29.7 C
Jakarta

Pembajakan Sejarah dalam Film ‘Jejak Khilafah’

Artikel Trending

Milenial IslamPembajakan Sejarah dalam Film ‘Jejak Khilafah’
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

HTI sampai detik ini bertambah masif dan sistemik menggelorakan khilafah lewat produk film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’, setelah kita kunjungi berbagai media sosial. Trailer film tersebut kian merajalela terutama di dunia kanal youtube, Khilafah Channel, Panji Rasulullah Channel, Yuk Taat – Komatari Channel, Peradaban Baru Islam, Rumah Inspirasi Perubahan, Indonesia Bersyariah, dan Halim Tanahulawa.(12/08)

Tampaknya, HTI tidak main-main, kemauan mereka dalam memproklamirkan negara khilafah di bumi Nusantara ini secara gambelang diagitasi. Hal ini akan memicu gesekan politik kebangsaan di tengah keberagaman bangsa, arus radikalisasi Islam menjadi arah baru gerakan HTI untuk menyebar indoktrinasi khilafah melalui film ‘Jejak Khilafah’.

Parahnya lagi, aktor yang bermain hanya simpatisan khilafah itu-itu saja, memangnya tidak ada pemeran lain. Tentunya, para dedengkot HTI berpikir panjang sebelum merekrut aktor baru dalam memproduksi film ini. Menurut persepsi kelompok mereka, jikalau pemerannya bukan dari kalangan HTI, agenda pembajakan sejarah tidak akan berjalan sempurna.

Pemelintiran ini telah merobek-robek sejarah yang abadi, alih-alih dalam film ‘Jejak Khilafah’ mereka ingin mencoba mempersempit sejarah. Padahal, misi produk film propaganda politik tersebut kembali pada motivasi awal HTI yaitu menyebar luaskan ideologi khilafah hingga ke ujung bumi Nusantara, sehingga apabila masyarakat awam menyimak langsung mudah terpapar, dan menganggap hukum menegakkan sistem khilafah adalah wajib.

Pun, HTI pandai memanipulasi sejarah, maka kali ini boleh-boleh saja berbangga diri atas karyanya yang radikal-ekstrem. Oleh karenanya, film tersebut sama halnya mereka dengan melangar aturan. Sebab, khilafah adalah ideologi terlarang. Untuk itu, keberadaan film ‘Jejak Khilafah’ ingin disepadankan dengan sistem kekhilafahan di era dinasti Ottoman (Kesultanan Turki Ustamani 1299-1326). Yang kini Turki sendiri menjadi negara sekuler-modern.

Berbeda dengan film yang diproduksi HTI, dalam film tersebut mereka memaksakan sejarah yang tidak meliputi rangkaian-rangkaian manipulatif. Konsep negara khilafah/negara Islam memang tidak ada di sejarah kesultanan Nusantara, apalagi hingga menentang Pancasila. Hal ini hanya akal-akalan dedengkot khilafah untuk memecah belah persatuan dan persaudaraan.

Film ‘Jejak Khilafah’ No!

Siapa yang tidak menonton film ‘Sang Kiai’, adalah produk anak negeri yang mengisahkan ajaran nasionalisme tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme. Bahkan, dalam konteks sistem ketatanegaraan peran utama dalam film tersebut merupakan seorang ulama atau kiai terkenal yang pernah berjasa dalam merebut kemerdekaan negara Indonesia 1945.

Daripada menyimak film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’ yang agak memaksakan, dan manipulatif. Yang dikisahkan bukan kesultanan secara historis, tetapi, sistem khilafah yang dibesar-besarkan hingga setengah dipaksakan dalam film ahistoris ini. Meskipun sistem khilafah itu sendiri memang tidak kongkret, dan HTI sendiri sebagai konseptor telah ditolak di banyak negara.

HTI berupaya ingin membeberkan penipuan-penipuan sejarah sembari mendistribusikan Islam transnasional lewat agenda politisasi agama, pemahaman yang cenderung ekslusif ini membuktikan HTI meminjam baju Islam, dan membajak sejarah demi khilafah. Dalam konteks ini, Islam konservatif adalah paham-paham ekstrem yang mengulik-ngulik sejarah.

Senada dengan apa yang dikatakan Azyumar Azra (2019), membagikan konservatisme Islam menjadi tiga golongan. Pertama, konservatisme karena kerendahan hati. Kedua, konservatisme yang ingin mengembalikan Islam ke era pra-modern seperti pendukung poligami, hingga pengguna produk-produk berlabel halal atau syariah. Ketiga, konservatisme yang ingin mengubah sistem politik dengan cara damai maupun  kekerasan.(sumber: bbc.com)

BACA JUGA  Ramadan: Melihat Janji Manis Aktivis Khilafah yang Harus Dibasmi

Dengan HTI memproduk film ‘Jejak Khilafah’ ingin mengembalikan Islam ke era pra-modern dengan menggunakan produk-produk berlabel halal. Kalau tidak, siapa pun dapat dihukumi haram oleh mereka. Dan berbagai sistem ketatanegaraan yang selalu dipersoalkan hingga terjadi aksi-aksi anarkis/kekerasan, provokasi, dan tindakan-tindakan di luar nalar.

Ide khilafah Islam HTI yang dangkal telah membuat kelompoknya gagal melawan negara, perang ideologi yang tidak kunjung berhenti, hingga memanipulasi sejarah lewat film yang mereka produksi. Apalah daya dan arti di balik semua ini, jika HTI terus-menerus berhalusinasi, agar umat Islam terbawa emosi. Kampanye khilafah harus segera diakhiri, karena itu bukanlah ideologi yang sakti.

Jadi, umat Islam di seluruh Nusantara perlu waspada atas propaganda politik film yang diciptakan HTI, doktrin jihad yang dikemas ekstrem dalam film tersebut harus masyarakat hindari.

Buru Produser Film Transnasional

Walaupun disertai manuskrip sejarah yang murni dan lengkap, film ‘Jejak Khilafah’ tetap menghilangkan jejak peran ulama yang menjadi pahlawan negeri di Nusantara ini. Oleh sebab itu, tujuan atau misi utama HTI bukan memperkenalkan ulama-ulama yang pernah berjasa sebelumnya. Justru sebaliknya, kelompok ini hanya ingin sistem khilafah mendapat pengakuan mutlak umat Islam di seluruh Nusantara tanpa terkecuali.

Dalam hal ini, pemerintah yaitu Presiden Joko Widodo, dan kepala pemerintahan dari negara lain harus menjalin kerjasama memburu produser film ‘Jejak Khilafah’. Karena secara tidak langsung, keberadaan film terlarang ini merongrong semua negara yang ada di Asia diakibatkan menolak HTI. Terlepas dikarenakan memiliki ideologi transnasional atau pernah terlibat kudeta.

Hampir semua negara di Nusantara sudah menolak sistem khilafah dan organisasi HTI, tentu patut menjadi pertanyaan besar. Kenapa organisasi mereka dilarang, tetapi, filmnya masih tetap beredar? Hal ini kembali pada kebijaksanaan pemerintah dalam memutuskan apakah ingin dibubarkan atau tidak. Lalu, bagaimana dengan film ini? Jika tidak segera dihentikan, maka akan menimbulkan massa yang lebih banyak mengindustri khilafah.

Ditambah lagi, seperti di Indonesia telah memiliki dasar hukum yang jelas adanya PERPPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang larangan bagi organisasi masyarakat yang menganut ideologi transnasional (khilafah). Paling tidak, sebagai dalil substantif membubarkan mereka kembali, kalau perlu menetapkan produser dan pemeran film tersebut sebagai tersangka melanggar hukum di negeri ini sebagaimana pasal-pasal terkait.

Kembali ke habitat awal penerbitan PERPPU, Azyumardi Azra mengatakan (2018), Joko Widodo yang mengambil langkah drastis dalam menghadapi HTI. Meskipun pemerintah tidak secara langsung membuat aturan pembubaran HTI, pemerintah membuat aturan untuk pembubaran organisasi masyarakat yang dianggap bertindak tak sesuai Pancasila, dan UUD 1945.(sumber: Tempo.co)

Selain itu, film dokumenter ini bisa saja tidak sesuai dengan sejarah kesultanan yang ada di Nusantara. Penipuan data dalam persoalan sejarah dapat menyesatkan seluruh umat Islam, untuk menjaga kewaspadaan ini. Negara harus tegas memburu siapa pun yang masih promosi khilafah.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru