31.7 C
Jakarta

Pembahasan Draf Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Diminta Transparan

Artikel Trending

AkhbarNasionalPembahasan Draf Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Diminta Transparan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com Jakarta – Pemerintah menilai peran TNI sangat diperlukan dalam membantu polisi menangani terorisme. Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam Menangani Aksi Terorisme ke DPR.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan pelibatan TNI dalam menangani terorisme dapat dilakukan jika eskalasi ancaman meningkat dan tidak dapat ditangani kepolisian.

“Pelibatan TNI sebenarnya tanpa adanya Raperpres dapat bertindak atas dasar UU TNI, namun tetap mengacu pada upaya penanganan terakhir apabila beyond capacity dari aparat penegak hukum,” kata Al Araf dalam Seminar online Center For The Study Of Religion And Culture/CSRC Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jumat (21/8).

Dia mencontohkan pelibatan militer sebaiknya ditujukan untuk menghadapi ancaman eksternal, semisal ancaman terhadap kedutaan-kedutaan Indonesia di luar negeri dan pembajakan kapal di Somalia.

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Bivitri Susanti menyatakan Raperpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme masih terdapat masalah. Sehingga harus dibahas secara tidak terburu-buru, transparan dan partisipatif. Pada prinsipnya jangan sampai upaya pemberantasan terorisme menimbulkan potensi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM.

“Raperpres pelibatan TNI dalam menangani terorisme harus mengacu pada apakah Raperpres telah sesuai dengan prinsip negara hukum. Prinsip negara hukum bertumpu pada asas-asas pembatasan kekuasaan berdasarkan hukum dan hak asasi manusia,” ujar Bivitri.

Bivitri menjelaskan model keterlibatan militer dalam penanganan terorisme seharusnya mengacu pada perbantuan terhadap otoritas penegak hukum dan konsep Criminal Justice Model. Di Indonesia, pendekatan tersebut melalui konsep Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

“Pendekatan terorisme adalah tindak pidana sehingga tunduk pada soal keamanan, bukan pertahanan. Perbantuan militer terhadap instansi sipil bersifat last resort, di bawah kendali otoritas sipil dan terbatas pada penguatan kapabilitas yang dibutuhkan,” terang dia.

Pelibatan militer dalam OMSP dapat dilakukan jika sudah ada keputusan politik negara. Keputusan politik negara menurut penjelasan Pasal 5 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah keputusan presiden yang dikonsultasikan bersama dengan DPR.

“Masalahnya dalam Raperpres pengerahan TNI hanya cukup dengan perintah Presiden,” ujarnya.

Pengajar FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Chaedar S. Bamualim belum melihat ada ancaman yang benar-benar serius dan kuat sehingga dibutuhkan pelibatan TNI dalam menangani terorisme.

BACA JUGA  Sejak 7 Juli 2023 Kemenkominfo Tindak 5.731 Konten Radikalisme hingga Terorisme

Posisi saat ini pemerintah telah merampungkan penyusunan Raperpres tersebut. Drafnya telah diserahkan kepada DPR beberapa waktu lalu untuk dibahas bersama pemerintah.

Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme di Mata Menkopolhukam

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menilai peran TNI sangat diperlukan dalam membantu polisi menangani terorisme. Salah satu alasannya yakni TNI memiliki pelbagai pasukan elite yang sangat disayangkan jika tak dilibatkan dalam pemberantasan terorisme. Hal itu dikatakan Mahfud saat berkunjung ke Markas Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (29/7).

“Kalau kita lihat, akan sangat rugi kalau ada pasukan hebat tidak digunakan untuk mengatasi terorisme. Denjaka, Kopassus dan pasukan elite lainnya, punya kemampuan penanggulangan terorisme, tentu sesuai dengan skala, jenis kesulitan, dan situasi tertentu,” kata Mahfud MD dalam keterangan tertulis.

Menurut dia, secara khusus ada fungsi dan situasi tertentu yang hanya dimiliki dan dilakukan TNI. Oleh sebab itu, dia menilai TNI dibutuhkan untuk menangani aksi-aksi terorisme.

“Inilah pro dan kontra. Komprominya, terorisme pidana, tetapi karena banyak yang tak cuma pidana dan hukum, maka dicantumkanlah TNI bisa ikut tangani aksi terorisme, dan keterlibatan TNI diatur Perpres. Rancangannya sudah jadi, sudah ke DPR, perdebatan cukup seru. Kita juga sudah bicara dengan sejumlah kalangan, termasuk teman-teman LSM. Bahwa teror itu bukan urusan hukum semata, tidak semuanya diselesaikan hanya oleh polisi,” kata Mahfud.

Dalam konferensi pers secara virtual, Mahfud juga menjelaskan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan juga bahwa TNI dilibatkan untuk menangani aksi terorisme sehingga akan diatur dalam perpres dan dikonsultasikan dengan DPR.

“Jadi, pelibatan TNI di dalam menangani aksi terorisme adalah perintah UU, yakni UU No. 5/2018. Ada keadaan-keadaan tertentu yang bisa melakukan itu hanya TNI, misal terjadi aksi teror di tempat yang tidak ada di dalam yurisdiksi Polri,” katanya.

Dia mencontohkan aksi terorisme di kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE), pesawat atau kapal laut berbendera asing, atau di kantor kedutaan. Mahfud memastikan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme yang bakal diatur dalam perpres itu sudah melalui pertimbangan dan pembahasan yang cermat.

Pihak-pihak, termasuk yang tidak setuju pelibatan TNI, lanjut dia, juga sudah diajak berdiskusi sebelum merumuskan draf perpres yang kini sudah disampaikan kepada DPR itu.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru