekstual menghukumi Presiden yang dipilih oleh rakyat (democracy) di negara Pancasila merupakan konsep Islam. Maka dari itu, nawaitu HTI mendirikan khilafah Islamiyah haram hukumnya. Sebab, dalam hal ini, Presiden Joko Widodo terpilih secara konstitusional, jujur, adil, dan terbuka. Apalagi sampai berbaiat/disumpah, secara tidak langsung ide HTI adalah motif kudeta terhadap pemerintahan yang sah.

BACA JUGA  Gus Ipul, Gus Miftah, dan Fenomena Kiai-kiai Uang Penyesat Umat

Khilafah HTI mengguncang keislaman di Indonesia, segelintir umat Islam yang terpapar ideologi/isme-isme khilafah menolak Pancasila tanpa sebab. Di sisi lain, ulama dan the founding fathers menetapkan Pancasila sebagai dasar negara melalui kesepkatan bersama (al-mitsaq al-wathaniyah). Ulama memandang persoalan di negeri ini karena sebabnya, adalah negeri ini hanya mayoritas dan beragam, sehingga menjadi ketetapan hukum.

Hal ini bersumber kepada sebuah fatwa dalam buku Etnar Martahan Sitompul (NU & Pancasila; 2010), mengutarakan “al-hukmu yaduru ma’al illat, wujudan wa adaman”. Artinya, kepastian hukum sesuatu tergantung penyebabnya, bila ternyata ada sebab maka tetaplah hukum, sebaliknya jika tak dijumpai sebab maka tidak jatuhlah hukum.

Imunitas Pancasila

Semangat nasionalisme yang menggelora telah mendorong umat Islam menyepakati Pancasila daripada khilafah,  dalam buku (Soekarno dan NU: Titik Temu Nasionalisme; 2013), mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mengisi kemerdekaan dengan persatuan-kesatuan, kedamaian, kerukunan, dan lebih-lebih keadilan-kemanusiaan menjadi sangat penting bagi NU, ketimbang bercita-cita mendirikan Khilafah Islamiyah.

Peran ulama membela negara Pancasila sebagai representasi umat Islam, agar tidak ada lagi perang saudara; atau permusuhan dan konflik yang dapat membuat negeri ini terpecah belah. Khilafah yang digagas HTI, sebenarnya hanya mengguncang stabilitas politik nasional, dan mengaburkan Islam tradisional yang telah lama tumbuh di tubuh Pancasila.

Walhasil, rongrongan HTI sampai kapan pun tidak akan pernah mampu mengganti posisi Pancasila dengan khilafah, sedangkan konstitusi tidak dapat dibenturkan dengan kitab suci (al-Qur’an). Sebab itu, Pancasila merupakan pusat peradaban kemanusiaan di mana toleransi harus menjadi senjata utama, khususnya umat Islam. Agar mengayomi dan menghargai kaum minoritas.

Tanpa Pancasila mengajarkan semangat toleransi dan demokrasi, maka HTI tiada tempat bagi organisasi mereka yang selalu mengimpor ideologi transnasional (khilafah). Indonesia yang kaya akan sikap lemah lembut, harusnya membuat para pejuang dan jamaah HTI sadar bahwa Pancasilalah yang mampu menghidupkan organisasinya tanpa ada pandang bulu.

Lalu, kenapa HTI tidak mentoleransi Pancasila dan demokrasi? Sebaliknya, Pancasila sendiri tidak pernah menggugat dan mengganggu keberadaanya. Bahkan, mentoleransi, asal tidak mengganggu ketertiban negeri ini, dan menghentikan kampanye ide kekhilafahannya baik di dunia nyata maupun dunia maya. Hal ini dalam rangka merawat keberagaman bangsa.

Inilah pembelaan Islam sesungguhnya terhadap Pancasila, khilafah yang justru hanya menuai kerusakan atas persaudaraan wajib dilakukan upaya pencegahan tanpa batas. Karena itu, sudah bersifat final/qat’i yang sama-sama diperani oleh tokoh dari semua golongan. Fokus perhatian tersebut perlu menjadi konsentrasi bersama, agar negeri ini menjadi lebih maju, dan modern.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru