25.4 C
Jakarta

Paradigma Islam Khilafah Bukan Solusi Umat Islam

Artikel Trending

Milenial IslamParadigma Islam Khilafah Bukan Solusi Umat Islam
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Masalah manusia itu selalu terjadi. Masalah sering muncul sebab hal-hal parlementer dari kehidupan dunia. Masalah keagamaan terjadi karena paham keagamaan yang fanatik. Masalah sosial terjadi sebab konsep kehidupan yang bengkak atau minimnya pembagian ruang sosial. Namun, dalam kamus sejarah hidup manusia, masalah melimpah ruah, sebab kondisi ekonomi devisit dan penganguran yang surplus.

Pengangguran menjadi kata kunci. Sekarang, pengangguran memang terjadi di mana-mana, dan itu memang sudah niscaya. Keberadaannya tidak bisa ditawar, apalagi ditentang. Namun demikian, pengangguran tidak bisa dibiarkan. Di sebuah negara, harus ada perubahan yang maksimal.

Bukan Sembarang Masalah

Sebagaimana BPS pernah merilir data, per Agustus 2022, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,86%. Adapun jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2022 sebanyak 143,72 juta orang. Artinya jumlah pengangguran mencapai 8,42 juta orang, 793 ribu di antaranya lulusan sekolah kejuruan.

Hal penyumbang pengangguran terbesar adalah lulusan SMK, yakni sebanyak 9,42%. Mereka rata-rata pasrah mencari kerja (hopeless of job). Di lain pihak, pengangguran terjadi sebab karena minim kompetensi dan kesulitan memasuki pasar kerja. Artinya ada dua korelasi antara anak manusianya, perusahaan dan pemerintah.

Apakah banyaknya pengangguran adalah asli kesalahan pemerintah? Tidak juga. Pengangguran bisa terjadi sebab banyak faktor, salah satunya adalah karena faktor intern manusia. Bisa jadi, menjadi pengangguran karena malas mencari kerja dan sebagainya. Pengangguran-pengangguran ini yang nanti menjadi indikator rusaknya negara, sebab bisa menjadi pemicu kerusakan sosial, seperti terjadinya pencurian, pengambilan barang yang bukan haknya, dan akan sulitnya tercapai kesejahteraan.

Ini bukan persolan kapitalisme dan lainnya. Namun ini problem multikompleks. Tidak sekadar mengerucut pada lapangan kerja, tetapi juga pada pendidikan, politik, pasar, modal, dan lainnya. Oleh karenanya, evaluasi atas kebijakan pendidikan vokasional, harus direaktualisasi di dalam kurikulum pelajarannya. Jika ini terus ditukangi akan menghasilkan Indonesia yang memiliki kemandirian dan kedaulatan secara ekonomi. Maka, aset-aset kekayaan alam yang melimpah ruah, bisa dimiliki sepenuhnya untuk modal menyejahterakan rakyat.

BACA JUGA  Masa Depan Wahabi di Indonesia: Merusak Islam, Menghancurkan Negara!

Paradigma Khilafah Tidak Menjawab

Ini juga bukan persoalan paradigma keislaman, yang mana aktivis-aktivis khilafah mengklaim bahwa negara Indonesia rusak karena sistemnya yang kapital-sekular, dan tidak menerapkan sistem khilafah. Buktinya, jika memang hal tersebut bisa diatasi dengan agama (khilafah), sudah barang tentu ACT bisa menyejahterakan rakyat-rakyat atau kelompoknya.

Nyatanya, meski mereka mengklaim bahwa ACT bergerak dalam dimensi akhirat, yang mana pada kepengurusan dan pengelolaannya takut jika zalim dan tidak adil kepada rakyat, buktinya mereka malah korupsi dan uang masyarakat rentan dicuri. Mereka tidak berusaha maksimal mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan jalan menerapkan syariat Islam sebagai tuntunan kehidupan di mana selama ini meraka gelorakan. Ini benar-benar absurd di tengah teriakan syariat Islam dan khilafah.

Artinya, khilafah atau sistem syariat Islam bukanlah solusi. Sampai saat ini, mereka tidak memiliki mekanisme yang tepat. Mereka terlihat kaya sebab hanya mengandalkan narasi keagamaan, foto penderitaan, dan paradigma keislaman yang eksploitatif. Mereka tidak menggunakan nalar Islam yang rahmah dan hanya mengandalkan skill yang melenceng. Seperti yang dalam kasus ACT. Yang terjadi adalah, pengangguran dan masalah sosial seperti korban banjir dan kelaparan di mana-mana masih dominan terjadi.

Jangan bicara lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Bicara dalam sektor menajemen keislaman yang dipertaruhkan oleh aktivis khilafah hingga hari ini masih belum menemukan kejelasan. Mereka tidak mengerti apa yang harus/perlu digarap dengan aturan Islamnya. Yang mereka tahu hanyalah, Indonesia akan selamat jika memakai peradigma khilafah dalam mengentaskan permasalahan dunia.

Dari sini bisa terlihat bahwa paradigma khilafah sekadar hanyalah narasi yang manis. Tapi nyatanya hanyalah ilusi yang mustahil untuk bisa digarap. Paradigma khilafah tidak bisa menjadi solusi karena ia lemah atau tidak mampu dalam argument, apalagi memberikan kesejahteraan di dalam kegiatan keumatan. Khilafah jelas bukan barang yang tepat dalam membuat SDM, bahkan tidak akan siap berkontribusi bagi kebaikan umat. Khilafah bukan solusi dan keberadaannya jelas bukan berperan sebagai pengurus dan penjaga.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru